Senin, 28 Juni 2010

MERANCANG EFISIENSI ORGANISASI

MERANCANG EFISIENSI ORGANISASI

AHMAD ASSASTRA

Rasanya baru kemarin kita datang dan bergabung ke Darul Muttaqien. Rasanya kita baru kemarin menginjakkan kaki pertama kali untuk ikut berjuang di Darul Muttaqien. Begitulan karakter waktu, berlalu sangat cepat. Duapuluh satu tahun (21) sudah bersama-sama merasakan suka duka berjuang di lembaga pesantren ini. berbagai tantangan dan cobaan tidak akan pernah berhenti. Bahkan semakin tinggi keimanan seorang muslim, maka akan semakin besar ujian dari Allah. Satu-persatu para pejuang pesantren ini telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Sesungguhnya kita juga akan menyusul dan kini sedang menunggu giliran, cepat atau lambat. Namun demikian, alhamdulillah kita masih istiqamah dan masih diberikan umur panjang hingga hari ini.
Lihatlah cermin kehidupan para Nabi dan Rasul, yang sepanjang hidupnya justru diwarnai dengan berbagai ujian dan cobaan yang sangat berat. Padahal mereka adalah hamba-hamba terbaik yang dijamin masuk syurga. Sepanjang hidup mereka diwarnai dengan karya dan prestasi terbaik bagi umat dan dunia. Itulah kenapa para Nabi dan Rasul senantiasa di kenang, sekalipun telah ribuan tahun meninggal. Pertanyaannya adalah : sudahkah kita mewarisi para Nabi dan Rasul ? Sudahkan kita mengukir karya dan prestasi terbaik untuk umat dan dunia seperti mereka. Tidak ada istilah terlambat dalam mengukir kebaikan. Kinilah saatnya kita meneguhkan ulang cita-cita perjuangan umat dan dunia melalui lembaga pesantren Darul Muttaqien ini.
Pesantren adalah salah satu entitas sosio-pendidikan yang berdiri untuk berhitmat kepada umat dan bangsa. Pesantren tidak akan bisa dilepaskan dari umat dan bangsa. Maju mundurnya umat Islam di masa mendatang sangat bergantung pada kualitas pendidikan hari ini. Bagi bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan sebuah kebutuhan. Sama halnya dengan kebutuhan papan, sandang dan pangan. Bahkan dalam institusi yang terkecil seperti keluarga, pendidikan merupakan kebutuhan utama.
Pada awal tahun 1972 ketika program life long education sedang disosialisasikan, kesadaran akan pembangunan manusia ini sudah disuarakan oleh Edgar Faure, ketua The Internasional Commission for Education Development, yang menekankan bahwa pendidikan adalah tugas negara yang paling penting. SDM yang bermutu merupakan prasyarat dasar bagi terbentuknya peradaban yang baik. Sebaliknya, SDM yang buruk secara pasti akan melahirkan masyarakat yang buruk juga.
Hanya saja kita melihat pendidikan di negeri ini sangat jauh dari yang diharapkan, bahkan jauh tertinggal dengan negara-negara lain. Indek kualitas SDM negeri ini masih dibawah malaysia. Sistem pendidikan di negeri ini belum mampu melahirkan manusia yang cerdas dan mulia. Para pelajar yang terlibat tawuran, narkoba dan pergaulan bebas mengindikasikan hal tersebut.
Apalagi jika kita menfokuskan pada pendidikan agama dan keagamaan (baca : Islam). Tentu kita semua sadar bahwa umat islam yang telah ditegaskan dalam Al Qur'an sebagai umat terbaik menunjukkan fakta yang berseberangan 180 derajat. Umat Islam dalam keterpurukan yang dalam. Pendidikan agama dan keagamaan telah keluar dari orbit. Pendidikan agama dan keagamaan tak lagi mampu merepresentasikan Islam sebagai sebuah peradaban.
Rasulullah sebagai seorang nabi juga sebagai seorang guru. Inni bu'istu mualimman. Sesungguhnya Rasulullah diutus untuk menjadi guru dalam arti yang luas. Sebab faktanya dari tangan Rasulullah telah lahir generasi-generasi terbaik umat. Dari tangan Rasulullah inilah lahir para generasi muslim perancang dan penegak kejayaan peradaban islam yang agung. Dari tangan mereka Islam menjadi sebuah kekuatan dunia yang mampu memimpin dunia dengan kemuliaan ajaranya. Islam menjadi sebuah peradaban yang agung selama berabad-abad.
Pengaruh perdaban agung yang dibawa Islam telah diakui oleh sejarah selama berabad-abad. Bahkan ketika bangsa Eropa masih dalam kegelapan, Islam telah menjadi sebuah peradaban yang maju dan cemerlang. Hart D Michael salah seorang ilmuwan Barat memberikan sebuah pengakuan ".... kesatuan tunggal yang tidak ada tandingannya dalam mempangaruhi sektor keagamaan dan duniawi secara bersamaan merupakan hal mamapu menjadikan Muhammad untuk layak dianggap sebagai sosok tunggal yang mempengaruhi umat manusia ".
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, kenapa umat Islam kini semakin terpuruk ?. Kenapa Islam tak lagi mampu menjadi sebuah peradaban agung yang memimpin dunia ?. Mengapa pendidikan Islam tak mampu lagi melahirkan generasi-generasi muslim terbaik ?. Ada apa dengan pesantren ? Adakah pendidikan Islam telah mengalami disorientasi ?. Mengapa yang lahir sekarang justru para generasi muslim yang sekuler dan liberal ?.

Menyoal Kembali Paradigma Pendidikan Nasional
Indonesia sebagai negeri muslim terbesar dunia harus diakui bahwa kualitas SDMnya masih tertinggal. Menurut Din Syamsuddin, ketertinggalan SDM Indonesia (baca : umat Islam) bisa dilihat dari dua indikasi (1). Masih terdapat kesenjangan antara kualitas dan kuantitas umat Islam dan (2) umat Islam belum sepenuhnya memainkan peranan penting di pentas Nasional maupun Internasional. Jika demikian tidak terlalu salah bila Prof. WF Wertheim dari Belanda mengatakan bahwa bangsa Indonesia adalah 'golongan mayoritas dengan mentalitas minoritas" atau menurut Donald Emmerson dengan istilah ' minoritas aktif dalam mayoritas bilangan'. Bahkan seorang kolonel Belanda pada zaman penjajahan pernah mengatakan bahwa Indonesia adalah bangsa kuli.
Fakta kualitas SDM Indonesia sebagai hasil dari Sistem Pendidikan Nasional masih jauh panggang dari api. Dari sisi keahlian SDM di tingkat ASEAN kecuali Singapura dan Brunai Darusalam, Indonesia masuk dalam kategori negara yang indek pembangunan manusianya (IPM) di tingkat medium, atau tingkat 6 negara ASEAN, satu tingkat diatas Myanmar, Laos dan Kamboja. Bahkan indek pendidikan Vietnam - yang pendapatan perkapitanya lebih rendah dari Indonesia – ternyata lebih baik.
Prestasi India dalam pendidikan dan teknologi sangat menakjubkan. Jika Indonesia masih dibayang-banyangi pengusiran dan pemerkosaan TKI di luar negeri, banyak orang India yang mendapat posisi bergengsi di pasar kerja internasional. Di Amerika 30 % dokter berasal dari India. Tidak kurang dari 250 warga India mengisi sekolah bisnis paling top di AS. Sekitar 40 % pekerja microsoft berasal dari India. (Kompas, 4/9/2004).
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia adalah pendidikan yang sekuleristik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, adfokasi, keagamaan dan khusus. Dalam pasal ini jelas tampak adanya dikotomi pendidikan agama dan umum. Sistem pendidikan yang dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang berkepribadian mulia sekaligus mampu menjawab tantangan global.
Tentu menjadi fenomena yang sangat paradok ketika membaca tujuan pendidikan nasional yang bercita-cita melahirkan manusia yang cerdas , beriman dan bertaqwa dikaitkan dengan kenyataan kondisi pelajar yang justru sebaliknya. Secara de facto produk pendidikan nasional (sekalipun tidak semuanya) yang dikomandoi Departemen Pendidikan Nasional terbukti melahirkan generasi cerdas dalam ranah intelektual namun minus dalam ranah moral dan spiritual. Beberapa bulan yang lalu diberitakan di Radar Bogor ada sejumlah siswa SMA yang dirazia dan digeledah polisi, dalam tas mereka ditemukan HP dengan tayangan video porno, senjata tajam dan kondom. Ironis, ini adalah malapetaka pendidikan di negeri ini.
Inilah akibat jika sistem pendidikan menjauh dan membuang nilai-nilai agama sebagai paradigma (sekuler). Jika sebuah negara tidak dibangun diatas landasan nilai-nilai agama yang mulia, maka yang akan terjadi adalah sebuah kehancuran dan bebobrokan. Karenanya MUI dengan tegas mengeluarkan fatwa haram untuk liberalisme, sekulerisme dan pluralisme agama. Sebab kemajuan teknologi yang tidak diikuti oleh kualitas moral melahirkan manusia-manusia rakus dan merusak. Dari ulah tangan merekalah telah terjadi kerusakan di darat dan di laut. Dalam konteks inilah departemen agama mestinya melakukan langkah kepeloporan untuk mereformasi sistem pendidikan nasional yang sekuleristik menjadi satu kesatuan sistem pendidikan nasional dilandasi oleh nilai-nilai luhur agama Islam. Sebagaimana telah dicontohkan oleh kanjeng nabi Muhammad SAW. Bukankah umat Islam mayoritas. Berarti secara demokratis umat Islam berhak mengatur sistem pendidikan nasional berbasis nilai islam. Adakah ini sebuah utopia. Setidaknya ini adalah harapan kita, demi masa depan generasi yang cerdas dan bermoral.

Pendidikan Agama Islam dalam Kubangan Dualisme Kebijakan
Pemberlakuan UU No 22 tahun 2009 tentang otonomi daerah dan PP No 25 Tahun 2000 tentang perimbangan kewenangan pemerintah propinsi sebagai daerah otonomi berpengaruh terhadap sektor pendidikan. Kedua UU ini belum bisa menjadi instrumen untuk menyatukan paradigma pendidikan nasional berbasis nilai luhur Islam. Yang terjadi justru sebaliknya, semakin jauh dari yang kita idealkan. Sesungguhnya otonomi daerah perlu ditinjau kembali sebab tidak semua daerah mampu mengelola daerahnya, terutama kualitas SDMnya. SDM inilah yang menjadi kekuatan inti keberhasilan otda. Sebab merekalah yang akan mengelola SDA yang ada. . Otonomi daerah yang tidak siap juga berpotensi memicu praktek KKN yang lebih parah. Praktek otonomi daerah juga telah terbukti memicu kerawanan sosial. Kasus terbunuhnya ketua DPRD Sumatera Utara menguatkan hal itu.
. Secara kelembagaan paradigma sekuleristik pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, menengah, kejuruan dan perguruan tinggi dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Ada kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ranah iptek dilakukan oleh depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Paradigma pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama dipandang sebagai entitas yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
Bagaimana mungkin Sisdiknas akan melahirkan manusia yang cerdas beriman dan bertaqwa jika pada Bab X pasal 37 UU Sisdiknas mewajibkan sepuluh bidang mata pelajaran dengan pendidikan yang tidak proporsional dan tidak dijadikan sebagai landasan bagi bidang mata pelajaran yang lain.
Dengan demikian depdiknas tidak akan mampu mewujudkan anak didik yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasionalnya sendiri, yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jelas yang menjadi akar masalah adalah asasnya yang sekuleristik yang berefek para struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang semestinya bagi proses penguatan kepekaan spiritual dan pembentukan kepribadian mulia.
Adapun yang terjadi di madrasah sebagai basis pendidikan Islam yang terjadi juga tidak jauh berbeda. Porsi pelajaran agama belum proporsional dan tidak menjadikan paradigma Islam sebagai landasan pemikiran dalam mengkaji ilmu-ilmu saint. Akibatnya ilmu-ilmu saint di madrasah kering dengan nilai-nilai. Seolah ilmu umum tidak ada landasannya dalam Islam. Padahal bukankah para ilmuwan muslim seperti Ibn Sina adalah produk pendidikan Islam yang integralistik. Bagaimana mungkin madrasah hari ini mampu melahirkan Ibn Sina abad 21 jika yang diberlakukan di madrasah justru dikotomistik.
Namun demikian, Penyetaraan pendidikan agama dan keagamaan dengan pendidikan umum yang tertuang dalam PP No 55 tahun 2007 sesungguhnya belum menuju kepada kondisi ideal yang kita inginkan sebagai umat Islam pengusung peradaban dan kejayaan. Namun demikian PP/55/2007 ini setidaknya menjadi pemicu bagi depag dan madrasah untuk melakukan revitalisasi kurikulum pendidikan agama dan keagamaan sebagai basis paradigma penyelenggaraan pendidikan Islam. Sebab ini adalah peluang dan tantangan tersendiri bagi umat Islam yang ingin membangun generasi unggul masa depan. Disinilah pesantren harus mampu mengambil peran strategis, sebab ini adalah peluang sekaligus tantangan.
Disinilah posisi pendidikan agama dan keagamaan tampak sangat dilematis. Dualisme kebijakan pendidikan oleh Depag di satu sisi yang hanya mengedepankan moral dan depdiknas yang mengembangkan iptek an sich disisi lain telah berpotensi melahirkan generasi muslim yang tidak berkualitas. Pelajar muslim yang sekolah umum maupun madrasah keduanya menjadi generasi setengah-setengah. Dengan kata lain menjadi ulama bukan, ilmuwan juga tidak. Generasi muslim hasil sistem pendidikan yang ada menjadi generasi bukan-bukan. Hal ini diakibatkan oleh sistem bernegara kita yang bukan-bukan juga. Mestinya generasi yang dilahirkan dari rahim sistem pendidikan ini adalah generasi yang ulama dan ilmuwan sekaligus. Generasi yang berilmu sekaligus berakhlak. Indonesia, seperti disinyalir oleh Hidayat Nur Wahid adalah negara yang bukan-bukan. Indonesia tidak berideologi kapitalis seperti Amerika, juga bukan berideologi sosialis seperti China dan parahnya lagi, Indonesia juga bukan negara yang berideologi Islam. Patut dipertanyakan, hendak kemanakah bangsa ini sebenarnya ?. Adakah masa depan cerah bagi negara bukan-bukan seperti Indonesia ini ?.

Berguru pada Generasi Muslim Terbaik
Kejayaan umat terdahulu telah menggoreskan kegemilangan dalam berbagai bidang kehidupan baik politik, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan ekonomi. Berbagai peninggalan sejarah telah membuktikan hal tersebut. Selama kurang lebih 1000 tahun Islam telah memimpin dunia dengan landasan aqidah yang lurus. Dari sinilah kemudian lahir sebuah tatanan kehidupan yang penuh kemuliaan dan kemajuan. Ideologi Islam telah menjadi sumber kejayaan yang tidak pernah terbantahkan.
Semangat dan kesungguhan juang para pendahulu kita mestinya hari ini mampu menjadi daya ungkit dan pemicu motivasi kita untuk mewarisinya. Keberanian dan kemuliaan Nabi Muhammad di medan perang, kesungguhan Imam Syafe'i dalam menggali ilmu, kegagahan Uqbah bin Naafi dalam memimpin pasukan Islam, keluasan ilmu Imam Ali bin Abi Thalib, ketegasan Umar bin Khatab, dan kesungguhan para ulama terdahulu dalam menggali dan mengkaji khasanah keilmuwan Islam tercatat dengan jelas dalam lembaran sejarah.
Pada masa kejayaan Islam inilah, lahir para ilmuwan muslim yang telah menjadi inspirasi dan sumber rujukan para ilmuwan barat kini. Di bidang matematika kita mengenal Al Khawarizmi, Abu Kamil Suja', Al Khazin, Abu Al Banna, Abu Mansur Al Bagdadi, Al Khuyandi, Hajjaj bin Yusuf dan Al Kasaladi. Di bidang Fisika kita mengenal Ibnu Al Haytsam, Quthb Al Din Al Syirazi, Al Farisi dan Prof. Dr Abdus Salam. Dalam bidang kimia ada Jabir bin Hayyan, Izzudin Al Jaldaki, dan Abul Qosim Al Majriti. Dalam bidang biologi ada Ad Damiri, Al Jahiz, Ibnu Wafid, Abu Khayr, dan Rasyidudin Al Syuwari. Dalam bidang kedokteran ada Ibn Sina, Zakariyya Ar Razi, Ibnu Masawayh, Ibnu Jazla, Al Halabi, Ibnu Hubal dan masih banyak lagi. Dalam bidang astronomi kita mengenal Al Farghani, Al Battani, Ibnu Rusta Ibnu Irak, Abdul Rahman As Sufi, Al Biruni dan tokoh ilmuwan muslim lainnya. Dalam bidang geografi kita mengenal Ibnu Majid, Al Idrisi, Abu Fida', Al Balkhi, dan Yaqut al Hamawi. Dan dalam bidang sejarah kita mengenal Ibnu Khaldun, Ibnu Bathutah, Al Mas'udi, At Thabari, Al Maqrisi dan Ibnu Jubair. Para generasi muslim terbaik ini selain dikenal sebagai ilmuwan yang diakui oleh dunia, mereka juga adalah para ahli ibadah yang hafal al Qur'an. Luar biasa.
Kini semua ini telah menjadi kenangan. Seolah semuanya berlalu bagai mimpi, yang tinggal bayang-bayang saja. Umat Islam kini telah merosot kedudukannya, bersamaan dengan kemerosotan itu hilang pula kekuatan moral (akhlak) dan daya pikirnya. Sehingga pada siang hari yang cerahpun mereka melihat yang haq sebagai kebhatilan, sedangkan yang bhatil dianggap sebagai sesuatu yang haq dan benar. Kondisi umat hari ini telah menjadikan kebiasaan menjadi kebenaran dan tak lagi terbiasa dengan kebenaran. Ada sebuah keterputusan mata rantai sejarah kegemilangan ini.
Kini umat Islam dalam kondisi terjajah dalam semua bidang kehidupan. Dalam bidang politik, kini umat Islam tak lagi mampu menjadi pemimpin dunia bersamaan dengan runtuhnya Daulah Islamiyah, dari sinilah umat Islam mulai tercerai-berai menjadi berbagai ikatan kebangsaan (nasionalisme), kesukuan dan bahkan kepartaian yang sempit. Para penjajah telah membagi-bagi dunia Islam terkeping-keping dan menjadikannya terkotak-kotak. Dengan senjata demokrasi dan HAM ciptaan barat, umat Islam telah kehilangan segala-galanya.
Tidak jarang umat Islam mudah sekali diadu domba dikarenakan tak ada pemimpin umat yang dipatuhi. Ketika umat Islam dibelahan dunia dizalimi dan dibantai, kita bahkan tak bisa berbuat apa-apa. Inilah fakta kondisi umat jika tak ada kepemimpinan. Dalam bidang ekonomi, umat Islam hanyalah menjadi negeri miskin penghutang dan pengemis negara maju, padahal negeri-negeri Islam memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Kekayaan alam telah dikeruk oleh negara-negara maju dengan sistem kapitalistiknya. Padahal dalam Al Qur'an kita dilarang untuk minta bantuan kepada kaum zalim penjajah itu. " Dan janganlah kamu cenderung (minta bantuan) kepada orang-orang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api jahanam. Dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong selain Allah SWT, sehingga kamu tidak akan diberi pertolongan/kemenangan (atas musuh-musuh kalian) (QS. Huud : 113).

Kompetensi Global bagi Lulusan Pesantren
Gordon Dryden dan Dr. Jeannette Vos dalam The Learning Revolution mengidentifikasi 16 kecenderungan utama yang akan membentuk dunia di masa datang. Keenembelas kecenderungan tersebut adalah :

(1) Adanya zaman komunikasi instant.
(2) Dunia tanpa batas ekonomi.
(3) Empat lompatan menuju ekonomi dunia-tunggal.
(4) perdagangan dan pembelajaran melalui internet.
(5) Masyarakat layanan baru.
(6) Penyatuan yang besar dengan yang kecil.
(7) Adanya era baru kesenangan.
(8) Perubahan bentuk kerja.
(9) perempuan sebagai pemimpin.
(10) Penemuan terbaru tentang otak yang mengagumkan.
(11) Nasionalisme budaya.
(12) Kelas bawah yang semakin besar.
(13) Semakin besarnya jumlah manusia.
(14) Ledakan praktek mandiri.
(15) Perusahaan kooperatif dan
(16) adanya kemenangan individu.

Karenanya, sebagai calon generasi muslim penerus, lulusan pesantren/madrasah harus menyadari bahwa fenomena perkembangan kekinian tidak akan pernah bisa dibendung. Kita hanya bisa menandingi atau akan terlindas oleh roda perubahan. Perubahan adalah sebuah keniscayaan dan akan terus menggelinding sampai waktu yang tidak bisa ditebak. Yang menjadi persoalan adalah apakah kita memiliki peran utama dalam perubahan ini atau tidak. Atau bahkan kita hanya menjadi penonton. Apakah generasi penerus yang dilahirkan dari pesantren/madrasah ini akan menjadi pengendali perubahan (agent of change) peradaban dunia ini atau tidak, itu sangat bergantung kepada kita hari ini. Apakah kita mau merevolusi diri atau berdiam diri sambil bernostalgia dengan masa lalu. Bernostalgia dan berkhayal tidak akan pernah memberikan kontribusi apapun dalam pusaran perubahan dunia ini. Kita harus punya peran dan siap fight (tentunya harus menang). Saatnya pesanten memperkuat barisan yang kuat, baik secara konseptual maupun secara personal (baca : sistem dan SDM).
Untuk itu sebagai generasi penerus, para lulusan pesantren/madrasah harus meningkatkan kompetensi dalam rangka menghadapi dan mengendalikan perubahan masa depan. Setidaknya ada 10 kompetensi terkait dengan tuntutan dunia global hari ini.
1. Kompetensi lingkungan, yaitu kemampuan memahami lingkungan internasional, atau minimal kondisi negara di mana kita tinggal.
2. Kompetensi analitik, yaitu kemampuan untuk menganalisis peluang-peluang untuk diberdayakan demi kemajuan diri dan umat.
3. Kompetensi strategik, yaitu kemampuan menyusun dan mengembangkan strategik didasarkan analisa ke depan dan belakang (backward and forward linkages).
4. Kompetensi fungsional, yaitu kemampuan untuk merancang program dalam mengantisipasi setiap peluang dan perubahan yang mungkin terjadi.
5. Kompetensi manajerial, yaitu kemampuan untuk mengelola setiap kegiatan yang diarahkan pada peningkatan kualitas diri dan umat.
6. Kompetensi profesi, yaitu kemampuan menguasai keterampilan secara professional atau keahlian pada suatu bidang tertentu.
7. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan dan beradaptasi dengan suasana baru dalam setiap perubahan.
8. Kompetensi intelektual, yaitu kemampuan untuk mengembangkan intelektualitas dan daya nalar, yang sangat dibutuhkan agar mampu membangun konsepsi demi tegaknya sebuah peradaban.
9. Kompetensi individu, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan menggunakan keunggulan yang dimilikinya, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan tehnlogi, atau keunggulan dalam bidang yang lain.
10. Kompetensi perilaku, yaitu kemampuan untuk bersikap baik dalam setiap prilaku sesuai ajaran Islam.

Kompetensi ini menjadi sangat penting sebab sistem yang baik tapi jika tidak diiringi dengan kualitas yang baik pula, maka akan menjadi kesia-siaan. Kehebatan sistem normatif yang tertulis dalam Al Qur'an ditunjang dengan kualitas SDM Rasulullah telah melahirkan sinergitas yang maha dahsyat. Begitulah idealnya. Islam telah sempurna dan final. Namun SDM umat Islam sebagai penerus yang belum berkualitas. Untuk itu kitalah orang-orang yang bertanggungjawab mencetak para generasi berkulitas melalui pendidikan Islam di madrasah atau pesantren, atau lebih khusus melalui pendidikan agama dan keagamaan ini.

Islamisasi Saint sebagai Alternatif Solusi
Posisi PP No 55 Tahun 2007 dalam konteks keprihatinan rendahnya kualitas lulusan madrasah sesungguhnya belum bisa menjawab cita-cita ideal yang hendaknya dicapai oleh pesantren/madrasah yakni melahirkan generasi ilmuwan yang ulama. Pendidikan agama dan keagamaan mestinya menjadi sebuah ruh yang terinternalisasi dan terintegrasi dalam mata pelajaran saint di pesantren/madrasah. Lebih tepatnya mesti ada langkah islamisasi saint. Tidak mudah memang, merumuskan konsepsi islamisasi saint. Namun demikian ini bukanlah hal yang mustahil. Tinggal kita mau apa tidak. Setiap kemauan yang kuat, maka akan ditemukan jalan keluarnya. Sebab dengan islamisasi saint akan terintegrasi antara iptek dan imtaq yang kemudian akan melahirkan generasi ulama yang ilmuwan atau ilmuwan yang ulama.
Dalam bidang keilmuwan diperlukan sebuah langkah-langkah islamisasi ilmu pengetahuan yang menyeluruh. Sebab ilmu pengetahuan yang akan menjadi landasan berfikir para siswa pesantren/madrasah yang nota bene sebagai seorang muslim. Setidaknya ada lima agenda besar dalam islamisasi ilmu pengetahuan ini. Pertama, penguasaan disiplin ilmu modern. Kedua, penguasaan warisan ilmu pengetahuan Islam. Ketiga, menentukan relevansi Islam dengan setiap bidang ilmu pengetahuan modern. Keempat, mencari sintesis-kreatif antara warisan ilmu pengetahuan Islam dengan ilmu pengetahuan modern. Kelima, memberikan arah bagi pemikiran Islam ke jalan yang sesuai dengan petunjuk Allah SWT.
Adapun langkah-langkah penting dalam rangka islamisasi ilmu pengetahuan menurut Al Faruqi setidaknya ada 12 langkah :
1. Menguasai dan ahli dalam disiplin ilmu pengetahuan modern : penguraian kategori, prinsip, metodologi dan tema.
2. Tinjauan disiplin ilmu pengetahuan baik yang terkait dengan asal-usul, perkembangannya, metodologinya, serta keluasan visinya yang kemudian disepakati identitas, sejarah, tipologi dan obyek yang akan diislamisasikan.
3. Menguasai warisan Islam, sebagai titik tolak ontologi dengan cara menerbitkan sebagai rujukan.
4. Menguasai warisan Islam sebagai tahap analisis agar jelas dalam upaya menggali visi Islam yang telah digagas oleh para pendahulu menjadi aturan-aturan praktis.
5. Penentuan penyesuaian Islam yang khusus terhadap disiplin-disiplin ilmu pengetahuan. Dengan demikian akan terlihat seberapa besar sumbangan Islam terhadap ilmu pengetahuan modern dan perlu dilakukan pelengkapan jika ada yang belum tersentuh.
6. Penilaian kritis terhadap disiplin ilmu pengetahuan modern, hakekat dan kedudukannya saat ini.
7. Penilaian kritis terhadap warisan intelektual ilmuwan Islam dalam perkembangan saat ini.
8. Kajian masalah utama umat Islam yang sedang tertidur panjang ini. Sehingga dari seluruh bidang kehidupan (ipoleksosbudhankam) umat Islam terpuruk.
9. Kajian yang dihadapi umat manusia mengingat Islam adalah rahmatan lil'alamin. Artinya penerapan Islam adalah amanah untuk kebaikan jagat raya seluruhnya.
10. Analisis kreatif dan sintesis untuk membuat lompatan kreatif pemikiran Islam. Suatu metode baru harus dilahirkan oleh Islam sebagai antitesis peradaban barat yang destruktif untuk membangun kembali kemuliaan peradaban berdasarkan aqidah Islam.
11. Membentuk kembali disiplin ilmu modern dalam kerangkan kerja Islam isalnya berupa buku teks pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi.
12. Pendistribusian ilmu yang telah diislamisasi kepada semua kalangan.

Acara raker pesantren hari ini adalah bagian penting dari proses dan langkah kecil dari 'proyek raksasa' islamisasi saint ini. Karenanya hendaknya kita sebagai generasi penerus umat untuk terus memupuk optimisme dalam rangka membangun kualitas diri agar kelak bisa memberikan kontribusi konstruktif bagi kemajuan umat Islam di masa mendatang. Saatnya umat Islam mandiri, dan tidak lagi bergantung kepada orang lain. Amien Rais pernah mengatakan bahwa kita ini adalah cucu-cucu dari Panglima Polim, Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegoro dan Mohammad Natsir (pen). Mereka adalah singa-singa bermental baja yang berani menetang dan melawan kaum penjajah. Saat ini kita bermental kerdil, terjajah seperti kelinci. Umat telah turun-temurun terjajah, sehingga akan memberikan pengaruh psikologi sebagai orang terjajah yang tidak peka. Tatkala melihat transfer sumber daya alam ke asing, masyarakat hanya pringas-pringis. Kini kemandirian itu telah hilang. Anehnya masyarakat Indonesia tidak sadar jika dirinya sedang dijajah. Islamisasi saint adalah langkah awal dari refleksi kemandirian itu.
Merespons dan menindaklanjuti PP no 55 tahun 2007 dengan langkah-langkah islamisasi saint bukan pekerjaan ringan. Sebab sampai hari ini belum tercatat negara muslim yang telah berhasil melakukannya dengan baik. Belum didapatkan konsepsi yang integral tentang islamisasi saint ini. Al Faruqi telah meletakkan dasar epistimologi, tinggal bagaimana kita menjabarkan dalam ranah aksiologi. Pesantren/madrasah bekerja sama dengan pemerintah dalam hal ini mesti menjadi pelopor 'proyek raksasa' ini.

Saatnya Pesantren jadi Pelopor
Sebuah pepatah Arab mengatakan bahwa barang siapa tahu akan jauhnya perjalanan, maka bersiaplah dengan bekalnya. Pepatah ni sangat tepat jika dianalogkan dengan perjuangan kita di pesantren ini, demi kemajuan umat dan agama. Beratnya tantangan masa depan, beratnya godaan dan tingginya persaingan mengharuskan kita untuk menyiapkan bekal yang cukup. Sebab perjalanan ini begitu panjang, perjalanan perjuangan tak berujung. Hanya kematian yang mampu menghentikan langkah-langkah perjuangan kita.
Oleh karenanya melalui raker yang kita gagas hari ini, semoga dapat menyegarkan kembali niat tulus kita untuk berbakti kepada Allah dengan cara memperjuangkan agamaNya melalui lembaga pesantren darul Muttaqien ini. saatnya Darul Muttaqien menjadi pelopor kebangkitan pesantren di Indonesia. Saatnya kita meneguhkan ulang visi misi yang kita canangkan. Saatnya kita menyatukan langkah dan pemahaman untuk memajukan Darul Muttaqien agar lebih baik. Bagaimana mungkin pesantren ini akan maju jika paradigma berfikir kita tentang visi dan paradigma pendidikan pesantren berbeda-beda satu dengan yang lain. Apalagi jika visi dan misi lembaga tidak dipahami dengan baik dan benar. Entah apa jadinya nasib Darul Muttaqien di masa mendatang. Kini maju mundurnya Darul Muttaqien ada di pundak kita semua. Ini adalah amanah besar yang haurs kita jalankan. Pertanggungjwaban kita bukan dihadapan manusia, melainkan langsung dihadapan Allah kelak. Semoga kita termasuk orang-orang pilihan yang amanah.
Pada intinya semoga raker kali ini kita mampu merevitalisasi visi yang telah ada dan merekonsiliasi paradigma berfikir kita agar memiliki pemahaman yang sama untuk kemudian melahirkan kemajuan lembaga di masa mendatang. Itulah sebabnya kenapa tema raker kali ini adalah Merancang Esisiensi organisasi untuk Darul Muttaqien yang lebih baik.

Paradigma Perubahan : Merancang Efisiensi
Tahun ini diharapkan akan muncul ide-ide baru yang cemerlang demi kemajuan lembaga ke depan. Hal ini penting karena tantangan lembaga pendidikan Islam bukan tambah ringan, melainkan semakin berat. Karena secara organisatoris diperlukan juga sebuah kepengurusan yang lebih efektif dan efisien. Birokrasi organisasi tidak terlalu panjang, ramping tapi efektif untuk mencapai sasaran. Konsekuensinya akan ada penambahan program kerja di tingkat lini, seperti para kepala sekolah dan kepala bagian. Sebab menghilangkan biro dalam struktur akan sangat berpengaruh pada mekanisme organisasi dan perubahan pola kerja kepala sekolah dan kepala bagian yang notabene sebelumnya ada dalam kordinasi biro. Begitupun dengan dihilangkannya lembaga litbang, maka otomatis kerja pengembangan program dan SDM guru sepenuhnya akan menjadi tanggungjawab dan program kerja para kepala sekolah.
Kebijakan ini merupakan evaluasi selama enam tahun kebelakang. Kelebihan dari kebijakan ini adalah adanya peluang kewenangan yang lebih besar diberikan kepada kepala sekolah dan para kepala bagian. Begitupun kewenangan bagian keuangan yang otomatis akan menjadi pengendali sepenuhnya keuangan lembaga, yang sebelumnya dibawah koordinasi biro administrasi umum. Dengan demikian keuangan otomatis menjadi bendahara lembaga, tanpa mengubah sistem keuangan yang sentralistik. Begitupun sekretaris pimpinan merangkap menjadi sekretaris lembaga yang memiliki kewenangan di tingkat manajemen organisasi. Tentunya kewenangan keuangan dan sekretaris tetap dalam koridor aturan lembaga dan dibawah kebijakan pimpinan pesantren.
Memaknai kurikulum terpadu dalam perspektif perubahan organisasi pada prinsipnya diberikan kewenangannya kepada para kepala sekolah untuk merancang ulang atau merevitalisasi sesuai visi misi setiap lini pendidikan baik TMI, SMPIT, SDIT, RA maupun diniyah. Pada dasarnya makna dari kurikulum terpadu adalah kesatuan sistemik dalam semua proses pembelajaran dan kegiatan kependidikan. Tidak ada satu kegiatanpun di pesantren ini yang terpisah, satu sama lain saling terikat dan saling melengkapi/ menunjang. Adapun bidang-bidang non pendidikan yang dikomandoi oleh para kelapa bagian merupakan daya dukung utama yang akan mempercepat proses terwujudnya visi misi lembaga yang telah dicanangkan bersama. Karenanya tidak ada yang tidak penting di pesantren ini. Semuanya penting dan saling melengkapi dan mendukung.
Karenanya perubahan organisasi ini menuntut kepala sekolah dan kepala bagian untuk lebih fokus pada tingkat manajerial dan konseptual. Adapun wakasek dan kepala-kepala lini fokus pada tataran teknis operasional. Kepala sekolah, kepala pengasuhan dan kepala bagian sebagai manajer harus memberikan kerangka kerja yang jelas dan sistemik berupa kebijakan-kebijakan yang mendorong bawahan untuk selalu bergerak. Para pimpinan juga harus selalu fokus pada pengembangan konseptual untuk lembaga yang lebih maju dan berkualitas di masa mendatang. Agar terukur, maka semua proses pengembangan harus dilaporkan untuk dievaluasi setiap triwulan oleh pimpinan pesantren. Dengan demikian organisasi akan tampak lebih efisien dan terukur.
Efisiensi organisasi juga bisa diindikasikan dengan kondusifnya komunikasi organisasi internal bagian maupun lintas bagian. Rapat dan pertemuan-pertemuan setiaqp bagian harus dilakukan semaksimal mungkin hingga tercipta budaya kerja yang kondusif. Budaya kerja yang kondusif akan meningkatkan sikap positif, produktif dan kontributif. Ketiga sikap ini akan berbanding lurus dengan kemajuan dan kualitas lembaga.
Perubahan struktur organisasi dalam konteks ini jangan menjadi alasan baru dalam penurunan kinerja, mestinya justru menjadi motivasi baru dalam mengeksplor potensi diri agar lebih berkembang dan maju. Karenanya setelah ditetapkan struktur baru, semua pejabat struktural harus segera melakukan langkah-langkah manajerial strategis berupa perencanaan dan pengorganisasian. Visi misi lembaga dan bagian harus segera disosialisasikan kembali kepada semua anggota organisasi. Termasuk mensosialisasikan perubahan organisasi yang ada. Para pimpinan harus segera membentuk struktur kepengurusan yang baru dan mendata semua kondisi bagian sebagai laporan awal kepada pimpinan pesantren.
Efisiensi pada dasarnya adalah langkah rasionalisasi organisasi dalam rangka mencapai visi lembaga secara lebih simpel. Karenanya diperlukan fokus yang tinggi dari setiap kelapa bagian baik akademik maupun non akademik. Bagian pengasuhan mestinya menjadi pengasuh yang memiliki fokus kerja di pengasuhan. Sebab program keasramaan merupakan ujung tombak lembaga pendidikan model pesantren. Pengasuhan harus mulai menata manajemennya dengan profesional dengan SDM pengelola yang berkualitas dan terlatih. Karenanya seorang kepala pengasuhan kedudukannya sama dengan kepala sekolah, hanya beda ranah kerja. Oleh karenanya efisiensi menuntut pengasuhan untuk tidak banyak mengajar di kelas apalagi rangkap jabatan wali kelas, ini tidak akan efisien dan tidak akan mencapai titik optimal kinerja. Secara filosofis sebenarnya pengasuhan itu mewakili bagian wakasek bidang kesiswaan mengingat pengasuhan menangani kegiatan ekstrakulikuler siswa. Jika pengasuhan optimal kinerjanya dan fokus, maka wakasek kesiswaan bisa saja dihapuskan. Jikapun harus mengajar, pengasuhan mungkin hanya dua hari mengajar, selanjutnya harus fokus mengurus keasramaan. Begitu juga kepala sekolah harus fokus pada manajemen sekolah, tidak boleh rangkap jabatan dengan wali kelas atau wakasek misalnya. Sekali lagi efisiensi menuntut fokus. Hal ini berlaku juga untuk bagian-bagian lain seperti keuangan, humas, sekretaris dan bagian-bagian lainnya. Mereka harus fokus pada tugas masing-masing. Rangkap jabatan hanya bisa dilakukan jika sangat darurat dan tidak tumpang tindih hak dan kewajiban.
Adapun bagian penilik dalam perspektif perubahan organisasi Darul Muttaqien adalah sebagai mitra strategis bagai sekolah untuk menggagas program-program inovatif demi kemajuan lembaga di masa mendatang. Adapun bagian humas dan kerja sama juga merupakan mitra strategis bagi lembaga keseluruhan agar tercipta jejaring yang lebih baik dibawah kordinasi sekretariat. Jejaring yang kuat akan menjadi promosi gratis yang sangat efisien. Karenanya, bagian humas dan kerjasama harus menjalin komunikasi dengan seluruh elemen lembaga (stake holder) seperti orang tua siswa, rekanan bisnis, alumni, pemerintah, masyarakat, tokoh-tokoh, lembaga-lembaga pendidikan, lembaga-lembaga ekonomi dan sosial, dan lain sebagainya. Penilik dan humas akan menjadi mitra sinergi bagi sekolah dan bagian lain.

Setia pada Visi
Salah satu cara untuk membangun efisiensi kinerja organisasi adalah kesetiaan anggota organisasi pada visi lembaga yang telah ditetapkan bersama. Sebab seringkali ketidakefisienan proses dan kinerja organisasi adalah jika aktivitas itu tidak dilandaskan oleh visi yang ada. Bagaimana bisa dikatakan efisien jika visi menyuruh ke barat sedangkan para anggota malah berjalan ke timur. Mungkin satu saat akan sampai juga pada titik visi, nemun membutuhkan waktu yang terlalu panjang alias tidak efisien.
Membangun efisiensi juga bisa diwujudkan sebuah sinergitas antar bagian dalam organisasi itu. Antar organisasi saling bekerja sama, bukan malah saling menjatuhkan. Antar bagian sesungguhnya adalah potensi dan kekuatan. Dengan membangun kerja sama antar bagian berarti organisasi tersebut telah menghimpun kekuatan internal demi tercapainya visi lembaga lebih cepat. Bagaimana mungkin sebuah partai akan menang jika di dalam tubuhnya terjadi perpecahan antar anggota organisasi.
Dalam sebuah organisasi tentu ada konflik dan resistensi. Ini adalah hal yang wajar. Dalam literatur ilmu perang kuno Sun Tzu (500 BC) kita belajar bahwa untuk memenangkan sebuah peperangan "know the situation, know the circumstances", yakni kenali dirimu, kenali musuhmu, dan lihatlah situasi. Kita hanya akan bisa menyusun strategi dan menag, saat kita jelas betul apa yang kita perjuangkan, tahu luar dalam kekuatansekaligus kelemahan yang kita miliki. Sebaliknya, bagaiman kita bisa menag jika kita tidak paham apa kesamaan dan perbedaan kita dengan lawan, serta kelemahan dan kekuatan.
Filosofi Sun Tzu juga mengatakan bahwa," the supreme art of war is to subdue the enemy without fighting". Kemenangan terbesar bukanlah keberhasilan menaklukkan, tetapi mengelola konflik untuk menciptakan suasana yang lebih baik bagi keseluruhan humanitas. Karenanya kepemimpinan yang bijak akan mengelola konflik menjadi satu kekuatan tersendiri untuk mewujudkan kemajuan lembaga. Tidak mudah memang. Tapi yang pasti pola kepemimpinan dalam menangani konflik akan menjadikan faktor efisiensi organisasi juga. .


Penutup
Pekerjaan besar hanya akan bisa dilakukan oleh orang-orang besar. Orang besar adalah orang yang selalu bersungguh-sungguh mengubah dirinya menjadi lebih baik. Dia bersabar dan dan tidak mudah putus asa. Semoga kita semua termasuk generasi terbaik pilihan Allah. Semoga dari usaha kita hari ini terlahir generasi Islam terbaik yang akan mewarnai dunia dengan cahaya peradaban Islam yang agung. Melalui pesantren/madrasah inilah kita akan memulai. Dari pendidikan agama dan keagamaan inilah kita akan bertolak. Dengan konsepsi islamisasi saint inilah kita melangkah. Seribu meter perjalanan harus dimulai dengan satu langkah kedepan. Siapa lagi kalau bukan kita dan kapan lagi kalau bukan sekarang. Selamat berfikir, semoga Allah meridhai usaha kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Zainal Abidin. 1974. Negara Adil Makmur Menurut Ibnu Siena, Jakarta : Bulan Bintang.
Albrecht, Karl. 1983. Pengembangan Organisasi : Pendekatan system yang menyeluruh untuk Mencapai Perubahan Positif dan dalam setiap Organisasi Usaha, Bandung : Penerbit Angkasa
Alma, Buchori. 2003. Pemasaran Stratejik Jasa Pendidikan. Bandung : Penerbit Alfabeta
Amin, Mahrus. 2008. Dakwah melalui Pondok Pesantren : Pengalaman Merintis dan Memimpin Darunnajah Jakarta. Jakarta : Penerbit Grup Dana.
Annabhani, Taqiuddin. 2001. Peraturan Hidup dalam Islam. Bogor : Thariqah Izzah.
Antonio, Muhammad Syafii. 2007. The Super Leader Super Manager. Jakarta : Tazkia Multimedia dan Pro LM
Arcaro, Jerome S. 2006. Pendidikan Berbasis Mutu : Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan. Jakarta : Pustaka Pelajar.
Arep, Ishak dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti.
Armush, Ahmad ratib. 2006. The Great Leader, Strategi dan Kepemimpinan Muhammad SAW. Jakarta : Embun Publising.
Azzaini, Jamil, Farid Poniman dan Indrawan Nugroho. 2006. Kubik Leadership, solusi Esensial Meraih Sukses dan Kemuliaan Hidup. Jakarta : Hikmah Zaman Baru.
Bacal, Robert. 2002. Performance Management : Memberdayakan Karyawan, meningkatkan Kinerja Melalui Umpan balik, Mengukur Kinerja. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Bennis, Warren dan Michael Mische, 1996, Organisasi Abad 21, Reinventing Melalui Reengineering, Jakarta : PT Pustaka Binamah Pressindo.
C, Nevizond. 2007. Profil Budaya Organisasi. Bandung.
DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 1999. Quantum learning : Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Jakarta : Kaifa.
Dessler, Gari. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Klaten.
Dubin, R., et.al. 1965. Leadership and Produktivity, Chandler Publising Company.
Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. 2001. Revolusi Cara Belajar. Bagian II : Sekolah Masa Depan. Jakarta : Kaifa
Effendi. R. 1990. Budaya Organisasi. Jakarta : Prisma

Feinberg, Mortimer R, Robert Tanofsky dan John J Tarrant, 1996, Psikologi Manajemen, Jakarta : Mitra Utama
Handoko, T Hani. 1985. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Yogyakarta : Liberty.
Hafidhuddin, Didin. 2006. Agar layer Tetap Terkembang, Upaya Menyelamatkan Umat. Jakarta : Gema Insani Press.
Hasibuan, Malayu SP. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia : Edisi Revisi. Jakarta : Bumi Aksara
Hubeis, Musa. 2005. Manajemen Kreatifitas dan Inovasi dalam Bisnis. Jakarta : Hecca Publising.
Hesselbein, Frances. Et al (editor). 2001. The Organization of the Future. Jakarta : Alex Madia Komputindo.
Iqbal, Muhammad. 1966. Membangun Kembali Pemikiran Agama dalam Islam. Jakarta : Tintamas.
Kasali, Rhenald. 2005. Change. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Luth, Thohir. 1999. Mohammad Natsir, Dakwah dan Pemikirannya. Jakarta : Gema Insani Press.
Meier, Dave. 2002. The Accelerated Learning : Handbook, Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Jakarta : Kaifa.
Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Ndraha, Taliziduhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
Poerwanto. 2008. Budaya Perusahaan. Jakarta : Pustaka Pelajar.
Poster, Cyril. 2000. Gerakan Menciptakan Sekolah Unggulan. Jakarta : Lembaga Adidaya Indonesia.
Purwanto, Agus Joko, et.al. 2000. Teori Organisasi. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Rahman, Jamal Abdur. 2005. Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah SAW. Bandung : Irsyad Baitus Salam.
Robbins, Stephen P, 2003, Perilaku Organisasi : edisi kesepuluh. Jakarta : Indeks
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran : untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Jakarta : Alfabeta.
Sallies, Edward. 2006. Total Quality Management in Education : Manajemen Mutu Pendidikan. Jakarta : IRCiSoD

Shaleh, Abdul Rahman. 2003. Psikologi Organisasi : Bagian Pertama bahan Ajar. Jakarta : Fakultas Tarbiyah dan Kependidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sukarta, Mad Rodja. 2008. Catatan untuk Para Pejuang : Sebuah Refleksi tentang Pemikiran Pendidikan dan Keagamaan. Bogor : Darul Muttaqien Grafika Press.
Sukmalana, Soelaiman, 2006, Perilaku Organisasi : Modul Kuliah, Program Pascasarjana Program Studi Magister Manajemen.
------------------, 2007. Manajemen Kinerja : Langkah Efektif untuk Membangun, Mengendalikan, dan Evaluasi Kerja. Jakarta : PT. Intermedia Personalia Utama.
-----------------, 2007. Manajemen Strategi dan Kebijakan Bisnis : untuk Mencapai Keunggulan Bersaing. Jakarta : PT. Intermedia Personalia Utama.
Tjakraatmadja, Jann Hidayat dan Donald Crestofel Lantu. 2006. Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajar. Jakarta : School of Bussiness and` Management Institut Teknologi Bandung.
Luthan, F, 1995. Organizational Behavior, Sevent Edition, Mc. Graw- Hill International Editioan.
Tika, Mohammad Pabundu. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta : Bumi Aksara.
Tilaar, HAR. 1994. Manajemen Pendidikan Nasional : kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Uwes, Sanusi. 1999. Manajemen Pengembangan Mutu Dosen. Jakarta : Logos.
Zarkasyi, Abdullah Syukri. 2005. Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Jakarta : Rajawali Press.
Zarkasyi, Imam. 1975. Materi Khutbatul ‘Arsy. Gontor : Darussalam Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar