Senin, 24 Mei 2010

Tradisi Keilmuwan Islam

TRADISI KEILMUAN ISLAM

AHMAD ASSASTRA

Sebuah Renungan

Biarkan hari-hari berbuat semaunya. Dan buatlah hati ini rela ketika taqdir ini tiba. Jangan gelisah dengan kelamnya malam. Karena peristiwa di dunia ini tidak ada yang abadi.
(Imam Syafe'i)


Berhenti tak ada tempat dijalan ini (Islam), sikap lamban berarti mati, siapa yang bergerak, dialah yang akan maju ke depan dan siapa yang menunggu, sejenak sekalipun, pasti akan tergilas
(DR. Muhammad Iqbal)


Ya Rabb, jika tidak terhalang oleh lautan dan samudra yang terbentang luas dihadapanku ini, maka aku akan menerobos seluruh daratan untuk berjuang dihadapan-Mu
(Uqbah bin Naafi' )

Wahai para pejuang Allah, di hadapan kalian adalah musuh dan dibelakang kalian adalah lautan. Saatnya kita maju berjuang, pantang pulang dengan kekalahan. Pertahankan jiwa kalian. Ingat, hanya ada dua pilihan : hidup mulia atau mati syahid.
(Thariq bin Ziyad)


" ……kesatuan tunggal yang tidak ada tandingannya dalam mempengaruhi sektor keagamaan dan duniawi secara bersamaan merupakan hal yang mampu menjadikan Muhammad untuk layak dianggap sebagai sosok tunggal yang mempengaruhi sejarah umat manusia "
(Hart D Michael)

Tidak ada istilah cuti dalam berjuang. Pesantren adalah lembaga perjuangan untuk menegakkan panji-panji Islam. Pesantren hanya akan diwarisi oleh para pejuang. Barang siapa memperjuangkan agama Allah, pasti Allah akan menolongnya. Itulah pentingnya kita bermental pejuang. Sekalipun para pendahulu telah meninggal, tapi pesantren ini tidak boleh mati. Pesantren harus tetap tegak sampai kiamat. Karenanya, proses kaderisasi adalah sebuah keharusan.
(Mad Rodja Sukarta)


PRAKATA

Segala puji bagi Allah yang telah menjadi sumber energi umat manusia dan alam semesta sehingga kita masih terus bersemangat memperjuangkan nilai-nilai-Nya, baik dalam kondisi bersedih maupun dalam kondisi senang, baik dalam kondisi sendiri maupun berjamaah. Salawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para nabi dan rasul, tidak ada nabi sesudahnya, yang telah mengantarkan kita pada pemahaman beragama yang lurus. Semoga keselamatan dan kebahagiaan beliau menjadi keselamatan dan kebahagiaan kita juga sebagai umatnya. Amin.
Darul Mutaqien, sejak berdirinya telah genap berusia 20 tahun (1988 – 2008). Dua puluh tahun adalah usia yang bisa dikatakan cukup matang untuk sebuah lembaga pendidikan. Berbagai perubahan dan kemajuan telah dicapai oleh Darul Muttaqien, sekalipun harus diakui masih banyak potensi yang belum kita kembangkan. Berbagai ujian dan tantangan, dan ujian silih berganti menyapa dan menghampiri Darul Muttaqien. Namun saya menyadari sepenuhnya bahwa ujian dan rintangan adalah paket bagi perjuangan kebaikan. Lihatlah para nabi dan rasul yang sepanjang hidupnya tidak pernah sepi dari ujian dan tantangan. Padahal mereka adalah manusia-manusia agung yang dijamin masuk surga.
Apalah lagi kita sebagai hamba biasa. Sebab Allah sendiri telah menyatakan dalam Al Qur'an, bahwa janganlah kita mengatakan telah menjadi orang beriman, jika belum pernah merasakan ujian. Ujian pada hakekatnya adalah sebuah keniscayaan untuk menyaring kita menjadi orang yang lebih berkualitas. Untuk bisa naik kelas, tentu seorang santri harus menempuh ujian terlebih dahulu bukan?. Untuk menjadi emas yang indah, mesti ada proses penempaan dan pembakaran bukan?. Untuk menjadi keramik yang indah dan berharga mahal, bukankah tanah liat itu harus dibakar terlebih dahulu. Begitulah kehidupan.
Darul Muttaqien sebagai lembaga tafaqquh fiddin selalu berharap untuk bisa memberikan konstribusi-konstruktif terhadap peningkatan kualitas umat dengan cara mendidik dan membina santri sebagai generasi muda penerus bangsa. Harapannya, tentu agar umat Islam menjadi umat terbaik yang mengusung kembali kejayaan Islam yang dulu pernah ada. Para generasi muda muslim inilah yang akan menjadi pelopor untuk mengembalikan peradaban emas yang telah diraih para pendahulu.
Dua puluh tahun saya telah mengemban amanah untuk memimpin pesantren ini. Tentu banyak kekurangan yang ditemukan, mengingat saya adalah manusia biasa. Namun saya tetap bersemangat untuk membangun cita-cita besar. Saya hanyalah orang yang meletakkan pondasi awal untuk kemudian diteruskan oleh generasi selanjutnya. Generasi selanjutnya harus lebih baik dari generasi sekarang. Pesantren ini seluruhnya adalah wakaf yang telah diserahkan kepada Allah untuk kita kelola. Itu artinya kini kita sedang tinggal di tanah wakaf. Ini adalah amanah besar. Amanah besar hanya akan mampu dipikul oleh orang besar. Semua pendahulu pesantren ini boleh mati, tapi pesantren ini harus tetap hidup dan tegak hingga hari kiamat kelak. Camkan ini baik-baik.
Dua puluh tahun adalah usia yang baik untuk kita renungkan ulang, apa yang sesungguhnya telah kita berikan kepada Pesantren pada khususnya dan umat Islam pada umumnya. Buku kecil ini adalah sebuah refleksi bagi kita semua agar dikemudian hari kita semakin menyadari untuk meningkatkan kualitas diri kita, meningkatkan keikhlasan kita, meningkatkan kesungguhan kita dan meningkatkan kemandirian kita, serta mengukuhkan mental pejuang dalam diri kita. Sebab pesantren sebagai lembaga perjuangan hanya akan diwarisi oleh para pejuang.
Semoga niat dan perjuangan kita di pesantren ini menjadi amal ibadah bagi kita semua. Sehingga kelak kita dicatat oleh Allah sebagai para syuhada yang menghuni surga nan abadi. Kabulkanlah doa kami ini ya Allah. Amin.
Semoga buku kecil ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.


DAFTAR ISI


Sebuah Renungan
Prakata
Daftar isi
Menimbang Kualitas Umat Dulu dan Sekarang
Menvisualisasikan Tantangan Masa Depan
Menyadari dan Mengoptimalkan Potensi Diri
Urgensi dan Peran Pemuda Islam
Identifikasi Tantangan Pemikiran
Liberalisme dan Hilangnya Rasa Malu
Karakter Generasi Pembelajar
Ketika Badai Kesulitan Menghadang.
Sekilas Sejarah Darul Muttaqien
Peran Pesantren dalam Kebangkitan Umat
Merajut Silaturahim, Membangun Silah Ukhuwah.
Silaturahim sebagai Pembentuk Ruh Jamaah
Saatnya Berubah dan Bangkit

DAFTAR PUSTAKA










Menimbang Kualitas Umat Dulu dan Sekarang
Pada masa kejayaannya, umat Islam telah berada di bawah pemerintahan yang tunduk pada peraturan dan hukum Islam. Pola hidup dan pemikiran mereka berjalan sesuai dengan ajaran dan bimbingan Allah SWT. Perjuangan mereka dalam mengemban risalah dari Allah SWT diarahkan untuk menyebarluaskan ajaran Islam dan menjunjung tinggi kalimat Allah, meskipun untuk itu mereka harus menyingkirkan rintangan fisik dan non fisik.
Dalam lembaran sejarah yang ditulis oleh para ahli sejarah dalam siroh nabawiyah maupun sejarah kekhalifahan sangat jelas bahwa umat terdahulu telah mencapai puncak kegemilangan dan kejayaan yang luar biasa. Bukan saja hal ini diakui oleh para ilmuwan muslim, melainkan juga oleh para pakar sejarah non-muslim. Kekuasaan Islam sejak Nabi Muhammad hingga runtuhnya Daulah Usmaniyah di Turki pada tahun 1924 oleh agen Yahudi Mustafa Kemal Attaturk telah membuktikan hal tersebut.
Saat itu umat Islam dalam sebuah persatuan dan kesatuan di bawah satu kepemimpinan umat sedunia untuk mengemban dakwah keseluruh negeri. Pelopor dakwah Islam di Indonesia yang dilakukan oleh wali sanga yang notabene utusan dari Daulah Islamiyah adalah salah satu bukti penyebaran ajaran Islam itu.
Kejayaan umat terdahulu telah menggoreskan kegemilangan dalam berbagai bidang kehidupan baik politik, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan ekonomi. Berbagai peninggalan sejarah telah membuktikan hal tersebut. Selama kurang lebih 1000 tahun Islam telah memimpin dunia dengan landasan aqidah yang lurus. Dari sinilah kemudian lahir sebuah tatanan kehidupan yang penuh kemuliaan dan kemajuan. Ideologi Islam telah menjadi sumber kejayaan yang tidak pernah terbantahkan.
Semangat dan kesungguhan juang para pendahulu kita mestinya hari ini mampu menjadi daya ungkit dan pemicu motivasi kita untuk mewarisinya. Keberanian dan kemuliaan Nabi Muhammad di medan perang, kesungguhan Imam Syafe'i dalam menggali ilmu, kegagahan Uqbah bin Naafi dalam memimpin pasukan Islam, keluasan ilmu Imam Ali bin Abi Thalib, ketegasan Umar bin Khatab, dan kesungguhan para ulama terdahulu dalam menggali dan mengkaji khasanah keilmuwan Islam tercatat dengan jelas dalam lembaran sejarah.
Pada masa kejayaan Islam inilah, lahir para ilmuwan muslim yang telah menjadi inspirasi dan sumber rujukan para ilmuwan barat kini. Di bidang matematika kita mengenal Al Khawarizmi, Abu Kamil Suja', Al Khazin, Abu Al Banna, Abu Mansur Al Bagdadi, Al Khuyandi, Hajjaj bin Yusuf dan Al Kasaladi. Di bidang Fisika kita mengenal Ibnu Al Haytsam, Quthb Al Din Al Syirazi, Al Farisi dan Prof. Dr Abdus Salam. Dalam bidang kimia ada Jabir bin Hayyan, Izzudin Al Jaldaki, dan Abul Qosim Al Majriti. Dalam bidang biologi ada Ad Damiri, Al Jahiz, Ibnu Wafid, Abu Khayr, dan Rasyidudin Al Syuwari. Dalam bidang kedokteran ada Ibn Sina, Zakariyya Ar Razi, Ibnu Masawayh, Ibnu Jazla, Al Halabi, Ibnu Hubal dan masih banyak lagi. Dalam bidang astronomi kita mengenal Al Farghani, Al Battani, Ibnu Rusta Ibnu Irak, Abdul rahman As Sufi, Al Biruni dan tokoh ilmuwan muslim lainnya. Dalam bidang geografi kita mengenal Ibnu Majid, Al Idrisi, Abu Fida', Al Balkhi, dan Yaqut al Hamawi. Dan dalam bidang sejarah kita mengenal Ibnu Khaldun, Ibnu Bathutah, Al Mas'udi, At Thabari, Al Maqrisi dan Ibnu Jubair.
Kini semua ini telah menjadi kenangan. Seolah semuanya berlalu bagai mimpi, yang tinggal bayang-bayang saja. Umat Islam kini telah merosot kedudukannya, bersamaan dengan kemerosotan itu hilang pula kekuatan moral (akhlak) dan daya pikirnya. Sehingga pada siang hari yang cerahpun mereka melihat yang haq sebagai kebhatilan, sedangkan yang bhatil dianggap sebagai sesuatu yang haq dan benar. Kondisi umat hari ini telah menjadikan kebiasaan menjadi kebenaran dan tak lagi terbiasa dengan kebenaran. Ada sebuah keterputusan mata rantai sejarah kegemilangan ini.
Kini umat Islam dalam kondisi terjajah dalam semua bidang kehidupan. Dalam bidang politik, kini umat Islam tak lagi mampu menjadi pemimpin dunia bersamaan dengan runtuhnya Daulah Islamiyah, dari sinilah umat Islam mulai tercerai-berai menjadi berbagai ikatan kebangsaan (nasionalisme), kesukuan dan bahkan kepartaian yang sempit. Para penjajah telah membagi-bagi dunia Islam terkeping-keping dan menjadikannya terkotak-kotak. Dengan senjata demokrasi dan HAM ciptaan barat, umat Islam telah kehilangan segala-galanya.
Tidak jarang umat Islam mudah sekali diadu domba dikarenakan tak ada pemimpin umat yang dipatuhi. Ketika umat Islam dibelahan dunia dizalimi dan dibantai, kita bahkan tak bisa berbuat apa-apa. Inilah fakta kondisi umat jika tak ada kepemimpinan. Dalam bidang ekonomi, umat Islam hanyalah menjadi negeri miskin penghutang dan pengemis negara maju, padahal negeri-negeri Islam memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Kekayaan alam telah dikeruk oleh negara-negara maju dengan sistem kapitalistiknya. Padahal dalam Al Qur'an kita dilarang untuk minta bantuan kepada kaum zalim penjajah itu. " Dan janganlah kamu cenderung (minta bantuan) kepada orang-orang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api jahanam. Dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong selain Allah SWT, sehingga kamu tidak akan diberi pertolongan/kemenangan (atas musuh-musuh kalian) (QS. Huud : 113)
Dalam bidang budaya kita telah lama dijajah oleh budaya barat yang permisif dan tidak mengindahkan moral. Budaya Islam tak lagi menjadi panutan oleh sebagian besar umat Islam. Akal pikiran kita telah tunduk kepada peraturan dan hukum barat. Perikehidupan, etika pergaulan, sistem pendidikan, dan tata cara bermuamalah mereka telah menjadi idola, cita-cita serta tujuan hidup sebagian besar umat Islam. Bahkan ada umat Islam yang mengatakan " Islam sudah berakhir dan tidak akan kembali lagi. Bangsa yang besar dan mulia saat ini adalah bangsa yang mengikuti peradaban barat atau mengikuti gaya hidup sekuler dan jejak kaum nasionalis". Bahkan ada juga yang dengan lantang mengatakan "Kita harus bermental Eropa, kita harus memegang kendali pemerintah dan bekerja seperti mereka. Kita sesuaikan segala teori serta praktek dengan teori dan praktek mereka."
Tentu kondisi ini sangat kita sesalkan, kenapa kita membiarkan alam pikiran kaum kafir menyerbu daerah pertahanan kita dan dengan leluasa memecah belah dan menghancurkan Islam. Tanpa sadar kita ikut merobohkan bangunan kehormatan dan kemuliaan itu. Bahkan lebih jauh dari itu, kita telah turut memporak-porandakan sumber kejayaan dan lambang kekuasaan kita, yaitu pemerintahan Islam yang kokoh dan utuh. Tanpa terasa kini kita telah mengabaikan Islam sebagai ideologi. Kini kita terjebak memaknai Islam hanya sebatas ritual dan seremonial. Padahal kita sadar Islam adalah sistem kehidupan yang akan memberi solusi dan memancarkan kemuliaan dalam kehidupan.
Namun ada fenomena aneh hari ini. Bagaimana tidak, ketika kita kini justru menginginkan agar dunia barat datang lagi untuk melindungi, mengatur, dan mencampuri urusan negeri kita. Padahal kita telah tahu bahwa justru merekalah yang menanamkan benih sengketa dan ranjau perpecahan, serta menyulut peperangan diberbagai belahan dunia Islam. Merekalah bidan atas kelahiran negara Israel dan sutradara atas berbagai peperangan di Irak, Iran, Libanon, dan negara Timur Tengah. Dengan demikian ideologi barat sesungguhnya adalah destruktif
Karenanya tidak ada solusi yang paling komprehensif kecuali mengembalikan lagi Islam ideologi yakni Islam sebagai rahmatan lil'alamin, sebagai solusi hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan manusia secara sistemik dan menyeluruh, tidak parsial. Hingga dengan demikian kejayaan itu akan bisa kita kembalikan dan kita wujudkan dalam kehidupan nyata. Kita harus yakin akan janji Allah, bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang akan memimpin dunia menuju kemuliaan dan kebaikan. Dengan demikian agenda umat yang paling utama adalah proses penyadaran.
Dalam bidang keilmuwan diperlukan sebuah langkah-langkah islamisasi ilmu pengetahuan yang menyeluruh. Sebab ilmu pengetahuan yang akan menjadi landasan berfikir kaum muslimin juga sangat menentukan kejayaan itu. Setidaknya ada lima agenda besar dalam islamisasi ilmu pengetahuan ini. Pertama, penguasaan disiplin ilmu modern. Kedua, penguasaan warisan ilmu pengetahuan Islam. Ketiga, menentukan relevansi Islam dengan setiap bidang ilmu pengetahuan modern. Keempat, mencari sintesis-kreatif antara warisan ilmu pengetahuan Islam dengan ilmu pengetahuan modern. Kelima, memberikan arah bagi pemikiran Islam ke jalan yang sesuai dengan petunjuk Allah SWT.
Adapun langkah-langkah penting dalam rangka islamisasi ilmu pengetahuan menurut Al Faruqi setidaknya ada 12 langkah. Pertama, menguasai dan ahli dalam disiplin ilmu pengetahuan modern : penguraian kategori, prinsip, metodologi dan tema. Kedua, tinjauan disiplin ilmu pengetahuan baik yang terkait dengan asal-usul, perkembangannya, metodologinya, serta keluasan visinya yang kemudian disepakati identitas, sejarah, tipologi dan obyek yang akan diislamisasikan. Ketiga, menguasai warisan Islam, sebagai titik tolak ontologi dengan cara menerbitkan sebagai rujukan. Keempat, menguasai warisan Islam sebagai tahap analisis agar jelas dalam upaya menggali visi Islam yang telah digagas oleh para pendahulu menjadi aturan-aturan praktis.
Kelima, penentuan penyesuaian Islam yang khusus terhadap disiplin-disiplin ilmu pengetahuan. Dengan demikian akan terlihat seberapa besar sumbangan Islam terhadap ilmu pengetahuan modern dan perlu dilakukan pelengkapan jika ada yang belum tersentuh. Keenam, penilaian kritis terhadap disiplin ilmu pengetahuan modern, hakekat dan kedudukannya saat ini. Ketujuh, penilaian kritis terhadap warisan intelektual ilmuwan Islam dalam perkembangan saat ini. Kedelapan, kajian masalah utama umat Islam yang sedang tertidur panjang ini. Sehingga dari seluruh bidang kehidupan (ipoleksosbudhankam) umat Islam terpuruk.
Kesembilan, kajian yang dihadapi umat manusia mengingat Islam adalah rahmatan lil'alamin. Artinya penerapan Islam adalah amanah untuk kebaikan jagat raya seluruhnya. Kesepuluh, analisis kreatif dan sintesis untuk membuat lompatan kreatif pemikiran Islam. Suatu metode baru harus dilahirkan oleh Islam sebagai antitesis peradaban barat yang destruktif untuk membangun kembali kemuliaan peradaban berdasarkan aqidah Islam. Kesebelas, membentuk kembali disiplin ilmu modern dalam kerangkan kerja Islam misalnya berupa buku teks pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi. Keduabelas, pendistribusian ilmu yang telah diislamisasi kepada semua kalangan.
Jika demikian diperlukan sebuah kesadaran umat Islam tentang pentingnya penerapan ideologi Islam dan motivasi untuk memperjuangkannya. Islam sebagai sebuah kesatuan sistem harus dibangun dan diwujudkan oleh semua elemen umat Islam dengan penuh optimisme. Semua usaha umat ini bukan tanpa tantangan dan rintangan. Jika kita berguru pada sejarah, maka tantangan dan rintangan adalah paket dari sebuah perjuangan menuju kemenangan.
Karenanya kita harus bahu-membahu membangun kesadaran umat akan pentingnya daulah dan kepemimpinan umat, pentingnya persatuan umat Islam, pentingnya kesadaran akan musuh-musuh Islam, dan kesadaran tentang kebobrokan sistem kufur barat bagi kehidupan. Acara yang digagas oleh MUI pada hari ini adalah bagian penting dari proses penyadaran itu. Karenanya hendaknya kita sebagai generasi penerus umat untuk terus memupuk optimisme dalam rangka membangun kualitas diri agar kelak bisa memberikan kontribusi konstruktif bagi kemajuan umat Islam di masa mendatang. Jangan sampai kita sebagai generasi muda penerus perjuangan Islam masih memelihara warisan penjajah, hingga kita bermental terjajah.
Amien Rais pernah mengatakan bahwa kita ini adalah cucu-cucu dari Panglima Polim, Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegoro dan Mohammad Natsir (pen). Mereka adalah singa-singa bermental baja yang berani menetang dan melawan kaum penjajah. Saat ini kita bermental kerdil, terjajah seperti kelinci. Rakyat telah turun-temurun terjajah, sehingga akan memberikan pengaruh psikologi sebagai orang terjajah yang tidak peka. Tatkala melihat transfer sumber daya alam ke asing, masyarakat hanya pringas-pringis. Kini kemandirian itu telah hilang. Anehnya masyarakat Indonesia tidak sadar jika dirinya sedang dijajah.

Menvisualisasikan Tantangan Masa Depan
Kemampuan menghadapi segala tantangan untuk mengembalikan kejayaan Islam harus diiringi oleh kemampuan menvisualisasikan masa depan. Yovan P Putra seorang Hipnoterapis dari Prima Studi memprediksi kondisi masa depan dengan rumusan SMI2LE yang merupakan singkatan dari Space Migration, Increase of Information and Life Expectation.
Adapun Gordon Dryden dan Dr. Jeannette Vos dalam The Learning Revolution mengidentifikasi 16 kecenderungan utama yang akan membentuk dunia di masa datang. Pertama, adanya zaman komunikasi instant. Kedua, dunia tanpa batas ekonomi. Ketiga, empat lompatan menuju ekonomi dunia-tunggal. Keempat, perdagangan dan pembelajaran melalui internet. Kelima, masyarakat layanan baru. Keenam, penyatuan yang besar dengan yang kecil. Ketujuh, adanya era baru kesenangan. Kedelapan, perubahan bentuk kerja. Kesembilan, perempuan sebagai pemimpin. Kesepuluh, penemuan terbaru tentang otak yang mengagumkan. Kesebelas, nasionalisme budaya. Keduabelas, kelas bawah yang semakin besar. Ketigabelas, semakin besarnya jumlah manusia. Keempatbelas, ledakan praktek mandiri. Kelimabelas, perusahaan kooperatif dan keenambelas adanya kemenangan individu.
Karenanya sebagai generasi muda muslim fenomena perkembangan kekinian tidak akan pernah bisa dibendung. Kita hanya bisa menandingi atau akan terlindas oleh roda perubahan. Perubahan adalah sebuah keniscayaan dan akan terus menggelinding sampai waktu yang tidak bisa ditebak. Yang menjadi persoalan adalah apakah kita memiliki peran utama dalam perubahan ini atau tidak. Atau bahkan kita hanya menjadi penonton. Apakah umat Islam akan menjadi pengendali perubahan (agent of change) peradaban dunia ini atau tidak, itu sangat bergantung kepada kita hari ini. Apakah kita mau merevolusi diri atau berdiam diri sambil bernostalgia dengan masa lalu. Bernostalgia dan berkhayal tidak akan pernah memberikan kontribusi apapun dalam pusaran perubahan dunia ini. Kita harus punya peran.
Untuk itu sebagai generasi muda, kita harus meningkatkan kompetensi dalam rangka menghadapi dan mengendalikan perubahan masa depan. setidaknya ada 10 kompetensi terkait dengan tuntutan dunia global hari ini. Pertama, kompetensi lingkungan, yaitu kemampuan memahami lingkungan internasional, atau minimal kondisi negara di mana kita tinggal. Kedua, kompetensi analitik, yaitu kemampuan untuk menganalisis peluang-peluang untuk diberdayakan demi kemajuan diri dan umat. Ketiga, kompetensi strategik, yaitu kemampuan menyusun dan mengembangkan strategik didasarkan analisa ke depan dan belakang (backward and forward linkages). Keempat, kompetensi fungsional, yaitu kemampuan untuk merancang program dalam mengantisipasi setiap peluang dan perubahan yang mungkin terjadi.
Kelima, kompetensi manajerial, yaitu kemampuan untuk mengelola setiap kegiatan yang diarahkan pada peningkatan kualitas diri dan umat. Keenam, kompetensi profesi, yaitu kemampuan menguasai keterampilan secara professional atau keahlian pada suatu bidang tertentu. Ketujuh, kompetensi sosial, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan dan beradaptasi dengan suasana baru dalam setiap perubahan. Kedelapan, kompetensi intelektual, yaitu kemampuan untuk mengembangkan intelektualitas dan daya nalar, yang sangat dibutuhkan agar mampu membangun konsepsi demi tegaknya sebuah peradaban. Kesembilan, kompetensi individu, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan menggunakan keunggulan yang dimilikinya, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan tehnlogi, atau keunggulan dalam bidang yang lain. Kesepuluh, kompetensi perilaku, yaitu kemampuan untuk bersikap baik dalam setiap prilaku sesuai ajaran Islam.
Kompetensi ini menjadi sangat penting sebab sistem yang baik tapi jika tidak diiringi dengan kualitas yang baik pula, maka akan menjadi kesia-siaan. Kehebatan sistem normatif yang tertulis dalam Al Qur'an ditunjang dengan kualitas SDM Rasulullah telah melahirkan sinergitas yang maha dahsyat. Begitulah idealnya. Islam telah sempurna dan final. Namun SDM umat Islam sebagai pengusung yang belum berkualitas. Untuk itu kitalah orang-orang yang bertanggungjawab menegakkan kembali peradaban yang telah tumbang ini. Kitalah yang bertugas mengibarkan kembali panji-panji Islam. Kitalah yang harus kembali memimpin dunia dengan ideologi Islam.
Jika benar prediksi badan inteligen Amerika Serikat bahwa pada tahun 2013 atau 2020 dunia akan kembali dikuasai oleh Islam dengan syariah yang menyatukan semua negeri-negeri muslim. Prediksi ini bukan tanpa alasan, sebab aura kebangkitan umat kini mulai terasa. Persatuan umat Islam mulai digalakkan dan disuarakan. Bergabungnya seluruh ormas Islam dalam wadah FUI menjadi salah satu indikasi positif ini. Prediksi itu akan menjadi kenyataan tergantung kepada umat Islam sendiri. Sebab Allah tidak akan pernah mengubah suatu kaum jika kaum itu tidak mau mengubah dirinya. Percepatan kesadaran untuk bergerak dan berjuang akan mempercepat pula perubahan menuju lebih baik.
Umat Islam dilarang putus asa dalam menggapai cita-cita dan perjuangan. (QS Yusuf : 87). Bahkan aqidah Islam mengajarkan kepada kita bahwa kelompok kecil dapat mengalahkan kelompok besar jika dikehendaki oleh Allah (QS. Al Baqarah : 249). Fakta sejarah membuktikan bahwa bangsa yang sedikit dapat mengalahkan yang besar. Pada perang Badar, umat Islam yang hanya 313 dapat mengalahkan pasukan Quraisy yang berjumlah sekitar 900 sanpai 1000 orang. Vietnam pada tahun 1975 akhirnya dapat mengusir AS yang adidaya. Afganistan pada tahun 1980 berhasil mengusir si raksasa Uni Soviet. Terakhir tentara Hizbullah di Libanon akhir 2006 berhasil mengalahkan Israel yang didukung AS.
Sikap optimisme yang berlandaskan aqidah Islam inilah yang harus kita miliki. Kita perlu berguru pada salah satu sahabat nabi Abdullah bin Rawahah ra menjelang perang Mut'ah (8 H/629 M). Saat itu pasukan Islam yang hanya 3000 orang harus berhadapan dengan 200.000 orang pasukan Romawi. Namun Abdullah bin Rawahah tidak gentar bahkan malah berucap," Wahai semua orang, demi Allah, apa yang tidak kalian sukai dalam bepergian ini sebenarnya justru merupakan suatu yang kita cari, yaitu mati syahid. Kita tidak berperang melawan manusia karena jumlah, kekuatan, dan banyaknya personil. Kita tidak memerangi mereka melainkan karena agama ini yang dengannya Allah memuliakan kita. Karena itu, berangkatlah kalian, karena disana hanya ada satu dari dua kebaikan : kemenangan (hidup mulia) atau mati syahid".
Itulah sosok kepribadian Islam sejati hasil binaan Rasulullah SAW. Beliau mengajarkan sikap optimisme yang tak kenal batas melalui sabdanya, "Jika hari kiamat datang, sementara di tangan salah seorang kalian masih terdapat pohon kurma yang masih kecil, dan dia sanggup menanamnya sebelum kiamat terjadi, maka tanamlah" (HR. Ahmad).
Sikap optimisme ini harus ditanamkan, dipupuk, dan disuburkan sekarang pada generasi muda, dengan penuh kehati-hatian, agar menghasilkan buah yang matang dan lezat pada saatnya nanti. Jika tidak, bukan buah yang matang dan lezat yang akan kita petik, melainkan buah masam yang bahkan beracun dan mematikan, yakni sikap putus asa dan hina yang hanya mengajak kita pada sikap tunduk dan pasrah sebelum berjuang dan melawan musuh.

Menyadari dan Mengoptimalkan Potensi Diri
Manusia pada hakekatnya memiliki potensi yang khas yang tidak dimiliki oleh makhluk Allah yang lain. Potensi itu pula yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang istimewa. Keistimewaan manusia berupa potensi khas yang diberikan Allah berupa akal. Sebab, hakekatnya jika manusia tidak diberikan akal, maka sama dengan hewan.
Jika yang dimaksud adalah potensi kehidupan, maka potensi kehidupan manusia adalah sama dengan hewan. Sebab yang dimaksud dengan potensi kehidupan disini adalah ciri khas yang diberikan oleh sang pencipta yang membolehkan tiap makhluk untuk hidup. Potensi kehidupan itu terbagi menjadi dua. Pertama, keperluan jasmani (al Hajah al 'udhuwiyah) dan kedua, naluri (al Gharizah). Gharizah sendiri terdiri dari tiga, yaitu naluri mempertahankan diri (gharizah al baqa), naluri seksual (gharizah an nau') dan naluri beragama (gharizah tadayyun).
Sedangkan akal (pikiran) bagi kehidupan manusia, tidak termasuk dalam potensi kehidupan. Sebab manusia masih bisa hidup walaupun akalnya hilang. Seperti orang gila, atau anak kecil yang akalnya belum sempurna. Namun akal tetap merupakan potensi manusia, yang justru merupakan potensi terpenting baginya. Sebab akal itulah yang membedakan antara manusia dengan makhluk lain.
Dengan akal inilah maka lahir sebuah perubahan dan dinamika kehidupan, sedangkan kehidupan hewan tidak akan pernah mengalami perubahan dari dulu hingga nanti. Namun demikian jika akal ini tidak dipergunakan, maka bisa jadi manusia akan lebih rendah dari binatang. Allah berfirman, "Kami telah menjadikan untuk isi neraka jahannam, kebanyakan dari manusia dan jin. Mereka mampunyai hati, namun tidak digunakan untuk berfikir. Mereka mempunyai mata, namun tidak digunakan untuk melihat. Mereka mempunyai telinga, namun tidak digunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang, bahkan lebih hina lagi". (QS. Al A'raf : 179).
Sekalipun secara empirik dan normatif dalam pandangan Islam sudah jelas, bahwa manusia mempunyai akal, namun banyak manusia yang tidak mengetahui tentang esensi akal. Mereka tidak mengetahui batasan akal dan pikiran. Sehingga lahirlah ilmu kalam dan filsafat yang sangat membahayakan aqidah Islam, sebab keduanya tidak pernah membatasi aktivitas akal. Akal sesungguhnya hanya bisa memikirkan hal-hal yang bersifat inderawi. Sebab fakta akal adalah adanya informasi sebelumnya terhadap fakta yang ditangkap melalui indera dan masuk ke dalam otak untuk diolah dan dihasilkan sebuah nilai yang kemudian disebut dengan pemikiran.
Sekalipun otak manusia memiliki potensi yang luar biasa, namun benda yang ada dalam tempurung kelapa itu tidak akan pernah sampai pada pemikiran yang bersifat ghaib. Hal-hal yang bersifat ghaib hanya bisa diimani. Inilah batasan dalam Islam. Karenanya kelahiran filsafat menjadi faktor kemunduran pemikiran dalam Islam.
Otak manusia yang merupakan potensi yang luar biasa ini dikelilingi oleh tiga selaput yang dihubungkan oleh syaraf-syaraf yang tidak terhitung jumlahnya. Gordon Dryden menggambarkan bahwa otak manusia memiliki satu triliun sel otak. Termasuk didalamnya 100 milyar sel saraf aktif atau neuron dan 900 milyar sel lain yang merekatkan, memelihara dan menyelubungi sel-sel aktif. Setiap satu dari 100 milyar neuron tersebut tumbuh bercabang hingga sebanyak 20.000 dan setiap neuron memiliki potensi lebih dari pada satu komputeer. Luar biasa bukan. Dalam otak itulah terbagi menjadi otak naluriah, otak penyeimbang, otak emosional dan otak kortek yang mengagumkan. Jika demikian otak kita memiliki potensi jutaan triliun computer yang ada sekarang ini. Sebab sehebat apapun komputer tidak akan pernah mampu mengalahkan manusia, sebab komputer dibuat oleh manusia. Sebagai contoh, komputer yang paling canggihpun jika telah dimatikan tidak akan bisa beroperasi lagi, sekalipun oleh seorang anak kecil.
Lima kemampuan manusia yang dihasilkan oleh kortek otak adalah kemampuan untuk berdiri tegak, kemampuan untuk mengatupkan jempol dan telunjuk, kemampuan untuk berbicara dan menulis, kemampuan untuk memahami pembicaraan dan kemampuan untuk membaca. Jika salah satu saja kortek rusak, maka kita bisa kehilangan salah satu kemampuan tersebut.
Dari otak ini pulalah disparitas kecerdasan tumbuh berkembang tiada batas. Prof. Howard Gardner baru menemukan delapan kecerdasan manusia yang biasa disebut dengan istilah multiple intelligences. Kedepalan itu adalah kecerdasan fisik, lingistik, matematis logis, visual spasial, musical, naturalis, interpersonal dan intrapersonal. Bahkan potensi otak ini digambarkan oleh Toni Buzan penemu mind map bahwa jika komputer tercanggih di dunia ini diwakili oleh ukuran rumah bertingkat dua, maka potensi otak bahkan lebih dari gedung pencakar langit seratus tingkat sekalipun.
Jika demikian siapapun kita, tidaklah pantas untuk berputus asa terhadap karunia Allah ini. Saatnya kita menyadari potensi yang Allah berikan dalam tubuh dan diri kita, dan saatnya kita mengoptimalkan untuk menggali ulang peradaban yang telah hilang dan mengambalikan lagi kejayaan Islam sebagai rasa syukur kita atas semua nikmat potensi yang diberikan Allah kepada kita.




Urgensi dan Peran Pemuda Islam
Membicarakan masalah pemuda dan potensi yang dimilikinya tidak akan pernag habis. Pemuda selalu memiliki sisi menarik untuk dikaji dan digali. Dalam perspektif Islam, pemuda menempati posisi tersendiri yang sangat penting. Sebab dari para tangan pemuda inilah berbagai prestasi dan kemenangan diraih.
Dari dulu pemuda memegang peranan yang sangat penting dalam setiap moment perjuangan dan pencapaian sebuah cita-cita. Revolusi Perancis yang menumbangkan kekuatan monarki digerakkan oleh para pemuda. Perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda dan Jepang juga digerakkan oleh para pemuda. Dalam setiap pertempuran kaum muslimin yang senantiasa berdiri tegak di barisan paling depan adalah para pemuda. Penggerak laju reformasi dan penumbangan rezim orde baru adalah para mahasiswa yang notabene adalah para pemuda. Para Nabi dan Rasul yang diutus Allah untuk menyampaikan agama terpilih dari kalangan pemuda.
Karenanya Rasulullah secara serius membina dan menyiapkan generasi muda di Darul Arqam. Diantara para pemuda yang dibina oleh Rasulullah adalah Ali dan Zubair yang berusia 8 tahun, Thalhah 11 tahun, Al Arqam 12 tahun, Abdullah bin Mas'ud 14 tahun, Sa'ad bin Abi Waqas 17 tahun dan yang lainnya.
Kenapa Rasulullah melakukan pengkaderan kepada para pemuda. Sebab beliau sadar betul bahwa pemuda adalah pilar kebangkitan. Setiap kebangkitan pemuda adalah rahasia kekuatannya. Pemuda adalah pengibar panji-panjinya. Pemuda beriman adalah penopang utama kebangkitan. Sesungguhnya kekuatan pertama adalah iman dan buah dari iman adalah persatuan sedangkan konsekuensi dari persatuan adalah kemenangan.
Para pemuda pewaris perjuangan dan kebangkitan umat adalah mereka yang tak pernah lupa hakekat hidup yang hanya sekali. Dia tak pernah ragu memilih keabadian disisinya dan terus menggaungkan suara kebenaran yang diyakininya. Sebab umat Islam dilahirkan menjadi umat terbaik. Untuk itu para pemuda pewaris perjuangan harus menggoreskan sejarah dan peradaban yang terbaik pula. Jangan pernah menjadi golongan pengecut yang keluar rumah dengan perasaan takut untuk bercita-cita dan berjuang yang membuat langkah menjadi berat sehingga masa depan menjadi suram. Pemuda pengecut adalah sosok berjalan tanpa ruh. Mereka mati sebelum dikubur. Mereka seperti mayat hidup.
Disinilah pentingnya kaderisasi. Sebab pemuda hari ini adalah pemimpin hari esok. Kualitas pemuda esok tergantung pada pembinaan hari ini. Ada pepatah yang mengatakan bahwa jika ingin hidup tahun depan, maka tanamlah jagung. Jika ingin hidup sepuluh tahun lagi, maka tanamlah kelapa. Tapi jika ingin hidup seribu tahun lagi, maka didiklah generasi mudanya. Bagi para pemuda untuk mencapai cita-cita memang tidak mudah. Sebab pemuda adalah sosok penuh gejolak, baik fisik maupun psikologisnya selalu diwarnai oleh petualangan. Proses mereka menuju kedewasaan, penuh onak duri, kelokan, mendaki dan menurun, hingga harus melewati ambang keselamatan dirinya dan bahkan harus terjerembab dalam jurang yang gelap. Masa muda adalah masa kuat diantara dua masa lemah yakni bayi dan tua renta ( QS. Arrum : 54)
Setidaknya ada tiga peran pemuda yang harus mereka ambil dalam menghidupkan kembali peradaban Islam. Pertama, sebagai generasi penerus. Para pemudalah yang akan meneruskan perjuangan Islam yang telah dirintis oleh para generasi pendahulu. Para pemuda harus mampu meneruskan kehidupan Islam. Kedua, sebagai generasi pengganti. Allah akan menggantikan suatu kaum yang telah rusak dengan generasi pilihan (QS. Al Maidah : 54). Untuk itu perlu adanya pembinaan yang berkualitas agar melahirkan para generasi pilihan tersebut. Ketiga, sebagai generasi pembaharu (reformer). Para pemuda harus menjadi agent of change. Artinya mereka harus menjadi pelopor perubahan kondisi umat yang telah carut marut ini agar kembali kepada kehidupan Islam yang penuh kemuliaan.
Untuk itu setidaknya ada lima catatan yang harus ditempuh oleh para pemuda agar menjadi layak sebagai generasi muslim penerus perjuangan. Pertama, membangun orientasi yang sehat. Orientasi yang sehat itu adalah sebuah penghambaan kepada Allah dalam rangka menggapai ridha Allah semata. Ingat kekalahan umat Islam di perang Uhud adalah karena beloknya orientasi perjuangan menjadi orientasi kebendaan (pragmatisme). Kedua, berwawasan dan senantiasa belajar. Kader Islam selalu akan mencatat kehidupannya dalam buku kepribadian sebagai nilai-nilai pelajaran. Ia akan senantiasa menjadi sang pembelajar. Ketiga, selalu mengambil inisiatif amanah dan tugas terhadap umat ini lebih banyak dibanding waktu yang tersedia. Keempat, berpartisipasi terhadap prestasi. Kelima, selalu menjadi terbaik untuk tugas hari ini.
Dua hadist nabi berikut semoga menjadi bahan renungan untuk para pemuda. "Saya wasiatkan para pemuda kepadamu dengan baik, sebab mereka berhati halus. Ketika Allah mengutus diriku untuk menyampaikan agama yang bijaksana ini, maka para pemudalah yang pertama-tama menyambut saya, sedangkan yang tua menentangnya". Dan "Raihlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara. Masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum masa sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, kesempatanmu sebelum kesempitanmu dan hidupmu sebelum matimu".

Identifikasi Tantangan Pemikiran
Kini banyak sekali perkembangan pemikiran yang sangat berbahaya, sebab pemikiran-pemikiran menyimpang ini bisa merusak akidah umat Islam. Penyimpangan pemikiran ini ada yang dikemas dengan aliran keagamaan, kenabian palsu dan organisasi. Munculnya Ahmadiyah, Mosadeq dan JIL adalah beberapa contohnya. Mereka mencoba mengusung pemikiran yang tidak sesuai dengan pemikiran Islam. Sebab landasan mereka hanya akal dan nafsu, bukan Al Qur'an dan Hadist.
Berbagai pemikiran yang menyimpang dan bisa membahayakan aqidah umat Islam adalah. Pertama, liberalisme, adalah pemikiran yang mencoba memahami nash-nash agama (Al Qur'an dan Assunah) dengan menggunakan akal pikiran an sich yang serba bebas dan hanya menerima doktrin-doktri agama yang bisa diterima dengan akal. Kedua, pluralisme agama, yaitu pemahaman yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif, oleh sebab itu setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim hanya agamanya saja yang benar, sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme ini juga beranggapan bahwa semua pemeluk agama akan masuk surga.
Ketiga, sekulerisme, yaitu pemahaman yang memisahkan urusan dunia dari agama. Agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan antar manusia hanya diatur berdasarkan kesepakatan sosial. Keempat, demokrasi, yaitu sebuah pemahaman bahwa manusia adalah pemegang otoritas dalam membuat peraturan berdasarkan kesepakan suara terbanyak, bukan berdasarkan kebenaran Ilahi. Kelima, pragmatisme, yaitu melakukan segala aktifitas berdasarkan tujuan kebendaan semata (materialisme). Keenam, komunisme, yaitu pemahaman yang mengatakan bahwa asal segala sesuatu adalah materi dan akan kembali kepada materi dan meniadakan Tuhan.
Ketujuh, hedonisme, adalah gaya hidup yang bertujuan untuk mendapatkan kenikmatan dan kesenangan sesaat tanpa dilandaskan oleh moral agama. Kedepalan, permisivisme, adalah hidup serba boleh tanpa batas. Kesembilan, HAM Sekuler, adalah pemahaman untuk melegalkan kebebasan berekspresi, beragama, kepemilikan dan dijadikan alat penjajahan Barat kepada umat Islam. Berbagai pelecehan terhadap Islam berangkat dari pemikiran ini. Kesepuluh, gender, adalah pemahaman tentang kontruksi sosial dan kesetaraan jenis kelamin ala barat yang bertentangan dengan aturan Islam. Kesebelas, kapitalisme, adalah sistem ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan pemilik modal yang menyebabkan kemiskinan masyarakat. Keduabelas, individualisme, yaitu pemahaman hidup yang narsis dan tak peduli dengan nasib orang lain. Ketigabelas, westernisasi, adalah proses pembaratan budaya suatu bangsa. Keempatbelas, nasionalisme, yaitu suatu keadaan pada individu dimana ia merasa bahwa pengabdian paling tinggi adalah untuk bangsa dan tanah air.
Diantara tokoh-tokoh sekuler dan liberal di Indonesia di dominasi oleh alumnus-alumnus Amerika. Diantaranya adalah Syafe'i Anwar, Nurcholish Madjid, Ulil Abshor Abdalla, Musdah Mulia, Sumanto Al Qurtubi, dll.

Paham Liberalisme dan Hilangnya Rasa Malu
Ibn Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah pernah bersabda yang artinya “ sesungguhnya diantara kalam nubuwah (ungkapan kenabian yang disampaikan kepada manusia adalah, ‘jika kamu tidak punya malu, maka berbuatlah sesukamu’ (HR. Al Bukhari)
Ibn Hajar dalam kitab Fathul Bari juz 17 halaman 303, terkait dengan sarah Hadist ini mengatakan antara lain pertama, kalam nubuwah menurutnya bermakna apa saja yang disepakati para nabi, yakni yang biasa diperintahkan oleh mereka kepada manusia yang tidak dihapus bersamaan dengan dihapusnya syariah mereka. Karena memang perintah tersebut dibebankan kepada setiap akal manusia dimanapun dan pada zaman kapanpun. Kedua berbuatlah sesukamu adalah kalimat perintah yang mengandung konotasi berita, yakni berupa ancaman. Kalimat tersebut antara lain bermakna “Berbuatlah sesukamu karena pasti Allah akan membalasmu”. Makna lainnya, ia justru merupakan dorongan untuk memiliki rasa malu.
Rasa malu yang dimaksud dalam hadist nabi tadi tentu saja malu kapada Allah SWT. Malu kepada Allah inilah yang dikaitkan dengan keimanan sebagaimana sabda Rasulullah, ’al hayau minal iman’, malu itu bagian dari iman (HR Malik). Rasa malu kepada Allah harus dibuktikan dengan meninggalkan berbagai macam keburukan dan kekejian yang dilarang Allah serta melakukan berbagai macam kebajikan bukti ketaatan perintah Allah. Menurut Al Baidhawi dalam kitab fayat al qadir halaman 623, hakekat malu kepada Allah adalah memelihara diri dari segala ucapan dan tindakan yang tidak Allah ridhai.
Sekalipun perintah untuk memiliki rasa malu ini sudah sangat jelas, namun fakta dalam kehidupan justru terjadi sebaliknya. Berbagai pemahaman yang rusak telah merobohkan sendi-sendi aturan agama yang mulia ini. Paham liberal yang mengagungkan kebebasan tanpa batas yang diusung masyarakat barat saat ini dan ditiru oleh sebagian masyarakat kita pada dasarnya adalah paham yang menghilangkan rasa malu. Dalam kehidupan yang serba liberal atau serba bebas, rasa malu tidak lagi ada dalam diri manusia.
Hilangnya rasa malu dalam kehidupan masyarakat kita terbukti dengan banyaknya pelanggaran moral dan kemaksiatan baik dalam pikiran (ide), ucapan (pendapat) maupun perilaku. Fenomena kemaksiatan hampir menjadi pemandangan biasa yang kita saksikan setiap hari dan anehnya hal ini dilakukan tanpa ras malu sedikitpun.
Hilangnya rasa malu ini sekali lagi sesungguhnya berakar pada pemahaman liberal yang telah merasuk pada diri masyarakat. Dalam bidang pemikiran dan pendapat, saat ini kalangan liberal tampaknya adalah kalangan yang paling tidak punya rasa malu. Mereka seenaknya melontarkan ide-ide rusak dan merusak dengan penuh kebanggaan dan kesombongan. Al Qur’an tak lagi mereka anggap sebagai kitab suci wahyu Allah. Dengan sombong mereka mengkritik Al Qur’an. Makna ayat-ayat al Qur’an mereka takwilkan agar sesuai dengan zaman. Padahal mestinya perkembangan zaman mengacu pada Al Qur’an. Hukum-hukumnya mereka putarbalikkan dengan alasan melanggar HAM dan kebebasan. Tafsir-tafsir yang muktabar mereka singkirkan dengan dalih tidak relevan lagi dengan kemajuan zaman. Para mufassirnya mereka rendahkan dengan tuduhan bias jender atau dipengaruhi oleh lingkup sosial pada zamannya.
Hadist nabi, meski shohih atau mutawatir sekalipun, banyak yang mereka campakkan jika tidak sesuai dengan keinginan nafsu mereka. Kredibilitas para perawinya mereka persoalkan. Keadilan para sahabat Nabi SAW yang Allah muliakan mereka nafikan. Karenanya, ijma sahabatpun mereka singkirkan. Para ulama salaf, seperti Imam Syafei, mereka rendahkan, bahkan usul fikihnya mereka tuduh sebagai penghambat kemajuan.
Kita patut bertanya kepada mereka : sudah berapa ayat yang serupa Al Qur’an mereka ciptakan hingga mereka berani menuduh Al Qur’an bukan sebagai kitab suci sehingga layak dikritisi. Sudah berapa ratus hadis mereka hafal sehingga mereka dengan congkak merendahkan Imam Bukhari yang hafal ratusan ribu hadis beserta asal usulnya. Sudah berapa karya mereka hasilnya, sehingga mereka berani menghina Imam Syafei. Bahkan dengan dalih kebebasan berekspresi dan berkeyakinan pula mereka dengan lantang membela nabi-nabi palsu yang salah satunya diusung oleh aliran sesat Ahmadiyah.
Terkait dengan tindakan dan perilaku. Banyak sekali masyarakat yang mengaku muslim entah penguasa, pejabat, wakil rakyat, politisi, tokoh parpol, artis dan sebagian masyarakat berbuat seenak hawa nafsunya tanpa ada rasa malu sedikitpun. Bahkan acapkali mereka bangga telah melakukan kemaksiatan. Para penguasa muslim tidak ada rasa malu menghamba pada pihak asing yang kafir sebagai tuannya. Para penguasa tanpa malu mengorbankan rakyatnya demi kesenangan tuannya. Padahal Allah melarang kaum muslim menjadikan kaum kafir sebagai pemimpinnya.
Pejabat dan wakil rakyat tanpa risih melakukan korupsi uang rakyat meskipun gaji mereka banyak. Bahkan ketika mereka digiring ke pengadilan, mereka masih bisa tersenyum, seolah tak lagi punya rasa malu. Tanpa malu pula mereka mencampakkan nasib rakyat, padahal rakyatlah yang memilih mereka. Merekalah yang berjanji saat belum terpilih dan mereka pulalah yang mengingkari saat terpilih. Bahkan paham liberal ini juga merasuki para artis yang dengan bangga memamerkan auratnya tanpa malu dan bahkan berani melecehkan fatwa para ulama. Sekali lagi mereka selalu berdalih atas nama HAM dan kebebasan.
Jika demikian terbukti bahwa paham liberalisme telah melucuti dan menghilangkan rasa malu yang ada pada diri manusia. Jika manusia tak lagi punya rasa malu, mereka akan hidup dan berperilaku seperti hewan bahkan lebih hina. Faktanya mereka melakukan perbuatan yang tidak ada dalam dunia hewan sekalipun. Homoseksual dan lesbianisme serta perkawinan sejenis tidak pernah dilakukan oleh binatang sekalipun bahkan telah menjadi budaya orang-orang barat dan dilegalkan oleh undang-undang negara atas nama HAM dan kebebasan.
Di Indonesia, meski baru dalam level pemikiran, pengakuan terhadap keabsahan terhadap perilaku homoseksual dan lesbian mulai dimunculkan, anehnya bukan hanya diusung oleh para pembela HAM, tetapi oleh seorang dosen dari perguruan tinggi Islam terkemuka. Bahkan menurut data yang ditanyangkan oleh salah satu stasiun TV, di Jakarta kini telah berdiri rumah-rumah bordil pelacuran khusus laki-laki homoseksual. Tanpa rasa malu mereka menjajakan diri di pinggir-pinggir jalan. Bahkan atas nama HAM tempat-tempat mesum yang menyediakan jasa pelacuran dilindungi. Para pelacur dibela atas nama HAM dan para penegak kebenaran dihujat dan dihina. Negeri apakah Indonesia ini.
Demikianlah jika hawa nafsu telah dituruti dan menjadi rujukan perilaku. Akal pikiran tak lagi digunakan. Ajaran Islam dibuang dan tak lagi dijadikan pedoman hidup, sementara kebebasan diagung-agungkan dan budaya barat yang rusak dijadikan pedoman, maka ujungnya rasa malupun lenyap dari diri manusia. Jika sudah begitu, sesungguhnya kehancuran dan kerusakan tinggal menunggu waktu. Jika demikian tidak ada pilihan lain , kecuali melakukan perubahan. Kitalah sebagai umat Islam yang berkewajiban menegakkan kebaikan dan menjadi pelopor perubahan.


Karakter Generasi Pembelajar.
Mengingat banyak sekali tantangan yang harus dihadapi oleh para pemuda maupun umat Islam secara umum, tidak bisa ditawar lagi bahwa kita harus menyiapkan diri menjadi generasi unggul. Generasi unggul adalah generasi yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas dirinya. Inilah yang kemudian disebut generasi pembelajar.
Generasi pembelajar adalah generasi yang selalu punya visi diri yang kuat, memiliki motivasi tinggi, memiliki aksi nyata dan memiliki strategi yang jitu. Jika kita punya motivasi dan visi tapi tidak memiliki aksi, berarti kita melamun. Jika kita punya visi dan aksi tapi tidak memiliki motivasi, maka kita akan serba tanggung. Jika kita punya motivasi dan aksi, tetapi tidak punya visi, maka kita akan sampai pada tempat yang salah. Sedangkan strategi akan membantu ketiganya agar lebih efektif dan efisien.
Generasi pembelajar adalah generasi yang selalu membesarkan dirinya dan melayakkan dirinya agar siap bertanding. Dia akan selalu mencari lingkungan yang mampu membesarkan dirinya. Dia akan menghindari lingkungan yang mengkerdilkan dirinya. Jikapun dia terjebak dalam kubangan lingkungan yang tidak kondusif, maka dia akan berusaha menjadi pelopor perubahan. Generasi pembelajar akan selalu melakukan apa yang bisa dilakukan orang lain. Dia juga akan selalu berusaha melakukan apa yang tidak bisa dilakukan orang lain dan bahkan yang tidak mungkin dilakukan orang lain.
Generasi pembelajar adalah orang yang selalu menghilangkan sindrom diri. Sindrom diri biasanya berupa penyakit alasan (exsocitis) berupa alasan intelektual, umur, jenis kelamin, dan kesehatan. Seorang pembelajar akan selalu keluar dari kebekuan dan belenggu diri yang sebenarnya hanya halusinasi. Seorang generasi pembelajar akan selalu berguru pada sukses orang-orang besar. Seorang pembelajar sejati akan selalu melakukan improvisasi diri secara terus menerus.
Pembelajar sejati akan selalu membangun mentalitas pejuang untuk maju dan berkarya. Mentalitas pejuang setidaknya memiliki sembilan ciri. Pertama, selalu berorientasi pada ridha Allah. Kedua, memiliki jiwa kemandirian. Ketiga, berakhlak dan mengutamakan jamaah. Keempat, komitmen tinggi terhadap nilai Islam. Kelima, semangat tinggi dan tahan uji. Keenam, berwawasan luas dan dinamis (proaktif). Ketujuh, berfikiran bebas dan tidak terpasung. Kedelapan, berjiwa optimis dan tidak pernah mengeluh. Kesembilan, memiliki kompetensi dan keahlian.
Pembelajar sejati selalu berfikir untuk tidak jadi orang rata-rata. Dia selalu ingin menjadi yang terbaik. Dia selalu berfikir besar (berbicara tentang kualitas dan solusi, memandang masa depan penuh harapan, kreatif, memiliki cita-cita, penuh gagasan besar dan progresif, dan selalu membesarkan orang lain). Seorang pembelajar selalu membiasakan melakukan yang benar bukan membenarkan kebiasaan.

Ketika Badai Kesulitan Menghadang.
Dalam sebuah perjalanan perjuangan meraih cita-cita tidak akan pernah luput dari kesulitan dan masalah. Keduanya adalah paket dalam perjuangan. Mengapa dalam hidup harus ada kesulitan. Agar kemudahan memiliki nilai dan makna. Mengapa perjuangan harus menghadapi kesulitan. Agar kemudahan dan solusi menantang untuk dicari dan digali.
Kesulitan adalah warna dari kehidupan. Ketika ada siang maka harus ada malam, ada sedih ada tawa, dan ada kesulitan ada kemudahan, maka dengan begitu hidup akan lebih menggairahkan dan tidak membosankan. Karena kesulitan adalah sebuah kepastian, maka mesti ada sikap positif untuk menghadapinya.
Ada lima hikmah dan makna dibalik setiap kesulitan yang kita hadapi. Kesulitan sebagai penebus dosa. Sabda Rasulullah, "tidaklah seorang beriman ditimpa kesedihan, nestapa, bencana, derita, penyakit, hingga duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah dengannya akan mengampuni kesalahan-kesalahannya". Kesulitan sebagai penyaring mutu. Bukankah untuk menjadi emas dan baja harus ada proses pembakaran dan peleburan. Bukankah untuk menjadi keramik harus ada proses pembakaran. Bukankah untuk menjadi pisau harus ada proses penempaan. Bukankah untuk menjadi mutiara, seekor kerang harus menahan sakit yang luar biasa. Bukankah untuk naik kelas harus ada proses ujian. Begitulah yang dialami para nabi dan rasul untuk menjadi hamba terbaik di mata Allah. Allah berfirman, "Apakah manusia menyangka akan dibiarkan berkata kami beriman, padahal mereka belum diuji. Sungguh kami telah menguji orang-orang sebelummu" (QS. Al Ankabut : 2).
Kesulitan sebagai siklus kehidupan. Nabi Ayyub melihat penyakit yang dideranya dari sudut pandang siklus kehidupan, bahwa hidup mesti ada sakit dan ada sehat, padahal sering kali kesehatan kita lebih panjang dari sakit kita. Hal itu pula yang memunculkan sikap sabar dalam diri Nabi Ayyub. Kesulitan sebagai isyarat akan datangnya kemenangan. Hidup adalah perjuangan. Dan kesulitan adalah bagian dari perjuangan itu. Kesulitan yang dihadapi Rasulullah dalam peperangan adalah tiket untuk mendapatkan kemenangan. Kesulitan itu berupa kepayahan dan pengorbanan. Teruslah berjuang, sebab istirahat kita hanya di surga. Kesulitan adalah harga surga. Surga itu mahal dan tidak mudah untuk diraih. Cobaan akan terus bergulir untuk mendapatkan hamba-hamba yang beriman dan bersih. Sebab surga tidak mungkin dimasuki oleh orang-orang yang kotor. Surga akan dilingkupi oleh kesulitan dan cobaan. Firman Allah,"Apakah kalian mengira akan masuk surga padahal kalian belum merasakan apa yang dirasakan orang-orang sebelum kalian. Dulu mereka ditimpa kemiskinan, peperangan dan goncangan. Hingga Rasul dan orang-orang yang bersamanya berkata ' kapankah pertolongan Allah akan datang'. Ingatlah bahwa pertolongan Allah itu dekat".

Sekilas Sejarah Darul Muttaqien
Pondok Pesantren Darul Muttaqien terletak di wilayah Desa Jabon Mekar Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Resmi berdiri sebagai lembaga pesantren pada tahun 1988 M, tepatnya tanggal 18 Juli 1988. Sejarah berdirinya Darul Muttaqien terkait erat dengan dengan pemberian tanah wakaf seluas 1,8 ha oleh pemiliknya H. Mohamad Nahar (alm), mantan wartawan senior Kantor Berita Antara kepada KH. Sholeh Iskandar (alm) ketua BKSPPI (Badan Kerjasama Pondok Pesantren se-Indonesia) pada tahun 1987. Dan sampai sekarang luas lahan Pesantren Darul Muttaqien + 12 ha. Niat pemberian tanah wakaf sebagaimana pernah disampaikan Alm. H. Mohamad Nahar agar didirikan lembaga pendidikan Islam (pondok pesantren) yang standar, baik dari segi kualitas pendidikannya, pelayanan maupun manajemen pengelolaannya. Niat ini muncul sebagai rasa keprihatinan dan keterpanggilan melihat kenyataan lulusan pesantren belum memiliki kualitas yang standar, masih jauh dari harapan.
Banyak tokoh dan para ulama yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi founding father lahirnya Darul Muttaqien, diantaranya adalah KH. Sholeh Iskandar (Ketua BKSPPI), KH. Rosyad Nurdin (MUI Jawa Barat), KH. TB. Hasan Basri (BKSPPI Bogor) dan KH. Abdul Manaf Mukhayyar (Pesantren Darunnajah Jakarta). Sebab dari tahun 1980 H. Mohamad Nahar telah melakukan berbagai konsultasi dengan tokoh-tokoh di atas yang pada akhirnya tahun 1988 berdirilah Pondok Pesantren Darul Muttaqien dengan KH. Mad Rodja Sukarta diberi amanah untuk menjadi pimpinan.
Dari rangkaian sejarah berdirinya, maka awalnya Darul Muttaqien berafiliasi pada Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta. Namun berdasarkan pertimbangan dan kepentingan yang lebih luas, terkait dengan kemandirian dan efektifitas organisasi, maka atas ide dan usul KH. Abdul Manaf Muhayyar (alm) didirikanlah Yayasan Darul Muttaqien pada tanggal 29 Januari 1992, dengan H. Mohamad Nahar sebagai ketua.
Terkait dengan pengunduran diri H. Mohamad Nahar, maka berdasarkan rapat anggota yayasan M. Lutfi Nahar, SE resmi menjadi ketua yayasan yang baru menggantikan ketua lama terhitung sejak tanggal 27 Oktober 2002 sampai sekarang.
Sejak berdirinya, dari tahun ke tahun Pondok Pesantren Darul Muttaqien telah mengalami kemajuan yang cukup signifikan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Hingga saat ini kegiatan pendidikan yang dikembangkan Pesantren Darul Muttaqien meliputi : TK Islam, SD Islam Terpadu, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Pesantren Salafiyah serta TPA. Bahkan tahun 2006 sudah dirintis jenjang pendidikan SMPIT dan Diniyah Awaliyah yang bebas biaya. Di masa mendatang berbagai jenjang pendidikan akan terus dikembangkan hingga perguruan tinggi.
Dengan visi untuk menyiapkan generasi yang berkualitas baik keilmuwan, akhlak dan keimanan, Darul Muttaqien selalu berkeingainan dan bertekat untuk meningkatkan kualitas generasi muda Islam (baca : santri) agar menjadi pribadi yang mandiri, cerdas dan berakhlak. Sehingga dengan demikian mereka akan menjadi generasi penerus bangsa yang unggul.

Peran Pesantren dalam Kebangkitan Umat
Jika kita menelusuri sejarah berdirinya sebuah pesantren akan kita temukan sebuah dokumen historis bahwa pesantren berdiri atas landasan dan visi perjuangan. Secara historis pesantren berdiri dalam suasana penjajahan saat itu. Bahkan para ulama dan pimpinan pesantren serta para santri telah banyak yang gugur dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Terbukti para pahlawan nasional hampir seratus persen adalah umat Islam. Hal ini tidaklah mengherankan, sebab para penjajah saat itu baik Belanda maupun Jepang adalah non muslim.
Perjuangan menegakkan nilai-nilai Islam dari berbagai tantangan dan gangguan luar yang akan merusak dan memadamkan adalah spirit yang telah lama mengakar dalam tradisi pemikiran pesantren. Paradigma inilah yang sering disebut dengan istilah tafaquh fiddin. Dengan demikian pesantren pada hakekatnya adalah lembaga tafaquh fiddin.
Dengan demikian pesantren adalah potensi terbesar umat Islam Indonesia yang bertekad menjaga keutuhan nilai-nilai keislaman agar tidak rapuh apalagi hancur. Jika demikian keberadaan pesantren adalah harta yang sangat mahal bagi umat Islam di Indonesia. Tidak mengherankan jika pesantren menjadi bidikan utama musuh-musuh yang ingin menghancurkan Islam. Pesantren telah menjadi benteng terakhir kekuatan umat.
Beberapa keunggulan pesantren sebagai penjaga nilai-nilai keislaman adalah. Pertama, pesantren berdiri oleh dan untuk semua golongan umat Islam. Potensi ini sangat strategis untuk menjadi perekat persatuan umat Islam di Indonesia maupun di dunia. Kedua, pesantren sedang mendidik dan menggembleng serta menyiapkan generasi yang akan meneruskan perjuangan Islam di masa mendatang. Merekalah para santri. Ketiga, di pesantren memiliki kurikulum khas yang bernuansa Islam dan hal ini tidak dimiliki oleh sekolah umum lainnya. Dengan demikian penjagaan nilai-nilai ajaran Islam jelas berada di pesantren. Keempat, berdirinya pesantren adalah berlandaskan sebuah keterpanggilan dan kemandirian masyarakat, tanpa bergantung pada pemerintah semata. Hal ini memberikan energi besar untuk istiqomah dalam memperjuangkan Islam. Sebab selain kemandirian pesantren juga sangat mengakar dalam kehidupan masyarakat sekitar. Kelima, umumnya pesantren memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Sebab sarana adalah penting untuk kesuksesan sebuah perjuangan. Keenam, pesantren memiliki jaringan antar pesantren di seluruh Indonesia.
Dari berbagai data potensi pesantren di atas memberikan sebuah harapan bahwa sesungguhnya dalam pusaran kebangkitan umat, pesantren bisa mengambil peran yang optimal untuk menyiapkan generasi mendatang penerus perjuangan hingga kebangkitan itu menjadi kenyataan. Tentu ini bukan perkara yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Cita-cita besar ini membutuhkan kesungguhan dan orang-orang yang berjiwa besar. Tidak mungkin sebuah cita-cita besar dan mulia diusung oleh orang-orang yang tidak punya cita-cita dan malas.
Darul Muttaqien sebagai salah satu pesantren dari sekitar 15.000 pesantren di seluruh Indonesia telah bertekad untuk ikut membangun peradaban Islam yang yang mulia. Dengan berbagai program dan kegiatan Darul Muttaqien sedang menyiapkan para generasi muda yang siap hidup pada zamannya untuk berkiprah membangun kemandirian dirinya dan membangun kemandirian bangsanya.
Semua pejuang yang kini sedang mengabdikan dirinya di pesantren mesti menyiapkan diri membangun kualitas optimal baik moral maupun keilmuwan sehingga mampu mengantarkan para santrinya menuju cita-cita yang diharapkan. Para guru hendaknya memiliki visi yang jelas, aksi nyata sebagai implementasi visi, motivasi tinggi dan strategi yang cerdas agar efektif dan efisien.
Dalam konteks kelembagaan, pesantren harus menata ulang seluruh potensi yang belum tergali. Pesantren harus menjadi center of excellence dalam arti pusat keunggulan peradaban islam. Idealnya pesantren menjadi prototype kemajuan Islam dari berbagai sisinya. Pesantren mestinya menjadi pusat budaya Islam, pusat keilmuwan Islam, pusat ekonomi Islam, pusat tehnologi Islam, pusat pertanian, peternakan dan aspek lainnya. Sebab Islam sendiri adalah sebuah system ideology yang harus menjadi solusi atas semua permasalahan kehidupan dari berbagai aspeknya. Sebagai sebuah system, Islam harus diterapkan secara menyeluruh, tidak parsial.
Mari kita menakar sudah seberapa besar pesantren kita telah memberikan kontribusi terhadap kualitas kemajuan umat Islam. Sudahkan kita berusaha dan berjuang secara sungguh-sungguh dan ikhlas. Sudahkan kita memiliki kemandirian diri. Sudahkan kita telah mengoptimalkan seluruh potensi diri kita untuk kebaikan umat dan bangsa? Apakah seluruh potensi lembaga pesantren telah tergali dan teroptimalkan atau belum ?.

Merajut Silaturahim, Membangun Silah Ukhuwah.
Sebuah perubahan dan kebangkitan menuju yang lebih baik tidak mungkin bisa dilakukan sendirian. Mesti ada sebuah jaringan antar komponen umat Islam, baik secara individu maupun secara kelembagaan. Semua pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia harus menyatukan visi dan langkah demi kejayaan Islam. Jaringan akan kuat jika dilandasi oleh budaya silaturahim di antara kita. Jika secara spesifik silaturahim antar kerabat yang didasari oleh hubungan kekerabatan yang dekat, maka ada istilah yang lebih sesuai jika hubungan kekeluargaan itu dilakukan antar komponen umat Islam. Inilah yang sering disebut dengan istilah Ukhuwah Islamiyah atau Sillah Ukhuwah.
Ukhuwah atau persaudaraan antar kaum muslimin kini telah pudar atau hampir pudar. Diperlukan sebuah upaya yang konkret untuk merekatkan kembali semua elemen umat menjadi satu kesatuan visi untuk membangun dan memajukan Islam sebagai agama rahmatan lil'alamin. Apa yang dilakukan oleh FUI dengan menggabungkan hampir semua ormas Islam dan partai Islam merupakan awal yang baik sebagai sarana untuk menyatukan langkah umat Islam dalam satu barisan. Sebab semakin kokoh umat Islam, akan semakin tampak jelas musuh-musuh Allah yang akan mencoba meruntuhkan bangunan persatuan umat Islam.
Dalam Al Qur'an sendiri telah menggambarkan bentuk yang ideal sebagai sesama muslim. Allah mengibaratkan bahwa semua muslim dan orang beriman adalah bersaudara bagaikan satu tubuh, yang jika ada bagian tubuh yang sakit, maka bagian tubuh yang lainnya juga akan mengalami sakit yang sama. Artinya bahwa jika ada saudara kita sekalipun beda partai dan golongan atau beda negara mengalami kezaliman, maka sebagai seorang muslim harus ikut meresakan sakit hati dan terdorong untuk membelanya. Bagaimana kaum muslimin akan saling membela saudaranya, jika kini antar komponen umat Islam tidak pernah merasa satu tubuh. Seluruh komponen umat Islam tidak akan pernah merasa satu tubuh jika mereka tidak pernah mau bersatu. Merekapun tidak akan pernah bisa bersatu jika tidak pernah bersilaturahim.
Rapuhnya kondisi ukhuwah umat Islam kini harus segera diakhiri jika Islam akan kembali jaya untuk memimpin dunia dengan kemuliaan nilai dan ajarannya sebagaiman telah diberikan teladan oleh Rasulullah kepada kita. Karenanya setiap upaya untuk membangkitkan lagi tali silaturohim dan ukhuwah bagi semua komponen umat Islam harus mendapat dukungan dan dorongan oleh semua komponen umat juga.
Secara normatif agar silah ukhuwah ini semakin erat, maka hendaknya semua komponen umat Islam mesti secara kuat memegang tali agama Allah. Alqur'an dan al hadist adalah dua pedoman yang bisa dijadikan sebagai kunci persatuan umat Islam. Sebab Al Qur'an dengan jelas telah memberikan gambaran kepada kita bagaimana membangun ukhuwah islamiyah ini. Sebab pada dasarnya nikmat ukhuwah adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. Hal ini sejalan dengan firmanNya :

"Dan Dia (Allah) mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) di bumi, niscaya kamu tidak akan mampu mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sungguh Dia Maha Perkasa dan Maha Bijaksana". (QS. An-Anfal : 63)

Pada prinsipnya perpecahan umat Islam yang terjadi saat ini adalah karena umat Islam tidak mematuhi perintah Rasulullah dan sebaliknya, mereka memperturutkan hawa nafsu mereka. Peristiwa ini diabadikan dalam Al Qur'an terkait dengan ketidaktaatan pasukan pemanah untuk tetap bertahan pada tempat yang telah ditentukan oleh Rasulullah dalam perang Uhud walau dalam keadaan bagaimanapun. Namun karena mengikuti dorongan hawa nafsu untuk memiliki harta rampasan perang, maka terjadilah malapetaka kekalahan dalam peperangan, sebab pasukan kaum muslim bercerai berai. Hal ini sesuai dengan firman Allah :

"Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah Rasul sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Diantaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantaramu ada orang yang menghendaki akherat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia yang dilimpahkan atas orang-orang yang beriman".
(QS. Ali Imran : 152)

"Ingatlah ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seorangpun, sedang rasul yang berada diantara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu, karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan (berupa kekalahan), supaya kamu jangan bersedih hati apa yang luput dari kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS. Ali Imran : 153)

Jika demikian ta'liful qulub (ketundukan dan kelembutan hati) adalah landasan utama untuk membentuk sebuah ukhuwah yang kuat diantara kaum muslimin sekarang ini. Sikap tunduk dan lembut hati ini bisa dilahirkan melalui sebuah pembinaan yang baik sebagaimana Rasulullah membina para sahabat terbaik saat itu. Jika ukhuwah dan persatuan umat ini telah terbangun, maka Islam tidak akan pernah lagi dilecehkan oleh orang-orang kafir dan para anteknya.
Pembinaan yang dilakukan secara terus menerus secara berkualitas akan mengantarkan pada kesatuan pemahaman nilai ajaran Islam sebagai kesatuan yang utuh, totalitas, dan sempurna. Sebab Islam adalah sebagai manhaj yang komprehensif yang harus dipahami secara utuh dan tepat, alias tidak menyimpang dan apalagi secara parsial. Islam sebagai manhaj yang tidak boleh diabaikan terdapat dalam firman Allah :

"Dan kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu. Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Allah menjadikan kamu satu umat saja, ssungguhnya Allah mau menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu, maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukannya kepadamu pa yang telah kamu perselisihkan itu" (QS. Al Maidah : 48).

Kesamaan pemahaman dalam syariat Islam merupakan basis moralitas dalam ukhuwah sedangkan keragaman pemahaman terhadap cara merupakan basis aktivitas dalam ukhuwah. Ketimpangan pemahaman yang terjadi dalam masyarakat kita, harus dijembatani oleh sebuah system pembinaan yang baik. Logikanya, bagaimana mungkin ukhuwah akan tergalang, jika pikiran dan langkah kita saling bertentangan dan bertolak belakang.
Secara praktis mesti ada sebuah solusi untuk merajut kembali ukhuwah yang semakin pudar ini. Diantara kegiatan konkret yang bisa dilakukan adalah dengan secara terus menerus melakukan kegiatan pembinaan terhadap umat dengan materi yang sistematis sejalan dengan pokok-pokok ajaran Islam dan Siroh nabawiyah.
Tampaknya materi-materi dan metode pengajian dan majlis taklim harus terus ditingkatkan dan dikembangkan sejalan dengan kebutuhan umat. Berusaha secara terus menerus memasyarakatkan komponen-komponen ukhuwah yang sangat bermanfaat, seperti ajaran ketaatan kepada kedua orang tua, silarurahim, cepat menyelesaikan perselisihan, membudayakan hak-hak sesama muslim, memberikan nasehat, berprasangka baik dan musyawarah dan lainnya.
Bisa juga dengan kegiatan memperbanyak dialog untuk menyemakan persepsi terhadap masalah yang fundamental, menghindari topik-topik yang kontrofersial, menahan diri dalam komentar-komentar untuk masalah-masalah yang belum jelas. Dengan demikian budaya ukhuwah akan tercipta antara kekuatan umat Islam, dan jika muncul permasalahan tidak akan bersifat antagonistik.
Hal lain yang bisa kita lakukan adalah meningkatkan peranan lembaga lintas organisasi dalam berbagai tingkat (nasional maupun daerah) seperti forum silaturohim dan dialog dakwah (yang dibentuk oleh berbagai ormas Islam), lembaga kordinasi masjid kampus, korps muballigh, majlis ulama, dan sebagainya. Mereka semua sesungguhnya adalah kekuatan dan pilar umat yang harus dipertemukan untuk menyatukan visi keumatan. Sekali lagi pondok pesantren harus menjadi pelopor persatuan dan kesatuan umat menuju cita-cita besar ini.
Kejayaan dan kebangkitan umat adalah perkara besar yang harus menjadi agenda utama umat hari ini. Untuk itu diperlukan sebuah kekuatan besar untuk mengusungnya. Seluruh potensi dan komponen umat harus saling bahu membahu merapatkan barisan agar perjuangan ini terasa ringan. Duduk sama rendah berdiri sama tinggi, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

Silaturahim sebagai Pembentuk Ruh Jamaah
Budaya silaturahim akan membentuk sebuah persatuan umat. Dengan membiasakan saling bersilaturahim, maka akan terbentuk sebuah perasaan sebagai bagian dari umat Islam pada umumnya. Sebab silaturahim akan membentuk hubungan hati yang lebih mendalam dan sepenuh perasaan. Di sinilah ruh jamaah tumbuh.
Ruh jamaah adalah sebuah kesadaran seseorang akan hubugannya dengan seatu jamaah kaum muslimin. Sebab pada hakekatnya kaum muslim adalah umat yang satu dengan pengertian satu jamaah.
Orang yang telah tertanam dalam dirinya ruh jamaah, maka dia akan selalu mendudukkan dirinya dalam kerangka jamaah, bukan individual. Artinya, setiap aktivitas yang dilakukannya senantiasa memperhatikan kepentingan jamaah. Ia menyadari betul bahwa dirinya bagian dari jamaah. Ia mungkin sebagai kaki, telinga, tangan atau bagian lain dari tubuh jamaah. Seperti halnya kaki, tidak mungkin kaki kiri bergerak dan melangkah ke masjid sedangkan dalam waktu yang sama kaki kanan bergerak ke tempat perjudian. Demikian pula ketika salah satu bagian tubuh sakit, maka bagian tubuh yang lainpun ikut mendapatkan biasa sakit tersebut.
Ruh jamaah ini tidak akan pernah terwujud di tengah umat Islam jika budaya silaturahim tidak pernah dilakukan antar sesam komponen umat ini. Kenapa ruh jamaah ini menjadi sangat penting. Setidaknya ada lima alasan :
Pertama, orang-orang yang sendirian akan lebih mudah digoda oleh syetan. Rasulullah, seperti diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi mengatakan, " diharuskan kepada kalian berpegang teguh pada jamaah, dan jauhilah oleh kalian perpecahan. Sebab, sesungguhnya syetan itu bersama dengan orang yang seorang diriserta syetan itu lebih jauh dari yang berdua (dibandingkan denganyang sendirian)" (HR. At Tirmidzi)
Kedua, Rasulullah SAW menegaskan bahwa orang yang sendirian akan mudah dihancurkan dibandingkan dengan orang yang berjamaah. Sebagaimana satu biji lidi sapu akan mudah dipatahkan dibandingkan seratus biji lidi sapu. Kata nabi," kamu harus berjamaah, sebab sesungguhnya srigala itu memangsa domba yang sendirian". (HR. Imam Ahmad)
Ketiga, Allah SWT memerintahkan kepada umatnya untuk berjamaah di dalam berdakwah seperti yang disebutkan dalam sebuah ayat dalam Al Qur'an :
" Dan hendaknya ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung " (QS. Ali Imran : 104)
Keempat, perbuatan Rasulullah pun sejak dari Mekkah menunjukkan hal itu. Sampai-sampai dalam Al Qur'an, kelompok Rasul dan para sahabatnya digelari Hizbullah, partai Allah. Tidak mungkin yang namanya partai hanya seorang diri. Allah berfirman, "Dan barang siapa mengambil Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman menjadi walinya, maka sesungguhnya golongan Allah (hizbullah) itulah yang pasti menang" (QS. Al Maidah : 56)
Kelima, mewujudkan kehidupan Islam adalah kewajiban. Padahal, hampir mustahil mewujudkan dengan sendirian. Harus dengan berjamaah. Disisi lain, ada kaidah usul yang digali dari banyak ayat dan hadist oleh para ulama bahwa, "Sesuatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula adanya".
Berdasarkan kaidah usul tersebut, jelaslah bahwa membentuk jamaah dalam rangka menegakkan panji Allah SWT adalah suatu kewajiban. Bila tidak dilakukan, maka hukumnya dosa. Dengan demikian, kaum muslimin saat berupaya memperjuangkan Islam harus berupaya bersama-sama dalam satu jamaah yang terorganisir rapi. Hal ini dilakukan bukan sekedar dorongan akal, melainkan sebagai pemenuhan kewajiban dari Allah sang pencipta.
Keenam, dia akan selalu memelihara persatuan dan kesatuan jamaah atau organisasi dalam berupaya terus membina umat agar suatu waktu menjadi penerap, pemelihara dan pembela Islam.
Orang yang sudah tertanam dalam hatinya ruh jamaah, maka perilakunya pun mencerminkan sebagai bagian dari jamaah. Pertama, dia akan selalu taat kepada pimpinan jamaah, selama pimpinan itu menyuruh pada hal yang ma'ruf. Kedua, setiap perbuatannya senantiasa didasari oleh pertimbangan kepentingan jamaah. Ketiga, dia selalu konsisten dalam menjalani aturan administrasi jamaah. Keempat, dia rela berkorban demi membela Islam bersama-sama dengan jamaah dan kaum muslimin lainnya. Harta, pikiran dan tenaga rela dikorbankan hingga nyawanya pun rela dikorbankan.
Karena begitu pentingnya jamaah, maka umat harus berupaya mewujudkan jamaah kaum muslimin ini. Salah satu cara yang paling efektif adalah silaturahim antar anggota sebuah jamaah maupun antar jamaah kaum muslimin. Ketersediaan diri untuk menjalin silaturahim ini akan menjadi awal yang baik bagi persatuan umat Islam se-ndonesia bahkan sedunia. Jika demikian bukanlah sesuatu mustahil jika kelak dengan dukungan semua pihak kejayaan dan kebangkitan umat yang berbasis persatuan umat di seluruh dunia bisa menjadi kenyataan.

Saatnya Berubah dan Bangkit
Apa sesungguhnya yang disebut bangkit dan kebangkitan itu. Bagaimana pula perspektif Islam memandang kebangkitan. Apakah umat Islam hari ini telah bangkit. Apakah setiap perubahan identik dengan kebangkitan. Mari kita telaah.
Kebangkitan adalah istilah baru yang digunakan untuk mengungkapkan suatu fakta tertentu, yaitu kepindahan suatu umat, bangsa atau seorang individu dari suatu keadaan menuju keadaan lain yang lebih baik. Jika demikian perubahan adalah salah satu syarat akan adanya kebangkitan suatu kaum. Istilah kebangkitan ini belum digunakan pada masa-masa awal kenabian dan kepemimpinan para khalifah. Sebab mereka hidup dalam kondisi kejayaan. Berbeda dengan sekarang. Istilah ini digunakan untuk menggapai kejayaan itu kembali.
Faktor kebangkitan suatu kaum bisa kita lihat dari beberapa sudut pandang. Apakah kekayaan SDA bisa membangkitkan sebuah bangsa, ternyata tidak, contohnya Indonesia. Apakah kemajuan teknologi, akan membuat sebuah bangsa bangkit, ternyata tidak, Jepang contohnya. Jadi dengan demikian apa faktor utama kebangkitan suatu bangsa. Kebangkitan suatu bangsa adalah karena faktor pemikiran dan ideologinya. Amerika dan Eropa bangkit dengan ideologi kapitalisnya sehingga mereka bisa memimpin dunia dan mengendalikannya. Cina bangkit dengan ideologi dan pemikiran komunisnya. Kebangkitan zaman Rasulullah juga ditandai oleh tumbangnya ideologi jahiliah dan digantikannya dengan ideologi dan pemikiran Islam yang menjadi landasan pengatur segala aspek kehidupan. Ekonomi, pendidikan, SDA, moral hanyalah efek dari kebangkitan pemikiran itu sendiri. Perubahan perilaku seseorang dikarenakan perubahan mind set yang ada dalam dirinya.
Jika demikian perubahan adalah sebuah keharusan untuk membangkitkan kembali umat. Perubahan pemikiran dari isme-isme yang membelenggu umat menjadi berfikir Islam dengan landasan ideologi Islam yang dilandasi oleh aqidah yang kokoh. Kebangkitan dalam perspektif Islam dengan demikian adalah perubahan pemikiran umat Islam untuk menjadikan ideologi Islam sebagai landasan bertindak dan berperilaku serta landasan untuk memecahkan segala aspek permasalahan kehidupan. Itulah sebabnya dalam kebangkitan ini, umat Islam harus meninggalkan isme-isme yang membelenggu dirinya.
Tidak semua perubahan adalah kebangkitan, tapi setiap kebangkitan akan membutuhkan sebuah perubahan. Tidak setiap kebangkitan itu baik dan hakiki. Bahkan banyak kebangkitan yang justru destruktif. Kebangkitan yang berlandasakan ideologi kapitalisme dan komunisme justru bersifat self destructive. Kita bisa melihat fakta kehidupan hari ini.
Kebangkitan hakiki yang benar dan konstruktif adalah kebangkitan yang dilandasi oleh ideologi Islam. Sebab kelahiran Islam adalah untuk kebaikan umat manusia diseluruh alam semesta, rahmatan lil'alamin. Islam rahmatanlil'alamin dalah stetemen Allah sendiri sebagai pencipta manusia dan alam semesta.
Kebaikan kehidupan yang dilandaskan oleh kebangkitan Islam hanya akan bisa dirasakan jika telah diterapkan. Jika demikian dapat disimpulkan bahwa tugas besar dan agenda utama umat ini adalah penyadaran umat Islam untuk bangkit agar kemuliaan Islam bisa dirasakan oleh seluruh umat manusia dan bagi para pejuangnya akan merasakan surga nan abadi. Dakwah ideologis yang berfokus pada revolusi pemikiran adalah salah satu cara diantara cara menuju kebangkitan itu.
Pertanyaannya adalah sudah siapkan kita menjadi generasi muda Islam yang siap menjadi pelopor perjuangan kebangkitan di Indonesia. Sebab faktanya di Indonesia belum bangkit. Para penguasa di Indonesia terbukti justru menjadi komprador (agen) asing yang berkuasa untuk kepentingan kelompok dan asing. Mereka tidak pernah memikirkan rakyat sebagai orang yang harusnya dilayani. Mereka telah menjadi pelayan para penjajah kapitalis. Tidak mengherankan jika Indonesia tidak pernah beranjak lebih baik, justru sebaliknya semakin terpuruk. Para penguasa dengan kesombongannya mencoba membanggakan aturan buatan manusia dan mengabaikan hukum dan aturan Allah. Inilah akar permasalahan bangsa ini.
Lahirnya lusinan partai pada pemilu 2009 belum tentu menjamin kebangkitan bangsa ini. Sebab kelahiran partai-partai politik yang ada hanyalah simbol kerakusan manusia akan materi duniawi. Buktinya para wakil rakyat yang seharusnya mewakili aspirasi rakyat justru menjadi penghianat rakyat. Mereka berlomba-lomba menumpuk harta sekalipun dari hasil menjarah harta rakyat alias korupsi. Bahkan ada oknum wakil rakyat yang berbuat asusial.
Semakin banyak partai yang berorientasi pada kepentingan individu dan kelompok muncul, maka umat Islam di Indonesia akan semakin terpecah belah. Umat Islam akan semakin seperti busa yang diombang-ambingkan ombak. Umat Islam akan semakin dipermainkan dan menjadi hidangan yang diperebutkan banyak orang. Namun, setelah itu umat Islam juga akan menjadi korban yang paling menderita. Hampir semua partai peserta pemilu tidak ada yang punya visi ingin membangkitkan Islam. Sekalipun mereka mengaku partai Islam, apalagi partai nasionalis. Kemenangan golput di setiap pilkada adalah indikasi hilangnya kepercayaan umat kepada partai-partai yang ada. Sebab partai telah terjebak dan tergoda oleh kepentingan jangka pendek yang bersifat pragmatis. Bukan untuk jangka panjang dengan visi ideologis demi kemajuan Islam dan umat manusia. Fenomena ini sangat membahayakan.
Kebangkitan Islam memang sangat efektif jika dilakukan oleh sebuah partai. Sebab dengan partai bisa memasuki ranah politik dalam tataran negara. Dan hal ini telah dilakukan Rasulullah dengan gemilang. Jika demikian, mesti ada partai Islam ideologis yang menjadi pelopor. Partai Islam ideologis ini selalu berorientasi pada upaya menyatukan seluruh umat Islam dan berorientasi pada upaya membebaskan umat Islam dari segala bentuk penjajahan. Partai semacam inilah yang akan menjadi pelopor kebangkitan tersebut. Dengan partai ini pulalah seluruh aspek kehidupan yang berbasis nilai Islam akan diperjuangkan untuk diterapkan. Partai inilah yang akan berjuang demi tegaknya system dan hukum Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Namun yang terjadi hari ini sungguh ironis. Paratai-partai yang mengaku mengusung semangat nasionalisme ternyata hanya kebohongan semata. Buktinya dalam tubuh internal partai justru saling baku hamtam dan bakar-bakaran kantor hanya karena calon wakilnya tidak ditaruh di urutan pertama. Jika partai-partai itu mengusung semangat nasionalisme mengapa mereka terpecah belah. Padahal mereka mengaku nasionalime, ingin membangun bangsa dan negara Indonesia. Jangankan membangun bangsa dan Negara, sekedar membangun kesatuan dan keutuhan anggotanya saja tidak mampu. Timbul pertanyaan, ada apa dibalik munculnya partai-partai ini. Masihkah kita sebagai umat Islam menaruh kepercayaan kepada mereka.
Kalau kita lihat fakta demikian sesungguhnya semua ini hanyalah tipuan belaka. Sesungguhnya merekalah orang-orang yang tidak nasionalis, dan merekalah yang tidak pancasilais. Jangan-jangan nanti partai-partai itu akan melahirkan anggota-anggota DPR yang akan menjelma menjadi Dewan Penghianat Rakyat, Dewan Penghisap Rakyat, Dewan Penjajah Rakyat, Dewan Penipu Rakyat, Dewan Permesuman Rakyat dan Dewan Penjual (harta) Rakyat. Ironis.
Untuk itu tidak ada jalan lain kecuali memantapkan diri untuk selalu berjalan diatas jalan yang telah Allah tentukan dalam kehidupan ini. Apapun profesi kita saat ini, hendaknya aturan dan hukum Allah harus tetap dijunjung tinggi dan diperjuangkan, agar hidup lebih baik. Islam yang notabene menjadi solusi kehidupan harus diperjuangkan secara sungguh-sungguh. Hingga pertolongan Allah datang. Saat itulah perubahan dan kebangkitan Islam menuju kehidupan yang penuh keberkahan dan kemuliaan akan menjadi kenyataan. Saatnya umat Islam bersatu dan menyatukan langkah, hilangkan rasa egoisme dan arogansi sektoral. Saatnya Islam bangkit memimpin dunia. Saatnya umat Islam memiliki pemimpin yang taat kepada Allah dan RasulNya yang akan membawa pada keselamatan dan kebahagiaan dunia akherat.
Saatnya umat Islam bangkit, menjadi pelopor perubahan dan kebangkitan menuju Indonesia yang lebih baik, kenapa tidak ?
DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Hafidz. Islam Politik dan Spiritual. 1998. Singapura : Lisanul Haq.
Sukarta, Mad Rojda. Catatan untuk Para Pejuang. 2008. Bogor : DM Grafika
Shahih, Hafizd. Falsafah kebangkitan. 2003. Jakarta : Idea Pustaka Utama
Buzan, Tony. Buku pintar Mind Map. 2006. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Lantu, Donald Crestofel. 2006. Knowledge Management. Bandung : SBMITB.
Al Faruqi. 2000. Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Lontar Utama.
Dyrden, Gordon. 2000. Revolusi cara Belajar. Jakarta : Kaifa.
Hadi, Saeful. 2004. Profit Ilmuwan Muslim Perintas. Jakarta : Fikri.
Al Bagdadi, Abdurahman. 1994. Islam Bangkitlah. Jakarta : GIS.
Al Banna, Hasan. Pemuda Militan. Jakarta : Pustaka Mantiq.
Yusanto, Ismail. 1998. Islam Ideologi. Jakarta : Al Izzah
Schwartz, David J. Berfikir dan Berjiwa Besar. 1992. Jakarta : Binarupa Aksara.
Kasali, Rhenald. Change. 2005. Jakarta : Ikrar Mandiriabadi.
Soedarsono, Soemarno. Hasrat untuk Berubah. 2006. Jakarta : Alek Media
Wijayakusuma, M Karebet. Be The Best, Not Be Asa. 2007. Jakarta :Prestasi.
Maghfur, Muhammad. Koreksi atas Kesalahan Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam. 2002. Jakarta : al Izzah.
Majalah Al Waie, no 67 tahun Vi 2006, no 66 tahun Vi 2006,
Dokumen hasil Munas Fatwa MUI 2005.

REKONTRUKSI PARADIGMATIK DAN POLITIS PENDIDIKAN ISLAM MENGHADAPI PENETRASI LIBERALISME SEKULER DI INDONESIA

REKONTRUKSI PARADIGMATIK DAN POLITIS PENDIDIKAN ISLAM MENGHADAPI PENETRASI LIBERALISME SEKULER DI INDONESIA

Oleh : Ahmad Assastra

Abstrak
Implementasi pendidikan Islam di Indonesia sejatinya telah mengalami disorientasi dan distorsi dari konsepsi yang telah digariskan oleh Al Qur’an dan Al Hadist serta konteks kesejarahan zaman Rasulullah. Zaman keemasan peradaban Islam tidak bisa dilepaskan dari implikasi diterapkannya sistem pendidikan Islam oleh Rasulullah dan zaman setelahnya. Islam sebagai sebuah sistem dan peradaban telah memiliki rujukan ontologis, epistimologis dan aksiologis yang jelas yakni Al Qur’an dan Rasulullah. Namun semenjak Islam tak lagi memiliki hegemoni kepemimpinan peradaban dunia karena keruntuhan kekhilafahan Turki Ustmani dan adanya perang salib, maka runtuh pula sistem dan peradaban hingga berimplikasi terhadap kebangkrutan literatur dan kemunduran di segala bidang termasuk sistem pendidikan Islam. Kebangkitan dunia Barat hari ini adalah hasil transformasi keilmuwan Islam kepada mereka melalui sebuah konspirasi jahat. Mereka kemudian melakukan berbagai penetrasi dan penyerangan pemikiran liberal sekuler di dunia Islam. Dari sinilah malapetaka demi malapetaka di dunia Islam terus berlangsung hingga kini. Islam dan umat Islam secara konseptual adalah agama yang benar dan umat yang terbaik. Namun kini seluruh dunia Islam mengalami keterpurukan hingga titik nadhir, termasuk di Indonesia. Pembenahan dunia pendidikan adalah salah satu ranah yang strategis untuk membangkitkan ulang dan menggapai ulang kejayaan yang telah hilang. Diperlukan solusi yang komprehensif yang meliputi rekontruksi paradigmatik, politis dan metodologis hingga pendidikan Islam mampu menghasilkan para ilmuwan ulama seperti dulu. Hingga peradaban Islam bisa terwujud lagi menjadi peradaban dunia. Mungkin dari Indonesia kita akan mulai proyek mulia ini.

Kata kunci : Rekontruksi, paradigmatik, sistemik, filsafat, peradaban, liberalisme, sekulerisme, islamisasi ilmu pengetahuan, dan kebangkitan.

Perspektif Normatif Konsep dan Karakter Pendidikan Islam.
Islam adalah sebuah sistem hidup yang melahirkan berbagai aturan untuk kebaikan manusia. Hal ini tidak mungkin terbantahkan, sebab konsepsi Islam berasal dari Allah sang pencipta manusia itu sendiri. Allah lebih tahu tentang hakekat manusia melebihi manusia itu sendiri. Tidak ada satupun ayat yang mengatakan bahwa Allah berbuat dzalim terhadap manusia, kecuali manusia itu sendiri yang mendzalimi dirinya sendiri. Representasi konsepsi sistem hidup ini tercantum dalam Al Qur’an sebagai pedoman normatif yang kemudian dikejawantahkan oleh utusanNya Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari di semua ranah kehidupan.
Ketika Rasulullah diutus itulah beliau kemudian memberikan pembelajaran kepada manusia melalui dakwah yang penuh kasih sayang dan kelembutan. Proses pembelajaran ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada manusia saat itu agar mengubah keyakinan jahiliyah yang selama ini dianut. Dengan berbagai uslub (cara) Rasulullah secara terus menerus memberikan pencerahan ajaran Islam kepada umat yang tersesat saat itu. Kadang dengan menyeru, dialog, taklim, debat, keteladanan perilaku dan diskusi. Proses internalisasi pemahaman ajaran Islam yang dilakukan oleh Rasulullah inilah yang kemudian menjadi cikal bakal proses pendidikan Islam. Tujuan paling prinsip dari proses pendidikan yang dilakukan Rasulullah adalah untuk mengarahkan manusia kepada jalan Islam hingga mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.
Pola pendidikan yang dilakukan Rasulullah inilah yang kelak menjadi faktor utama lahirnya para generasi terbaik sepanjang sejarah peradaban dunia. Abu Bakar Shidiq, Umat bin Khaththab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib adalah sebagian kecil sahabat dan anak didik Rasulullah yang telah meletakkan pondasi bagi kegemilangan peradaban Islam di masa berikutnya. Sistem dan peradaban Islam sebagai pondasi kejayaan Islam mendominasi selama berabad-abad. Kejayaan Islam saat itu telah menjadi cahaya yang memancarkan energi positif bagi kebaikan dunia dengan berbagai karya keilmuwan para ulama cendikiawan atau ilmuwan muslim yang kemudian menjadi rujukan utama bagi kemajuan iptek di dunia Barat. Ini adalah fakta sejarah yang didasarkan oleh pengakuan para ilmuwan Barat sendiri bahwa Islam adalah penyumbang utama bagi kemajuan peradaban Barat.
Pendidikan Islam pada hakekatnya bertujuan untuk melahirkan generasi manusia yang mampu mengelola, memakmurkan, menguasai dan menerapkan hukum dan aturan Allah di muka bumi. Itulah juga visi para nabi dan Rasul, bukan untuk melahirkan manusia-manusia perusak bumi dan alam. Itulah yang dimaksud Allah dalam ayatNya bahwa Allah akan menciptakan para Khalifah dari kalangan manusia yang kelak dipertanyakan oleh para malaikat. Karenanya Allah akan mengangkat dari hamba-hambanya yang dalam hidupnya menuntut ilmu beberapa derajat.
Artinya melalui pendidikan Islam inilah manusia akan mampu memiliki imu pengetahuan yang akan digunakan untuk mengelola bumi bagi kebaikan seluruh manusia sesuai hukum yang dikehendaki Allah, inilah hakekat predikat khalifah. Bagaimana akan bisa mengelola dengan baik jika tidak memiliki kekuasaan di muka bumi. Padahal Allah yang telah menjanjikan orang-orang beriman akan menjadi penguasa di muka bumi untuk menebarkan rahmat bagi alam (rahmatan lil’alamin). Untuk itulah para ilmuwan muslim terdahulu yang telah beriman dan beramal shaleh juga membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mampu menguasai dan mengelola bumi sekaligus menorehkan dengan tinta emas peradaban dunia yang penuh kemuliaan dan kebaikan.
Pendidikan Islam mengajarkan anak didik untuk senantiasa berfikir tentang penciptaan alam semesta sebagai salah satu cara untuk memperkuat iman kepada Allah serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengelola bumi. Dengan kata lain pendidikan Islam akan melahirkan generasi yang senantiasa berfikir dan berzikir yang dalam istilah Al Qur’an disebut dengan istilah generasi Ulil Albab. Generasi Ulil Albab sebagai hasil dari proses pendidikan Islam memiliki beberapa ciri, diantaranya yang disampaikan oleh Prof. Didin Hafidhuddin dan Naquib al Atas.
Dengan mengacu pada Al Qur’an dan sejarah kejayaan peradaban Islam, maka dapat disimpulkan bahwa karakter pendidikan Islam sejatinya bersifat integralistik yakni memadukan antara keimanan dan keilmuwan sekaligus. Karakter pendidikan Islam tidaklah bersifat dikotomis sekuleristik seperti yang terjadi di dunia Barat sekarang ini. Pendidikan Islam juga berkarakter holistik yakni meliputi semua bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan, politik, sosial, budaya, ekonomi, seni, psikologi, bahkan praktek kenegaraan sekalipun. Dengan demikian pendidikan Islam juga bersifat sistemik yakni mengajarkan Islam sebagai sebuah sistem kesatuan yang utuh bukan parsial. Pendidikan Islam juga berkarakter universal yakni hasil dari pendidikan Islam adalah para generasi yang akan menjadi agen-agen penebar kebaikan bagi dunia bukan perusak dunia bukan hanya untuk kelompok tertentu atau primordialistik. Karenanya pendidikan Islam menurut menurut Prof. Dr. H Ramayulis juga memiliki prinsip-prinsip tersendiri yang khas yang membedakan dengan sistem pendidikan lain . Dengan Islam, maka peradaban dunia akan menjadi peradaban mulia, meminjam istilah Iqbal kebudayaan yang menemukan titik kesatuan dunia dalam prinsip tauhid.
Pendidikan Islam di Indonesia dalam Cengkraman Liberalisme
Jika dulu masa kejayaan Islam telah melahirkan berbagai lembaga pendidikan yang bergengsi di mata dunia , kini berbeda 180 derajat dengan yang terjadi di Indonesia. Lembaga pendidikan Islam saat itu dikatakan bergengsi karena mampu memberi inspirasi bagi peradaban dunia karena tetap berpijak pada ajaran Islam sebagai sebuah ideologi yang sistemik dan aplikatif, bukan berpijak pada nilai-nilai yang lain. Adapun kondisi pendidikan di Indonesia kini tengah mengalami kesalahan pijakan, menjauhi dari pijakan Al Qur’an melainkan berpijak pada pemikiran Barat yang liberalis sekuler. Akibatnya banyak berdiri berbagai lembaga pendidikan tinggi namun tidak mampu melahirkan para ilmuwan muslim seperti dahulu melainkan justru melahirkan para sarjana karbitan yang pemikirannya telah jauh melenceng dari ajaran Islam. Para sarjana bukan kemudian membangun peradaban Islam, justru malah merusak dan melakukan pembusukan Islam dari dalam dengan mengatasnamakan modernisme.
Hal ini tidaklah mengherankan karena banyak ilmuwan muslim justru menggali ilmu dan peradaban dari negara-negara Barat dengan cara memanfaatkan berbagai beasiswa yang mereka tawarkan. Hasilnya mereka pulang ke Indonesia dengan mambawa pemikiran-pemikiran liberal sekuler yang bertentangan dengan Islam. Mereka tumbuh menjadi seorang muslim yang justru tidak lagi percaya dengan Islam, malah pekerjaan mereka melakukan berbagai aksi pembusukan terhadap agamanya sendiri dengan dalih kemajuan Islam. Padahal mereka tidaklah lebih dari segerombolan pelacur lapar yang menjual Islam kepada orang-orang kafir dengan banyaran sedikit. Mereka telah menjadi budak orang-orang kafir demi sesuap nasi. Bahkan yang lebih ironis menurut Adian Husaini justru tanpa sadar di perguruan tinggi (IAIN) di Indonesia tengah terjadi pemurtadan terselubung dan penyesatan opini yang massif.
Jika dulu pembusukan terhadap Islam dilakukan oleh Abu Jahal dan Abu Lahab beserta pengikutnya, maka kini sosok-sosok mereka masih berkeliaran dengan baju Yahudi, Nasrani, paganis, sekularis, liberalis, pluralis, demokratis dan nasionalis. Sekalipun mereka berbeda ragam dan genre, pada hakekatnya mereka satu. Sebab kekafiran adalah sebuah penolakan terhadap monoloyalitas kepada Allah. Dan mereka kerap bersatu padu bekerja sama untuk menghancurkan Islam dengan cara memasukkan (infiltrasi dan internalisasi) virus-virus pembusuk kedalam pemikiran orang-orang muslim. Salah satu caranya adalah dengan menimbulkan keragu-raguan (tasykik) terhadap kesempurnaan Islam. Diajarkannya kepada mereka tentang perlunya liberalisme, inklusivisme, pluralisme dan dekontruksi terhadap syariat Islam, termasuk upaya penyetaraan gender dalam seluruh aturan fiqih Islam. Hal ini dilakukan melalui sekolah-sekolah dan kampus-kampus Islam.
Sejarahwan Australia, Mc Rieckleafs, mengatakan bahwa asas, kurikulum, dan metode pendidikan di sekolah di Indonesia serta perguruan-perguruan tinggi Indonesia adalah warisan Belanda melalui politis Etis. Dan karenanya kurikulumnya bersifat sekuleristik, memisahkan tsaqafah Islam terpisah dari kehidupan. Pasca kemerdekaan tahun 1945 Eropa, Rusia, China dan Amerika menggelontorkan beasiswa luar negeri kepada putra putri terbaik untuk belajar ilmu sosial, pendidikan, politik, sejarah, ekonomi dan psikologi yang kesemuanya mengandung pemikiran asing yang sekuler.
Bahkan pemerintah kini menargetkan pada tahun 2020 sekolah dan perguruan tinggi berstatus Badan Hukum Pendidikan (UU No 23 tahun 2000). Hal ini menunjukkan adanya kepentingan neoliberal di bidang pendidikan. Aliansi Global for All yang diprakarsai UNESCO, pada tahun 2000 menelurkan Komitmen Dakkar. Komitmen ini berisi diantaranya perubahan kurikulum berbasis kompetensi, penetapan standarisasi pengajar, kelulusan, kualitas sekolah dan perluasan otonomi manajemen sekolah. Hal ini mengakibatkan pendidikan di Indonesia (baca pendidikan Islam) terperosok dalam perangkap liberalisme sekuler. Kini pendidikan di Indonesia tidak lagi mampu mencetak para generasi pemimpin masa depan, namun tidak lebih dari pencetak tenaga kerja terampil bagi para kapitalis. Selain itu pendidikan juga hanya melahirkan pribadi yang split personality, kehilangan identitas kemuslimannya, tidak mandiri dan bermental lemah sehingga mudah dijajah oleh bangsa lain.
Kemunduran pendidikan Islam di Indonesia atau diseluruh penjuru negeri-negeri muslim sesungguhnya dimulai sejak runtuhnya zaman keemasan Islam dan perang salib. Sejak itu hingga kini kondisi umat Islam sangat memprihatinkan.Umat Islam sekalipun mayoritas di Indonesia, faktanya tak mampu berbuat apa-apa untuk memperkuat basis sistem kenegaraan dengan sistem Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist. Sebaliknya yang mendominasi justru sistem sekuler kapitalis. Bahkan dalam bidang pendidikanpun sudah terjangkit virus kapitalisme. Dalam konsep Islam mestinya pendidikan adalah tanggungjawab pemerintah, kini justru diswastanisasi hingga biaya pendidikan melangit tak terjangkau.
Jika kini peradaban dan budaya Islam tak lagi mendominasi Indonesia yang mayoritas muslim ini karena pendidikan Islam sudah terkontaminasi pemikiran liberal sekuler. Proses infiltrasi virus-virus sekulerisme inilah telah menyebabkan distorsi yang menganga dalam memahami Islam melalui pendidikan Islam baik secara paradigmatik, politis maupun metodologis. Tantangan Ghozwul Fikri yang mengusung liberalisme sekuler terhadap kebangkitan kembali pendidikan Islam di Indonesia tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Kita mesti berkaca pada sejarah perjuangan para pejuang ulama seperti Muhammad Natsir, HOS Cokroaminoto, Sholeh Iskandar, dan para ulama pejuang lainnya yang dengan gigih memperjuangkan Islam secara kultural maupun politis, sekalipun untuk itu mereka harus dipenjara atau syahid di ujung senjata para penjajah. Mereka berjuang untuk mengusir penjajah dan kini Indonesia sungguh dalam kondisi yang sama : terjajah.
Jika dulu perjuangan fisik lebih menonjol maka kini perjuangan pemikiran mesti lebih dikedepankan untuk di Indonesia. Di Indonesia tentu tidak ada lapangan jihad perang seperti di Palestina. Jika ada seorang muslim yang melakukan pengeboman bunuh diri dengan dalil jihad, maka hal itu tidaklah merepresentasikan Islam. Sebab bom bunuh diri di Indonesia banyak kejanggalan, otak dibalik semua ini juga diduga kuat justru intelijen CIA yang memanfaatkan para pemuda muslim yang dangkal pemahaman Islamnya dengan cara melakukan infiltrasi, radikalisasi, misinformasi, aksi dan stigmatisasi. Jadi ujung dari bom bunuh diri ini sesungguhnya ada motif politis ideologis dari kekuatan kafir untuk menstigmatisasi Islam sebagai pelaku terorisme. Buktinya tidak adanya relevansi antara motivasi dan aksi.
Tugas pendidikan Islam untuk meraih kembali kejayaan Islam sebagai sistem dan peradaban dengan melahirkan para ilmuwan ulama seperti zaman keemasan tidaklah mudah. Sebab tidaklah semua komponen umat Islam sadar akan tantangan pemikiran liberal sekuler yang tengah terjadi dan terus merasuk ke dalam tubuh umat Islam melalui berbagai saluran. Bahkan yang lebih ironis adalah melalui orang-orang muslim sendiri yang telah menjadi antek dan agen orang-orang kafir dengan pendanaan tak terbatas yang kemudian menyebarkannya di tengah masyarakat.

Menawarkan Solusi Komprehensif.
Jika dicermati, maka tampak problem tantangan pendidikan Islam di Indonesia sangat kompleks dan fundamental, karena menyangkut penetrasi ideologi kufur dalam semua ranah pendidikan Islam, karenanya harus ada solusi yang komprehensif untuk mengatasinya. Menurut penulis setidaknya dibutuhkan tiga ranah rekontruksi yakni ranah paradigmatik, ranah politis dan ranah metodologis. Selanjutnya akan dipaparkan satu persatu.
Rekontruksi paradigmatik mengacu kepada pelurusan ulang serta pembersihan ulang keilmuwan Islam dari virus-virus liberalisme sekuler dengan melakukan islamisasi sain. Rekontruksi politis mengacu kepada perjuangan politik agar Islam bisa diterapkan secara sistemik oleh negara, sebagaimana telah dilakukan Rasulullah dan yang telah diperjuangkan oleh generasi Natsir dkk. Rekontruksi metodologis mengacu kepada pembersihan metodologi penggalian dan pengajaran ilmu dari pengaruh metodologi Barat yang destruktif.

Kesimpulan
Tantangan pendidikan Islam di Indonesia tergolong kompleks sebagaimana juga dihadapi oleh negeri-negeri muslim lainnya. Untuk mengatasinya diperlukan sebuah solusi jangka panjang yang lebih fundamental dan menyeluruh. Sebab jika parsial, maka upaya umat Islam untuk mengembalikan kejayaan peradaban melalui sistem pendidikan Islam tidak akan pernah terwujud jika mindset umat masih terpolarisasi pemikiran Barat yang sesat ditambah sistem yang diterapkan oleh negara adalah sistem kenegaraan yang sekuleristik dan liberalistik. Dengan demikian rekontruksi adalah harga mati. Wallahua’lam bishawab.

SUMBER BACAAN


Al Baghdady, Abdurahman. 2002. Refleksi Sejarah Terhadap Dakwah Masa Kini. Bogor : Al Azhar Press.

Al Faruqi. 2000. Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Lontar Utama.

Al Jawi, Muhammad Nawawi Ibnu Umar. 2001. Nashaihul 'Ibad (Nasihat bagi Hamba Allah. Terj.). Surabaya : Al Hidayah

Al Ghazali, Imam Abu Hamid. 2003. Bidayatul Hidayah (Tuntunan Mencapai Hidayah Allah. Terj.) Surabaya : Al Hidayah

--------------------------------------. 1414 H. Al Mushtashfa min 'ilm al Ushul. Edisi 1 Beirut : Darul Kutb al Ilmiyah


Ahmad, Zainal Abidin. 1974. Negara Adil Makmur Menurut Ibnu Siena, Jakarta : Bulan Bintang.

Ahmed, Shabir, Anas Abdul Muntaqim dan Abdul Sattar. 1999. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Bangil : Al Izzah

Ali, Attabik. 2003. Kamus Inggris Indonesia Arab. Yogyakarta : Multi Karya Grafika, Pondok Pesantren Krapyak

Alma, Buchori. 2003. Pemasaran Stratejik Jasa Pendidikan. Bandung : Penerbit Alfabeta

Amin, Mahrus. 2008. Dakwah melalui Pondok Pesantren : Pengalaman Merintis dan Memimpin Darunnajah Jakarta. Jakarta : Penerbit Grup Dana.

Amin, Masyhur. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Indonesia Spirit Fondation.

Anabhani, Taqiuddin. 2001. Thariqul Iman. : Peraturan Hidup dalam Islam. Bogor : Thariqah Izzah.

Anis, Ibrahim dkk, al Mu'jam al Wasith, Majma' al Lughah, Kairo. 1972

Antonio, Muhammad Syafii. 2007. The Super Leader Super Manager. Jakarta : Tazkia Multimedia dan Pro LM

Arcaro, Jerome S. 2006. Pendidikan Berbasis Mutu : Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan. Jakarta : Pustaka Pelajar.

Arep, Ishak dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti.

Armush, Ahmad Ratib. 2006. The Great Leader, Strategi dan Kepemimpinan Muhammad SAW. Jakarta : Embun Publising.

Bacal, Robert. 2002. Performance Management : Memberdayakan Karyawan, meningkatkan Kinerja Melalui Umpan balik, Mengukur Kinerja. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Badi, Jamal dan Mustapha Tajdin. 2007. Islamic Creative Thinking, Berfikir Kreatif berdasarkan Metode Qurani. Bandung : Mizania

DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 1999. Quantum learning : Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Jakarta : Kaifa.

Dubin, R., et.al. 1965. Leadership and Produktivity, Chandler Publising Company.

Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. 2001. Revolusi Cara Belajar. Bagian II : Sekolah Masa Depan. Jakarta : Kaifa

El Saha, M Ishom dan Saiful Hadi. 2004. Profil Ilmuwan Muslim Perintis Ilmu Pengetahuan Modern. Jakarta : Fikri.

Feinberg, Mortimer R, Robert Tanofsky dan John J Tarrant, 1996, Psikologi Manajemen, Jakarta : Mitra Utama

Ghulsyani, Mahdi. 1999. Filsafat saint Menurut Al Qur’an. Jakarta : Penerbit Mizan.

Hafidhuddin, Didin. 2006. Agar layer Tetap Terkembang, Upaya Menyelamatkan Umat. Jakarta : Gema Insani Press.

Hesselbein, Frances. Et al (editor). 2001. The Organization of the Future. Jakarta : Alex Madia Komputindo.

Iqbal, Muhammad. 1966. Membangun Kembali Pemikiran Agama dalam Islam. Jakarta : Tintamas.

Kasali, Rhenald. 2005. Change. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Luth, Thohir. 1999. Mohammad Natsir, Dakwah dan Pemikirannya. Jakarta : Gema Insani Press.

Meier, Dave. 2002. The Accelerated Learning : Handbook, Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Jakarta : Kaifa.

Poster, Cyril. 2000. Gerakan Menciptakan Sekolah Unggulan. Jakarta : Lembaga Adidaya Indonesia.

Rahman, Jamal Abdur. 2005. Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah SAW. Bandung : Irsyad Baitus Salam.

Ramayulis. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia

Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran : untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Jakarta : Alfabeta.

Sallies, Edward. 2006. Total Quality Management in Education : Manajemen Mutu Pendidikan. Jakarta : IRCiSoD

Sukarta, Mad Rodja. 2008. Catatan untuk Para Pejuang : Sebuah Refleksi tentang Pemikiran Pendidikan dan Keagamaan. Bogor : DMgrafika Press.

-------------------------. 2008. Saatnya Umat Islam Bangkit. Bogor : DMgrafika Press

-------------------------. 2009. Menjaga Visi dan Tradisi Pesantren. Bogor : Dmgrafika Press.

Tjakraatmadja, Jann Hidayat dan Donald Crestofel Lantu. 2006. Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajar. Jakarta : School of Bussiness and` Management Institut Teknologi Bandung.

Tilaar, HAR. 1994. Manajemen Pendidikan Nasional : kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Thoha, Anis Malik. 2005. Tren Pluralisme Agama, Tinjauan Kritis. Jakarta : Perspektif.

Uwes, Sanusi. 1999. Manajemen Pengembangan Mutu Dosen. Jakarta : Logos.

Widjajakusuma, M Karebet . 2007. Be The best not be asa. Jakarta : Prestasi/Bisa Insani Press

Ya'qub, Hamzah. 2003. Etos Kerja Islam, Petunjuk Pekerjaan yang Halal dan haram dalam Syariat Islam. Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya

Zarkasyi, Abdullah Syukri. 2005. Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Jakarta : Rajawali Press.

Zarkasyi, Imam. 1975. Materi Khutbatul ‘Arsy. Gontor : Darussalam Press.


Majalah :

Al Wa’ie no 96 tahun VIII 2008.
Hidayatullah April 2005.