Minggu, 27 Juni 2010

Islamisasi Sains

ISLAMISASI SAINS

Oleh : Ahmad Assastra


Abstrak
Implementasi epistemologi Islam di Indonesia sejatinya telah mengalami disorientasi dan distorsi dari konsepsi yang telah digariskan oleh Al Qur’an dan Al Hadist serta konteks kesejarahan zaman Rasulullah. Zaman keemasan peradaban Islam tidak bisa dilepaskan dari implikasi diterapkannya pandangan hidup Islam (Islamic Worldview) oleh Rasulullah dan zaman setelahnya. Islam sebagai sebuah sistem dan peradaban telah memiliki rujukan ontologis, epistimologis dan aksiologis yang jelas yakni Al Qur’an dan Rasulullah. Namun semenjak Islam tak lagi memiliki hegemoni kepemimpinan peradaban dunia karena keruntuhan kekhilafahan Turki Ustmani dan adanya perang salib, maka runtuh pula sistem dan peradaban hingga berimplikasi terhadap kebangkrutan literatur dan kemunduran di segala bidang termasuk sains Islam. Kebangkitan dunia Barat hari ini adalah hasil transformasi keilmuwan Islam kepada mereka melalui sebuah konspirasi jahat. Mereka kemudian melakukan berbagai penetrasi dan penyerangan yang bersifat paradigmatik, politis, metodologis dan Psikologis dengan muatan liberal sekuler di dunia Islam. Dari sinilah malapetaka demi malapetaka di dunia Islam terus berlangsung hingga kini. Islam dan umat Islam secara konseptual adalah agama yang benar dan umat yang terbaik. Namun kini seluruh dunia Islam mengalami keterpurukan hingga titik nadhir, termasuk di Indonesia. Islamisasi sains adalah salah satu ranah yang strategis untuk membangkitkan ulang dan menggapai ulang kejayaan yang telah hilang. Diperlukan solusi yang komprehensif yang meliputi rekontruksi paradigmatik, politis, metodologis dan psikologis hingga mampu menghasilkan para ilmuwan ulama seperti dulu. Akhirnya peradaban Islam bisa terwujud lagi menjadi peradaban dunia. Mungkin dari Indonesia kita akan mulai proyek mulia ini.

Kata kunci : Genealogi, rekontruksi, paradigmatik, sistemik, filsafat, peradaban, liberalisme, sekulerisme, islamisasi sains, dan kebangkitan.

GENEALOGI ISLAMISASI SAINS
Jika ditelusuri asal usul dan silsilah (genealogi) gerakan Islamisasi, maka akan kita dapatkan fakta bahwa gerakan islamisasi di mulai sejak Muhammad SAW diutus untuk menjadi Rasul dan mulai melakukan gerakan kajian keilmuwan dan dakwah individu maupun sosial. Bahkan seluruh Nabi dan Rasul diutus Allah untuk melakukan gerakan ‘islamisasi’ ini. Itulah sebabnya setiap Rasul diutus oleh Allah selalu dihadapkan dengan kondisi sosial masyarakat yang penuh kezaliman, kemaksiatan dan kerusakan. Rasulullah Muhammad SAW sendiri diutus Allah ketika kondisi sosial bangsa Arab mencapai titik kulminasi kerusakan. Mindset dan sistem hidup (worldview) bangsa arab saat itu telah jauh dari ajaran dan wahyu illahi. Kondisi ini sering disebut dengan istilah jahiliyah.
Ayat pertama yang diturunkan Allah juga sangat berkaitan dengan keilmuwan
                        
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al Alaq : 1-5)

Prof. Dr. Muhammad Rawwas Qol’ahji menggambarkan kondisi bangsa Arab pra Islam dalam bukunya Sirah Nabawiyah, Sisi Politis Perjuangan Rasulullah saw dengan adanya berbagai bentuk kezaliman yang tiada tara. Setidaknya menurut dia, ada lima kezaliman yang terjadi di Arab pra Islam. Kelimanya adalah kezaliman politik , kezaliman sosial , kezaliman ekonomi , kesesatan aqidah , kesesatan pemikiran dan kezaliman jiwa .
Kondisi jahiliah yang sangat buruk dan mencapai titik kulminasi berbagai bentuk kezaliman ini sebagai representasi dari jauhnya mereka dengan ajaran-ajaran wahyu Allah. Kebodohan pemikiran, kesesatan aqidah dan system hidup yang destruktif telah menjerumuskan bangsa Arab pra Islam layak disebut sebagai bangsa paling tidak beradab dalam sejarah kemanusiaan. Dalam titik kulminasi inilah Rasulullah Muhammad saw diutus untuk membongkar kebrobrokan sistem jahiliyah sampai akar-akarnya dengan membawa ajaran yang sama sekali baru yakni Islam. Karena tantangan islamisasi yang sangat berat, maka Allah telah mengutus Rasulnya yang terbaik. Nabi Muhammad SAW adalah Rasul yang memiliki nasab yang terhormat , dari keturunan dua orang yang disembelih , dan yang telah dibelah dadanya untuk dibersihkan dari keburukan oleh malaikat .
Sejak mendapatkan perintah untuk berdakwah, maka Rasulullah mula-mula melakukan gerakan islamisasi kepada orang-orang jahiliah. Ketika Rasulullah diutus itulah beliau kemudian melakukan gerakan islamisasi pemikiran kepada manusia melalui dakwah yang penuh kasih sayang dan kelembutan. Proses islamisasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada manusia saat itu agar mengubah keyakinan jahiliyah yang selama ini dianut. Dengan berbagai uslub (cara) Rasulullah secara terus menerus memberikan pencerahan ajaran Islam kepada umat yang tersesat saat itu. Kadang dengan menyeru, dialog, taklim, debat, keteladanan perilaku dan diskusi.
Ada banyak ayat dan hadist yang berkaitan dengan dakwah sebagai proses islamisasi. Diantaranya adalah :
             •     •       
“ Serulah manusia ke jalan Rabbmu (Allah) dengan jalan hikmah (hujjah) dan nasehat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (QS. An Nahl : 125)

              •         •    

“ Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagaian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah dan sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”. (QS Ataubah : 71)

             
Dan siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang-orang yang menyeru kepada Allah (dakwah), mengerjakan amal shaleh dan berkata sesungguhnya aku ini termasuk orang-orang yang muslim. (QS Fushilat : 33)

Terkait rujukan hadist Rasulullah pernah bersabda,” Demi zat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh kalian memiliki dua pilhan, yaitu) benar-benar memerintah berbuat ma’ruf (amar ma’ruf) dan melarang berbuat mungkar (nahi mungkar), ataukah Allah akan mendatangkan siksa dari sisinya yang akan menimpa kalian. Kemudian setelah itu kalian berdoa, maka doa itu tidak akan dikabulkan” (HR. Tirmidzi)
Proses internalisasi pemahaman ajaran Islam yang dilakukan oleh Rasulullah inilah yang kemudian menjadi cikal bakal proses islamisasi. Tujuan paling prinsip dari proses islamisasi yang dilakukan Rasulullah adalah untuk mengarahkan manusia kepada jalan Islam hingga mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam. Dengan makna yang lain islamisasi pada prinsipnya adalah gerakan untuk mengislamkan segala pemikiran, aqidah dan sistem hidup yang menyimpang.
Gerakan pencerahan dan perubahan pemikiran, perilaku, dan sistem hidup dari jahiliah yang sesat dan menyesatkan karena penuh kegelapan menuju cahaya Islam melalui dakwah bil lisan dan bil hal yang dilakukan Rasulullah inilah yang sesungguhnya menjadi cikal bakal (genealogi) gerakan Islamisasi. Faktanya banyak diantara orang-orang jahiliah yang sebelum datang Islam adalah orang-orang sesat dan jahat akhirnya menjadi manusia-manusia mulia dan penuh petunjuk.
Gerakan Islamisasi yang dilakukan Rasulullah inilah yang kelak menjadi faktor utama lahirnya para generasi terbaik sepanjang sejarah peradaban dunia. Abu Bakar Shidiq, Umat bin Khaththab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib adalah sebagian kecil sahabat dan anak didik Rasulullah yang telah meletakkan pondasi bagi kegemilangan peradaban Islam di masa berikutnya. Pemikiran, pandangan hidup, dan aqidah mereka telah diislamkan oleh Rasulullah. Mereka dengan gemilang telah memahat sistem dan peradaban Islam sebagai pondasi kejayaan Islam yang mampu mendominasi dunia selama berabad-abad . Kejayaan Islam saat itu telah menjadi cahaya yang memancarkan energi positif bagi kebaikan dunia dengan berbagai karya keilmuwan para ulama cendikiawan atau ilmuwan muslim yang kemudian menjadi rujukan utama bagi kemajuan iptek di dunia Barat. Ini adalah fakta sejarah yang didasarkan oleh pengakuan para ilmuwan Barat sendiri bahwa Islam adalah penyumbang utama bagi kemajuan peradaban Barat.
Islamisasi dalam konteks kesejarahan Rasulullah didasarkan pada fakta sosial yang melanda kaum Arab yang dibelenggu oleh pandangan hidup jahiliah. Dengan demikian wajib bagi Rasulullah untuk melakukan gerakan Islamisasi (dakwah) untuk mengubah lingkungan yang penuh kegelapan menuju pancaran cahaya Islam. Sebab dakwah memang tugas utama kenabian.
Kini umat Islam yang secara konsepsi al Qur’an adalah umat terbaik, justru secara empirik tengah dalam kondisi terpuruk dari segala sisi hidupnya. Umat Islam tak lagi berada dalam kejayaan dan persatuan. Umat Islam kini terpecah-pecah dalam ragam perbedaan yang sangat fundamental. Pemikiran, aqidah, pandangan hidup dan sistem hidup umat Islam kini sama dengan zaman jahiliah. Inilah yang sering disebut dengan istilah jahiliah modern. Serangan para kafir Barat dengan berbagai cara telah dengan telak melumpuhkan umat Islam. Umat Islam yang dahulu gagah kini menjadi seorang pesakitan yang lumpuh. Umat Islam yang dulu memimpin peradaban, kini menjadi pembebek dungu yang mudah dibohongi dan diadu domba.
Menurut Taqiuddin An Nabhani, dunia Islam kini berada dalam kekacauan epistimologi dan kemunduran pemikiran juga masih terus merasakan pedihnya keterbelakangan dan berbagai gonjangan. Faktor penyebab utama kemunduran umat Islam kini adalah lemahnya pemahaman umat terhadap Islam yang amat parah, yang merasuk kedalam pikiran kaum muslimin secara tiba-tiba. Bahkan ilmuwan Barat Gregory Bateson mengatakan, ” Sudah jelas bagi banyak orang bahwa banyak bahaya mengerikan telah tumbuh dari kekeliruan epistimologi Barat . mulai insektisida sampai polusi, malapetaka atomik, ataupun kemungkinan mencairnya topi es antariksa. Di atas segalanya, dorongan fantastik kita untuk menyelamatkan kehidupan-kehidupan perorangan telah menciptakan kemungkinan bahaya kelaparan dunia di masa mendatang”.
Islamisasi yang dilakukan Rasulullah saat itu, menurut Adian Husaini telah mengantarkan para sahabat nabi yang jahiliyah menjadi orang-orang berkualitas yang cinta ilmu pengetahuan dan akhlak. Sebelumnya mereka bukanlah bangsa yang diperhitungkan, namun berkat tradisi keilmuwan yanh di dasarkan oleh oleh ayat-ayat Al Qur’an, mereka menjadi para pemimpin dunia yang sangat disegani. Mereka menjelma menjadi para generasi pembelajar sejati yakni orang beriman sekaligus berilmu.
Dengan kata lain islamisasi sains yang dilakukan oleh Rasulullah telah melahirkan generasi yang senantiasa berfikir dan berzikir yang dalam istilah Al Qur’an disebut dengan istilah generasi Ulil Albab. Generasi Ulil Albab sebagai hasil dari proses pembelajaran memiliki beberapa ciri, diantaranya yang disampaikan oleh Prof. Didin Hafidhuddin dan Naquib al Atas. Dengan demikian genealogi atau sejarah Islamisasi Sains yang dilakukan oleh Rasulullah pada dasarnya adalah islamisasi epistimologi yang artinya perubahan landasan pemikiran dan cara pandang dari pemikiran jahiliah kepada landasan Al Qur’an. Dengan demikian Islam membedakan antara sains yang tidak bebas nilai dengan teknologi yang bebas nilai. Sebab dalam Al Qur’an dan Assunah bertebaran ayat-ayat yang mengajak umat untuk mencari ilmu dan ini menurut Mahdi Ghulsyani menjadi pembeda antara Islam dengan agama lain.

MAKNA ISLAMISASI SAINS
Berdasarkan perspektif genealogis diatas, maka menurut analisa penulis gerakan Islamisasi sains setidaknya memiliki sepuluh makna yang sekaligus menjadi landasan berpijak dalam proses islamisasi sekaligus menjadi filter bagi nalar para penolak islamisasi sains. Bagi para penolak islamisasi secara umum dilandaskan oleh pemahaman bahwa sains itu bebas nilai . Menurut penulis yang bebas nilai itu bukan sains melainkan teknologi sebagai hasil sains. Pandangan sains bebas nilai berakar dari pandangan Barat bukan dari Islam. Dengan demikian para pemikir muslim yang telah dirasuki pemikiran Barat telah mengalami kerancuan epitimologis. Kesepuluh makna Islamisasi sains yang dimaksud adalah :
Pertama, Porosisasi. Maksud dari makna ini adalah bahwa Islamisasi sains adalah sebuah upaya menjadikan Islam sebagai poros berfikir atau sebagai landasan epistimologi. Sebaliknya harus meninggalkan pemikiran Barat sebagai sebagai poros berfikir yang selama ini justru dilakukan oleh banyak ilmuwan muslim. Biasanya ini adalah dampak dari banyaknya sanjana muslim yang mengenyam pendidikan dari Barat. Akhirnya secara psikologis mereka butuh sebuah pengakuan eksistensi pada lingkungan yang ada, hal ini tentu berbeda dengan para sanjana alumni Timur Tengah. Faktanya banyak sarjana muslim yang bersatu dalam barisan Jaringan Islam Liberal (JIL) hampir semuanya adalah sarjana-sarjana muslim jebolan Barat. Dengan demikian makna Islamisasi sains adalah perubahan poros (sumber) pemikiran dengan menjadikan Islam dan Al Qur’an sebagai poros epistimologi. Cara pandang Islam (Islamic Worldview) mestinya menjadi landasan dalam memahami segala macam persoalan hidup, bukan sebaliknya pemikiran Barat yang menjadi acuan pemikiran. Banyak upaya kaum liberal untuk menjauhkan Islam dan Al Qur’an sebagai poros berfikir melalui berbagai pemikiran menyimpang yang berasal dari epistimologi Barat yang destruktif. Umat harus memiliki saringan ideologis untuk melacak pemikiran sesat sekaligus melakukan counter attack dan memberikan solusi yang benar. Dengan demikian Islamisasi sains menjadikan Islam atau al Qur’an sebagai pusat orbit. Semua aspek kehidupan berputar dalam orbit Al Qur’an, sebagaimana alam semesta berputar dalam satu orbit dengan penuh keteraturan. Isalmisasi dalam arti porosisasi juga mengandung arti seluruh kehidupan harus disesuaikan dengan Islam, bukan Islam disesuaikan dengan kehidupan dan perkembangan zaman.
Kedua, sterilisasi . Harus diakui pemikiran umat Islam kini telah banyak yang kerasukan virus-virus yang sangat berbahaya. Berbagai pemikiran Barat telah dengan masif diusung oleh para sarjana muslim dan disebarluaskan melalui kampus-kampus Islam seperti UIN di seluruh Indonesia. Akibatnya mahasiswa muslim yang notabene adalah para calon penegak panji-panji Islam justru berbalik arah menghujat dan menghina Islam. Lihatlah beberapa kasus pelecehan Al Qur’an yang dilakukan oleh seorang dosen di UIN Bandung, hingga mahasiswanya menulis spanduk, ”selamat datang di kampus bebas Tuhan”. Banyak motif yang menjadikan mereka kerasukan virus pemikiran, dari yang tidak sadar, sekedar mencari sesuap nasi hingga sengaja menjadi agen orang-orang kafir untuk merusak Islam. Memang ironis, para pemikir muslim yang mestinya mengusung kebangkitan Islam, justru mereka malah berusaha meruntuhkan Islam melalui kampus-kampus Islam. Karenanya tugas berat para pemikir dan akademisi muslim untuk mewujudkan kembali kampus-kampus yang islami. Mesti ada gerakan islamisasi kampus bagi kampus yang ada dan atau mendirikan kampus islami yang baru. Dalam sejarah kampus-kampus Islam pernah lahir pada zaman keemasan Islam . Setiap perjuangan membangun kebaikan akan selalu diiringi oleh orang-orang yang siap meruntuhkannya. Dan ini terjadi sejak zaman Rasulullah. Abdullah bin Ubay adalah salah satunya. Begitupun para Nabi dan Rasul yang lain, selalu dikelilingi oleh orang-orang yang merusak. Jika islamisasi Rasulullah berusaha mensterilkan pemikiran jahiliayh, maka hari ini islamisasi adalah upaya sterilisasi pemikiran umat dari bahaya pemikiran sekulerisme, liberalisme, pluralisme , demokrasi, kapitalisme, sosialisme, feminisme, nasionalisme, filsafat, gender, dan lain-lain. Semua pemikiran ini adalah sesat dan menyesatkan dan haram hukumnya umat mengadopsinya. Karenanya mesti ada upaya yang serius untuk membersihkan umat dari racun-racun pemikiran yang akan medekontruksi Islam ini. Umat harus disadarkan bahwa kita sedang berperang pemikiran (Ghozwul Fikr), karenanya harus menyiapkan senjata untuk memenangkannya.
Ketiga, rekonstruksi. Umat Islam yang telah kerasukan pemikiran sesat ibarat rumah telah rubuh tiang-tiangnya. Karenanya harus dibangun ulang. Mesti ada upaya rekontruksi pemikiran umat jika tidak ingin islam ini akan musnah. Para pemikir muslim melalui kampus-kampus dan dakwah di masyarakat harus secara masif melakukan diagnosa sedah sejauh mana kerusakan pemikiran yang dialami oleh umat. Selanjutnya mesti dibangun ulang dengan pemikiran Islam yang benar. Rekontruksi setidaknya harus melalui empat langkah strategis yakni unfreezing, refreezing, moving dan comitment. Langkah unfreezing pemikiran sesat yang telah membeku tidaklah mudah, bahkan Rasulullah menemui banyak tantangan dan permusuhan kaum Quraisy kafir. Rasulullah harus mendapatkan ancaman pembunuhan. Usaha ini juga membutuhkan waktu dan konsentrasi tinggi, serta pengorbanan yang tidak sedikit. Namun berkat kesungguhan Rasulullah, unfreezing ini berhasil secara revolusioner. Hendaknya kita mampu meneladaninya. Setidaknya ada empat aspek yang harus direkontruksi dari apa yang melanda umat kini. Pertama, Rekontruksi paradigmatik mengacu kepada pelurusan ulang serta pembersihan ulang keilmuwan Islam dari virus-virus liberalisme sekuler dengan melakukan islamisasi sains. . dengan demikian hakekat islamisasi sains adalah islamisasi paradigma. Kedua, Rekontruksi politis mengacu kepada perjuangan politik agar Islam bisa diterapkan secara sistemik oleh negara, sebagaimana telah dilakukan Rasulullah melalui penegakan daulah Islamiyah dan yang telah diperjuangkan oleh generasi Natsir dkk. Ketiga, Rekontruksi metodologis mengacu kepada pembersihan metodologi penggalian dan pengajaran ilmu dari pengaruh metodologi Barat yang destruktif, seperti metodologi hermeneutik . Keempat, rekontruksi psikologis, mengacu kepada membangun ulang kepercayaan diri umat Islam sebagai umat terbaik dan melepaskan euforia mereka terhadap bangsa Barat kafir yang justru telah menyesatkannya.
Keempat, pembaruan (tajdid). Meminjam istilah Wan Mohd Nor Wan Daud tajdid ini bisa disebut juga dengan istilah konseptualisasi yang mengacu pada upaya pemurnian (refinement). Pemurnian pada hakekatnya adalah reorientasi kepada ajaran asal dari pengadopsian pemikiran Barat. Kembali kepada ajaran asal bukan berarti harus berbentuk seperti kehidupan terdahulu pada zaman Nabi , melainkan harus dimaknai secara konseptual dan kreatif. Tajdid atau ishlah didefinisikan oleh Al Attas memiliki implikasi membebaskan. Artinya membebaskan manusia dari belenggu tradisi magis, mitologis, animistis, dan kultur kebangsaan yang bertentangan dengan Islam, pembebasan manusia dari pengaruh pemikiran yang sekuler terhadap pikiran dan bahasanya , atau pembebasan manusia dari dorongan fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak adil dalam fitrah atau hakekat kemanusiaan yang benar. Pembaruan disini bukan dimaknai sebagaimana kaum liberal memaknai, bahwa ajaran Islam telah usang dan perlu diperbarui agar sesuai dengan perkembangan zaman. Pembaruan dalam Islam bukan menolak dan atau menghapuskann pendapat lama atau konsep asalnya, melainkan merupakan rekonseptualisasi yang kreatif berdasarkan akumulasi pemikiran lama yang dijalin dalam ikatan tradisi otoritas. Pembaruan dalam arti islamisasi dengan demikian adalah membuang pemikiran sesat yang merasuki umat untuk diganti dengan pemikiran Islam yang benar. John L Esposito menganalisa pembaharuan Islam sebagai upaya islamisasi secara lebih luas.
Kelima, ideologisasi. Islam adalah sebuah ideologi dan peradaban. Islam adalah agama yang memancarkan aturan hidup di dunia dalam segala aspeknya untuk mencapai kebahagiaan hakiki. Islam bukanlah semata-mata agama ritual sebagaimana kristen, budha, dan hindu. Islam adalah agama wahyu, bukan agama sejarah (historical religion) sebagaimana kristen, budha, dan hindu. Agama lain tidak pernah memiliki aturan yang permanen tentang bagaimana mengatur aspek-aspek hidup seperti ekonomi, pendidikan, budaya, politik, pergaulan, ibadah. Aturan ini hanya ada pada Islam. Inilah yang kemudian Islam disebut sebagai sebuah ideologi. Bukan sekedar ritual melainkan juga peradaban. Untuk itu Islam mestinya dijadikan sebagai pandangan hidup dan jalan hidup bagi umat baik dalam pola fikir dan pola sikap. Islam harus dijadikan sebagai acuan mengatur individu maupun sosial, keluarga maupun negara. Islam bukan sekedar agama individu melainkan untuk kesejahteraan manusia dan alam semesta (rahmatan lil alamin). Ideologisasi sebagai makna dari islamisasi adalah upaya mengembalikan umat Islam agar memiliki cara pandang Islam terhadap segala aspek hidupnya dan menggunakan Islam sebagai solusi atas seluruh permasalahan hidupnya dan membuang jauh-jauh cara pandang Barat yang sekuler dari pola fikir dan pola sikapnya. Dengan demikian perjuangan idologis mengharuskan umat untuk menempuh jalur politis sebagai upaya untuk mewujudkan negara Islam. Sebab bagaimana mungkin seluruh aspek kehidupan yang islami akan terwujud jika tidak ditopang oleh negara. Dan inilah pula yang dilakukan oleh Rasulullah. Rasulullah selain berdakwah secara kultural juga secara struktural, tanpa harus larut dalam sistem jahiliah. Itulah kenapa Rasulullah menolak untuk dijadikan sebagai pemimpin oleh orang kafir dengan syarat mau menghentikan dakwah, hingga beliau berhasil menegakkan negara madinah berdasarkan ajaran Islam dan Rasulullah sendiri yang langsung jadi pemimpin negaranya. Kepemimpinan umat inilah yang kemudian diwarisi oleh para sahabat dan khalifah. Sebab mereka sadar betul betapa penting dan fundamentalnya kepemimpinan Islam bagi eksistensi, dan kemajuan Islam bahkan sebagai pemersatu umat. Sayang pewarisan itu tak lagi terwujud semenjak 83 tahun yang lalu. Kini umat telah bercerai berai dan tak lagi punya jati diri apalagi hegemoni. Reideologi islam, dengan demikian adalah sebuah keniscayaan dan bersifat permanen. Ideologisasi ini bisa juga diberi makna dengan fundamentalisasi dan primordialisasi.
Keenam, dewesternisasi. Gerakan ini bisa dimaknai sebagai proses pelelehan (unfreezing) virus-virus pemikiran Barat yang destruktif yang telah lama mengakar dan mendarahdaging dalam pikiran umat Islam. Pemikiran Islam telah lama tercerabut dari umat dan telah bersemanyam pemikiran Barat. Dewesternisasi ini harus bersifat fundamental dan revolusioner, sebab epistimologi Barat jelas bertentangan secara diametral dengan Islam. Dewesternisasi harus bersifat totalitas, bukan parsial. Sebab Islam itu bersifat sistemik, diantara aspek saling terkait satu dengan yang lainnya. Dewesternisasi pada prinsipnya juga merupakan gerakan dan kesadaran demodernisasi. Sebab modernisme, neomodernisme dan postmodernisme telah menyumbang untuk kehancuran keilmuwan dan peradaban Islam.
Ketujuh, kebangkitan (an nahdhah). Menurut Hafidz Shalih, umat Islam sering salah paham atau pahamnya salah terhadap kata kebangkitan Islam. Buktinya seringkali secara otomatis tergambar dalam benak kita bahwa kebangkitan adalah kemajuan dalam bidang keilmuwan, makin meningkatnya produksi, pesatnya perkembangan industri, canggihnya teknologi, dan banyaknya penciptaan alat-alat yang mempermudah kehidupan. Hal ini terjadi karena adanya pemahaman bahwa kebangkitan adalah kemajuan. Dengan demikian negara yang maju ekonominya atau pendidikannya dianggap negara yang bangkit. Kebangkitan Islam pada dasarnya adalah kebangkitan pemikiran bukan yang bersifat bendawi. Kemajuan bendawi hanyalah salah satu dampak dari kebangkitan. Dengan demikian kebangkitan umat Islam akan terwujud ketika pemikiran umat islam telah tercerahkan oleh pemikiran yang cemerlang (mustanir) yang dilandaskan oleh Al Qur’an. Pemikiran yang telah tercerahkan (mustanir) adalah pemikiran yang paling tinggi ( dibanding pemikiran dangkal dan mendalam) yang mampu mengantarkan pada kebangkitan Islam. Kajian filsafat yang bersentuhan dengan realita hanya sampai pada pemikiran yang mendalam karena dilandaskan kepada akal semata, sedangkan pemikiran cemerlang hingga menemukan siapa pencipta dibalik realita. Analisa Samuel Hintington menyimpulkan bahwa kebangkitan Islam dalam makna yang paling dalam dan paling luas , merupakan fase akhir dari hubungan antara Islam dengan Barat; sebuah upaya untuk menemukan ”jalan keluar” yang tidak lagi melalui ideologi-ideologi Barat, tapi di dalam Islam. Ia merupakan perwujudan dari penerimaan terhadap modernitas, penolakan terhadap kebudayaan Barat, dan rekomitmen terhadap Islam sebagai petunjuk hidup dalam dunia modern. Islam bukan sekedar agama melainkan juga way of life. Kebangkitan Islam merupakan pengejawantahan usaha-usaha yang dilakukan oleh umat Islam untuk mencapai tujuan ini. Ia adalah sebuah gerakan intelektual, kultural, sosial dan politis yang menyebar di seluruh dunia Islam. Fundamentalisme islam biasanya hanya dikaitkan dengan gerakan politik Islam, padahal itu hanya merupakan salah satu komponen kebangkitan Islam yang lebih luas. Kebangkitan tersebut mencakup ide-ide, praktek-praktek, retorika, dan pengembalian ajaran Islam pada sumber-sumber asasinya : al Qur’an dan as Sunnah yang dilakukan oleh umat Islam. Dengan demikian kebangkitan ini berkonsekuensi mempengaruhi setiap umat Islam di berbagai negara dan terhadap semua aspek kehidupan, sekalipun awalnya bisa jadi melalui islamisasi sains.

DAMPAK BURUK EPISTEMOLOGI BARAT
Sains modern sebagai konsekuensi hegemoni epistimologi Barat terbukti bersifat destruktif. Berbagai kerusakan di bumi dan di laut diakibatkan oleh pola fikir dan pola sikap mereka yang hanya mendasarkan perilakunya untuk kepentingan nafsu keserakahan mereka tanpa peduli terhadap dampak buruk bagi kemanusiaan.
Haidar Bagir mencatat setidaknya ada dua dampak epistimologi Barat yakni dampak yang bersifat fisis dan nonfisis. Dampak fisis merujuk pada kerusakan lingkungan dikarenakan terlalu banyaknya campur tangan manusia sekuler di dalamnya. Akibatnya alam berada kondisi yang sangat labil, pemanasan global semakin mengancam, lapisan ozon semakin menipis yang mengakibatkan timbulnya penyakit minamata di Jepang, kemungkinan terjadinya perang nuklir. Ramalan club of Rome lebih mengerikan lagi : jika kecenderungan yang ada kini berlangsung terus maka satu abad lagi manusia akan mengalami kehancuran, karena batas daya bumi akan terlampaui akibat pertumbuhan maksimum yang akan dicapai dalam satu abad ini. Pertumbuhan ini diakibatkan oleh industrialisasi, polusi, penggunaan sumberdaya alam tak terbarui, produksi pangan, dan jumlah penduduk.
Munculnya rekayasa genetika juga merupakan akibat dari sains modern yang kebablasan. Dampak lain adalah dampak psikologis yang ditandai dengan meningkatnya statistik penderita depresi, kekelisahan, psikosis, dan sebagainya. Sebagaimana pada abad ke 17, terjadinya distabilisasi dan keterpecahan ketika paradigma keagamaan digugat yang mengakibatkan meningkatnya pelaku bunuh diri. Keseluruhan krisi diatas menurut Ziauddin Sardar diakibatkan oleh kesalahan paradigma sains Barat beserta penerapannya.
Dampak lain dari sains modern yang bersifat nonfisis adalah munculnya penyimpangan pola fikir dan pola sikap manusia. Ini tampak pada dominasi rasionalisme dan empirisme sebagai pilar utama saintific method dalam penilaian atas realitas-realitas. Baik realitas sosial, individual dan bahkan keagamaan. Dampak ini, meminjam istilah Herman Kahn disebut dengan budaya inderawi yakni yang bersifat empiris, duniawi, sekuler, humanistik, pragmatis, utilitarian, dan hedonistik. Haidar Bagir memberi istilah fenomena dampak nonfisis ini dengan imperialisme epistimologis.
Descartes misalnya, melihat bahwa semua makhluk material adalah semacam mesin yang diatur oleh hukum-hukum mekanis yang sama; tubuh manusia terdiri dari materi yang tak lebih dari pada hewan dan tumbuhan. Selain dunia mekanis ini, ada lagi yang disebutnya dunia spiritual. Keduanya terpisah sama sekali, bahkan semua fenomena material, menurutnya, memiliki basis material saja. Inilah awal sekulerisme.

KARAKTERISTIK ISLAMISASI SAINS
Islam adalah agama dan peradaban. Islam bukanlah agama ritual semata. Islam adalah ideologi yang menjadi jalan hidup (way of life) yang memancarkan aturan dan system yang sempurna dalam segala aspek kehidupan. Peradaban Islam yang dibangun melalui islamisasi sains sejak zaman Rasulullah merupakan peradaban baru yang menggantikan perubahan peradaban jahiliah. Peradaban tidaklah bersifat linear sebagaimana di ungkapkan oleh Samuel P Huntington.
Paradaban mengalami pergantian dari satu peradaban dengan peradaban yang lain secara mendasar. Sebabnya karena pondasi dari peradaban dunia adalah ideologi. Itulah sebabnya setiap ideologi pasti akan terjadi benturan-benturan. Dua peradaban tidak mungkin terjadi asimilasi, sebab peradaban bersifat khas dan mendasar bukan bersifat asimilatif. Dengan demikian, Islam dan Barat adalah dua peradaban yang tidak mungkin disatukan dan dilakukan rekonsiliasi sebagaimana sering diucapkan oleh para penganjur liberal. Islam dan Barat selalu dianjurkan untuk dikompromikan. Padahal mereka sesungguhnya sedang menjadikan peradaban Barat sebagai cara untuk mendekonstruksi pemikiran dan ideologi Islam.
Dalam sejarah dakwah, Rasulullah tidak pernah melakukan keputusan kompromistik terhadap sistem jahiliah. Rasulullah justru melakukan apa yang disebut dengan pergolakan pemikiran (siraul fikr) dengan cara memberikan penyadaran yang fundamental kepada setiap individu agar mengadopsi pemikiran dan sistem Islam. Rasulullah juga melakukan manufer-manufer politik (kifahu as siyasi) dengan cara membongkar kebobrokan sistem dan pemikiran jahiliah dan memberikan alternatif penggantinya yakni pemikiran dan sistem Islam. Inilah yang menjadi cikal bakal ghozwul fikr.
Dalam sejarah, Rasulullah tidak pernah melakukan kompromi pemikiran maupun politik dengan orang-orang kafir jahiliah. Bahkan Rasulullah dengan tegas menolak upaya rekonsiliasi dengan iming-iming mendapat kekuasaan, harta dan wanita. Rasulullah menjawab dengan sumpahnya yang terkenal : seandainyapun kalian mampu meletakkan matahari ditangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku berhenti berdakwah, maka aku tidak akan pernah menghentikan dakwah ini hingga kemenangan tercapai atau aku binasa karenanya.
Didasarkan oleh kerangka pemikiran diatas maka dengan demikian islamisasi sains tentu memiliki karakteristik yang khas. Diantara karakteristik islamisasi sains yang dimaksud adalah :
Fundamental. Islamisasi sains harus berangkat dari akarnya yang paling mendasar (radikal). Sebab pemikiran Islam adalah pemikiran yang murni berasal dari Allah SWT yang tercantum dalam al Qur’an dan telah disimulasikan oleh Rasulullah hingga tegaknya peradaban Islam. Islam memiliki epistimologi tersendiri yang berbeda dengan agama apapun di dunia. Islamisasi sains harus merujuk pada akar pemikiran Islam dan menjauhi seluruh pemikiran yang berasal dari Barat. Pemikiran Barat dibangun diatas akal dan nafsu sedangkan pemikiran Islam dibangun diatas wahyu. Jelas merupakan dua hal yang berbeda sama sekali dan tak mungkin disatukan. Disinilah cara pandang Islam (Islamic Worldview) menjadi langkah awal yang harus ditempuh dalam upaya islamisasi sains dan peradaban. Dalam perspektif ini istilah Islam radikal dan fundamentalis bukanlah sebuah masalah. Sebab islam memang sebuah ideologi yang memiliki dasar dan pondasi berfikir yang khas, dan berbeda dengan ideologi yang lain. Hanya saja kedua istilah ini distigmatisasi oleh Barat untuk menjatuhkan Islam. Sayangnya umat Islam tidak memiliki pemahaman yang proporsional. Akibatnya umat Islam terpancing dan mengadopsinya. Umat Islam yang awam bahkan mempercayai bahwa Islam fundamentalis berarti teroris. Bahkan mendagri India Shri P Chidamram mengatakan bahwa jihad adalah terorisme (Republika, 5/1/2010). Padahal semua istilah-istilah itu sengaja diciptakan untuk menjebak kaum muslimin dan untuk memuluskan kampanye mereka tentang paham pluralisme, HAM, Demokrasi, Nasionalisme, Islam moderat dan sejenisnya.
Revolusioner. Islamisasi sains yang artinya adalah Islamisasi epistimologi yang bersifat paradigmatik adalah perubahan yang bersifat total dan mendasar. Sebab epitimologi Barat jelas bertentangan seratus persen dengan Islam dan menimbulkan kerusakan (destruktif). Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh ilmuwan Barat Gregory Bateson , ” Sudah jelas bagi banyak orang bahwa banyak bahaya mengerikan telah tumbuh dari kekeliruan epistimologi Barat . mulai insektisida sampai polusi, malapetaka atomik, ataupun kemungkinan mencairnya topi es antariksa. Di atas segalanya, dorongan fantastik kita untuk menyelamatkan kehidupan-kehidupan perorangan telah menciptakan kemungkinan bahaya kelaparan dunia di masa mendatang”. Adapun epistimologi Islam adalah konsepsi paradigmatik yang berasal dari Tuhan Yang Maha Benar, Allah SWT melalui lisan Rasulnya yang maksum Muhammad SAW yang diutus untuk rahmat bagi alam semesta. Revolusioner juga merujuk pada perubahan paradigma baru dengan membuang sama sekali paradigma lama sampai akar-akarnya. Rasulullah terbukti membuang semua paradigma jahiliah dan menggantikan dengan paradigma Islam.
Sistemik. Pengelolaan yang salah terhadap sumber daya alam, penyalahgunaan alat-alat teknologi dan berbagai sikap yang destruktif sesungguhnya bersumber dari epistimologi yang salah. Inilah yang terjadi di dunia Barat. Begitupan yang terjadi pada orang-orang jahiliah. Kerusakan kehidupan pada saat itu karena kerusakan pola fikir mereka dalam memandang realitas hidup. Perubahan epistimologi jahiliah oleh Rasulullah berdampak sistemik berupa terbangunnya sebuah peradaban mulia yang diakui oleh dunia. Dengan demikian epistimologi yang benar akan berdampak sistemik terhadap aspek-aspek kehidupan yang lain. Islamisasi sains dengan demikian, jika diterapkan akan berdampak sistemik terhadap semua aspek kehidupan manusia. Dampak sistemik yang konstruktif inilah yang disebut dengan istilah rahmatan lil’alamin. Islamisasi sains dengan demikian akan berdampak pada terbangunnya kembali peradaban Islam yang kini telah hilang tak tersisa. Kembalinya peradaban Islam tentu akan menggetarkan dan menghawatirkan orang-orang Barat kafir. Mereka tidak akan pernah berhenti untuk menghambat kemajuan Islam sampai kapanpun. Islamisasi sains, dengan demikian tidak akan pernah sepi dari tantangan dan hambatan yang datang dari Barat dan gerombolan Islam liberal.
Integralistik. Islam adalah sebuah sistem yang bersifat integralistik dan tidak bersifat dikotomostik. Islamisasi sains dengan demikian juga harus mengacu pada integrasi ilmu pengetahuan. Sebab al Qur’an dengan jelas membicarakan tentang ilmu duniawi dan juga ilmu akherat secara bersamaan. Meminjam istilah Al Ghazali dengan ilmu agama dan nonagama. Sebab penguasaan ilmu ini hakekatnya bertujuan untuk kebahagiaan dunia akherat. Karenanya menurut Syed M Naquib Al Attas faktor utama penyebab kemunduran umat Islam adalah lemah dan rusaknya ilmu pengetahuan (corruption of knowledge) sehingga tidak lagi bisa dibedakan antara kebenaran dan kepalsuan. Al Faruqi dalam konsepsinya tentang Islamisasi sains istilah integralistik ini merujuk pada format ulang terhadap seluruh disiplin ilmu dengan cara menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam metodologi, strategi, data, masalah, obyek serta setiap inspirasinya, agar sesuai dengan Islam dalam kerangkan membentuk tauhid.

KESIMPULAN
Merujuk pada kajian dan analisa diatas menunjukkan bahwa Islamisasi sains dan kampus sesungguhnya merupakan perubahan paradigmatik yang berdampak sistemik. Keduanya (baca : islamisasi sains dan kampus) didasarkan oleh proses pelurusan dan pemurnian epistimologis yang notabene telah terpenetrasi oleh paradigma Barat yang menyimpang. Karenanya makna islamisasi kampus merujuk pada manajemen pengelolaan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Hal-hal yang bersifat fisik bangunan dan hasil-hasil teknologi bersifat netral dan merupakan dampak dari islamisasi manajemen tersebut.
Gerakan islamisasi ini bahkan bisa ditelusuri secara genealogis semenjak Rasulullah diangkat sebagai Rasul dan bertugas untuk mendakwahkan Islam untuk mengganti ideologi dan paradigma jahiliah yang destruktif. Sains (ilmu pengetahuan) tidaklah bersifat netral dan bebas nilai sebagaimana diklaim oleh orang Barat dan orang liberal. Islamisasi sains menjadi sebuah keharusan karena didasarkan oleh fakta kemunduran umat Islam yang dulu telah mengalami kejayaan peradaban. Nalar para penolak Islamisasi sains hanya didasarkan oleh pemahaman bahwa sains adalah bebas nilai adapau penyimpanganya karena faktor manusia. Selain mindset mereka dibangun dari epistimologi Barat, mereka juga tidak pernah mendasarkan pemikirannya pada upaya kebangkitan Islam dari fakta keterpurukan hari ini. Wajar jika mereka menolak islamisasi sains.
Dengan demikian Islamisasi sains dan kampus adalah sebuah keharusan dan kewajiban seluruh kaum muslim dengan menjadikan Islam sebagai poros berfikir (islamic thinking) dan pandangan hidup (islamic worldview) sekaligus menjadikan Islam sebagai ideologi yang memancarkan sistem dan aturan hidup (ideologi) menuju kebahagiaan dan kesejahteraan bagi alam semesta, dunia dan akherat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar