Senin, 24 Mei 2010

REKONTRUKSI PARADIGMATIK DAN POLITIS PENDIDIKAN ISLAM MENGHADAPI PENETRASI LIBERALISME SEKULER DI INDONESIA

REKONTRUKSI PARADIGMATIK DAN POLITIS PENDIDIKAN ISLAM MENGHADAPI PENETRASI LIBERALISME SEKULER DI INDONESIA

Oleh : Ahmad Assastra

Abstrak
Implementasi pendidikan Islam di Indonesia sejatinya telah mengalami disorientasi dan distorsi dari konsepsi yang telah digariskan oleh Al Qur’an dan Al Hadist serta konteks kesejarahan zaman Rasulullah. Zaman keemasan peradaban Islam tidak bisa dilepaskan dari implikasi diterapkannya sistem pendidikan Islam oleh Rasulullah dan zaman setelahnya. Islam sebagai sebuah sistem dan peradaban telah memiliki rujukan ontologis, epistimologis dan aksiologis yang jelas yakni Al Qur’an dan Rasulullah. Namun semenjak Islam tak lagi memiliki hegemoni kepemimpinan peradaban dunia karena keruntuhan kekhilafahan Turki Ustmani dan adanya perang salib, maka runtuh pula sistem dan peradaban hingga berimplikasi terhadap kebangkrutan literatur dan kemunduran di segala bidang termasuk sistem pendidikan Islam. Kebangkitan dunia Barat hari ini adalah hasil transformasi keilmuwan Islam kepada mereka melalui sebuah konspirasi jahat. Mereka kemudian melakukan berbagai penetrasi dan penyerangan pemikiran liberal sekuler di dunia Islam. Dari sinilah malapetaka demi malapetaka di dunia Islam terus berlangsung hingga kini. Islam dan umat Islam secara konseptual adalah agama yang benar dan umat yang terbaik. Namun kini seluruh dunia Islam mengalami keterpurukan hingga titik nadhir, termasuk di Indonesia. Pembenahan dunia pendidikan adalah salah satu ranah yang strategis untuk membangkitkan ulang dan menggapai ulang kejayaan yang telah hilang. Diperlukan solusi yang komprehensif yang meliputi rekontruksi paradigmatik, politis dan metodologis hingga pendidikan Islam mampu menghasilkan para ilmuwan ulama seperti dulu. Hingga peradaban Islam bisa terwujud lagi menjadi peradaban dunia. Mungkin dari Indonesia kita akan mulai proyek mulia ini.

Kata kunci : Rekontruksi, paradigmatik, sistemik, filsafat, peradaban, liberalisme, sekulerisme, islamisasi ilmu pengetahuan, dan kebangkitan.

Perspektif Normatif Konsep dan Karakter Pendidikan Islam.
Islam adalah sebuah sistem hidup yang melahirkan berbagai aturan untuk kebaikan manusia. Hal ini tidak mungkin terbantahkan, sebab konsepsi Islam berasal dari Allah sang pencipta manusia itu sendiri. Allah lebih tahu tentang hakekat manusia melebihi manusia itu sendiri. Tidak ada satupun ayat yang mengatakan bahwa Allah berbuat dzalim terhadap manusia, kecuali manusia itu sendiri yang mendzalimi dirinya sendiri. Representasi konsepsi sistem hidup ini tercantum dalam Al Qur’an sebagai pedoman normatif yang kemudian dikejawantahkan oleh utusanNya Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari di semua ranah kehidupan.
Ketika Rasulullah diutus itulah beliau kemudian memberikan pembelajaran kepada manusia melalui dakwah yang penuh kasih sayang dan kelembutan. Proses pembelajaran ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada manusia saat itu agar mengubah keyakinan jahiliyah yang selama ini dianut. Dengan berbagai uslub (cara) Rasulullah secara terus menerus memberikan pencerahan ajaran Islam kepada umat yang tersesat saat itu. Kadang dengan menyeru, dialog, taklim, debat, keteladanan perilaku dan diskusi. Proses internalisasi pemahaman ajaran Islam yang dilakukan oleh Rasulullah inilah yang kemudian menjadi cikal bakal proses pendidikan Islam. Tujuan paling prinsip dari proses pendidikan yang dilakukan Rasulullah adalah untuk mengarahkan manusia kepada jalan Islam hingga mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.
Pola pendidikan yang dilakukan Rasulullah inilah yang kelak menjadi faktor utama lahirnya para generasi terbaik sepanjang sejarah peradaban dunia. Abu Bakar Shidiq, Umat bin Khaththab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib adalah sebagian kecil sahabat dan anak didik Rasulullah yang telah meletakkan pondasi bagi kegemilangan peradaban Islam di masa berikutnya. Sistem dan peradaban Islam sebagai pondasi kejayaan Islam mendominasi selama berabad-abad. Kejayaan Islam saat itu telah menjadi cahaya yang memancarkan energi positif bagi kebaikan dunia dengan berbagai karya keilmuwan para ulama cendikiawan atau ilmuwan muslim yang kemudian menjadi rujukan utama bagi kemajuan iptek di dunia Barat. Ini adalah fakta sejarah yang didasarkan oleh pengakuan para ilmuwan Barat sendiri bahwa Islam adalah penyumbang utama bagi kemajuan peradaban Barat.
Pendidikan Islam pada hakekatnya bertujuan untuk melahirkan generasi manusia yang mampu mengelola, memakmurkan, menguasai dan menerapkan hukum dan aturan Allah di muka bumi. Itulah juga visi para nabi dan Rasul, bukan untuk melahirkan manusia-manusia perusak bumi dan alam. Itulah yang dimaksud Allah dalam ayatNya bahwa Allah akan menciptakan para Khalifah dari kalangan manusia yang kelak dipertanyakan oleh para malaikat. Karenanya Allah akan mengangkat dari hamba-hambanya yang dalam hidupnya menuntut ilmu beberapa derajat.
Artinya melalui pendidikan Islam inilah manusia akan mampu memiliki imu pengetahuan yang akan digunakan untuk mengelola bumi bagi kebaikan seluruh manusia sesuai hukum yang dikehendaki Allah, inilah hakekat predikat khalifah. Bagaimana akan bisa mengelola dengan baik jika tidak memiliki kekuasaan di muka bumi. Padahal Allah yang telah menjanjikan orang-orang beriman akan menjadi penguasa di muka bumi untuk menebarkan rahmat bagi alam (rahmatan lil’alamin). Untuk itulah para ilmuwan muslim terdahulu yang telah beriman dan beramal shaleh juga membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mampu menguasai dan mengelola bumi sekaligus menorehkan dengan tinta emas peradaban dunia yang penuh kemuliaan dan kebaikan.
Pendidikan Islam mengajarkan anak didik untuk senantiasa berfikir tentang penciptaan alam semesta sebagai salah satu cara untuk memperkuat iman kepada Allah serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengelola bumi. Dengan kata lain pendidikan Islam akan melahirkan generasi yang senantiasa berfikir dan berzikir yang dalam istilah Al Qur’an disebut dengan istilah generasi Ulil Albab. Generasi Ulil Albab sebagai hasil dari proses pendidikan Islam memiliki beberapa ciri, diantaranya yang disampaikan oleh Prof. Didin Hafidhuddin dan Naquib al Atas.
Dengan mengacu pada Al Qur’an dan sejarah kejayaan peradaban Islam, maka dapat disimpulkan bahwa karakter pendidikan Islam sejatinya bersifat integralistik yakni memadukan antara keimanan dan keilmuwan sekaligus. Karakter pendidikan Islam tidaklah bersifat dikotomis sekuleristik seperti yang terjadi di dunia Barat sekarang ini. Pendidikan Islam juga berkarakter holistik yakni meliputi semua bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan, politik, sosial, budaya, ekonomi, seni, psikologi, bahkan praktek kenegaraan sekalipun. Dengan demikian pendidikan Islam juga bersifat sistemik yakni mengajarkan Islam sebagai sebuah sistem kesatuan yang utuh bukan parsial. Pendidikan Islam juga berkarakter universal yakni hasil dari pendidikan Islam adalah para generasi yang akan menjadi agen-agen penebar kebaikan bagi dunia bukan perusak dunia bukan hanya untuk kelompok tertentu atau primordialistik. Karenanya pendidikan Islam menurut menurut Prof. Dr. H Ramayulis juga memiliki prinsip-prinsip tersendiri yang khas yang membedakan dengan sistem pendidikan lain . Dengan Islam, maka peradaban dunia akan menjadi peradaban mulia, meminjam istilah Iqbal kebudayaan yang menemukan titik kesatuan dunia dalam prinsip tauhid.
Pendidikan Islam di Indonesia dalam Cengkraman Liberalisme
Jika dulu masa kejayaan Islam telah melahirkan berbagai lembaga pendidikan yang bergengsi di mata dunia , kini berbeda 180 derajat dengan yang terjadi di Indonesia. Lembaga pendidikan Islam saat itu dikatakan bergengsi karena mampu memberi inspirasi bagi peradaban dunia karena tetap berpijak pada ajaran Islam sebagai sebuah ideologi yang sistemik dan aplikatif, bukan berpijak pada nilai-nilai yang lain. Adapun kondisi pendidikan di Indonesia kini tengah mengalami kesalahan pijakan, menjauhi dari pijakan Al Qur’an melainkan berpijak pada pemikiran Barat yang liberalis sekuler. Akibatnya banyak berdiri berbagai lembaga pendidikan tinggi namun tidak mampu melahirkan para ilmuwan muslim seperti dahulu melainkan justru melahirkan para sarjana karbitan yang pemikirannya telah jauh melenceng dari ajaran Islam. Para sarjana bukan kemudian membangun peradaban Islam, justru malah merusak dan melakukan pembusukan Islam dari dalam dengan mengatasnamakan modernisme.
Hal ini tidaklah mengherankan karena banyak ilmuwan muslim justru menggali ilmu dan peradaban dari negara-negara Barat dengan cara memanfaatkan berbagai beasiswa yang mereka tawarkan. Hasilnya mereka pulang ke Indonesia dengan mambawa pemikiran-pemikiran liberal sekuler yang bertentangan dengan Islam. Mereka tumbuh menjadi seorang muslim yang justru tidak lagi percaya dengan Islam, malah pekerjaan mereka melakukan berbagai aksi pembusukan terhadap agamanya sendiri dengan dalih kemajuan Islam. Padahal mereka tidaklah lebih dari segerombolan pelacur lapar yang menjual Islam kepada orang-orang kafir dengan banyaran sedikit. Mereka telah menjadi budak orang-orang kafir demi sesuap nasi. Bahkan yang lebih ironis menurut Adian Husaini justru tanpa sadar di perguruan tinggi (IAIN) di Indonesia tengah terjadi pemurtadan terselubung dan penyesatan opini yang massif.
Jika dulu pembusukan terhadap Islam dilakukan oleh Abu Jahal dan Abu Lahab beserta pengikutnya, maka kini sosok-sosok mereka masih berkeliaran dengan baju Yahudi, Nasrani, paganis, sekularis, liberalis, pluralis, demokratis dan nasionalis. Sekalipun mereka berbeda ragam dan genre, pada hakekatnya mereka satu. Sebab kekafiran adalah sebuah penolakan terhadap monoloyalitas kepada Allah. Dan mereka kerap bersatu padu bekerja sama untuk menghancurkan Islam dengan cara memasukkan (infiltrasi dan internalisasi) virus-virus pembusuk kedalam pemikiran orang-orang muslim. Salah satu caranya adalah dengan menimbulkan keragu-raguan (tasykik) terhadap kesempurnaan Islam. Diajarkannya kepada mereka tentang perlunya liberalisme, inklusivisme, pluralisme dan dekontruksi terhadap syariat Islam, termasuk upaya penyetaraan gender dalam seluruh aturan fiqih Islam. Hal ini dilakukan melalui sekolah-sekolah dan kampus-kampus Islam.
Sejarahwan Australia, Mc Rieckleafs, mengatakan bahwa asas, kurikulum, dan metode pendidikan di sekolah di Indonesia serta perguruan-perguruan tinggi Indonesia adalah warisan Belanda melalui politis Etis. Dan karenanya kurikulumnya bersifat sekuleristik, memisahkan tsaqafah Islam terpisah dari kehidupan. Pasca kemerdekaan tahun 1945 Eropa, Rusia, China dan Amerika menggelontorkan beasiswa luar negeri kepada putra putri terbaik untuk belajar ilmu sosial, pendidikan, politik, sejarah, ekonomi dan psikologi yang kesemuanya mengandung pemikiran asing yang sekuler.
Bahkan pemerintah kini menargetkan pada tahun 2020 sekolah dan perguruan tinggi berstatus Badan Hukum Pendidikan (UU No 23 tahun 2000). Hal ini menunjukkan adanya kepentingan neoliberal di bidang pendidikan. Aliansi Global for All yang diprakarsai UNESCO, pada tahun 2000 menelurkan Komitmen Dakkar. Komitmen ini berisi diantaranya perubahan kurikulum berbasis kompetensi, penetapan standarisasi pengajar, kelulusan, kualitas sekolah dan perluasan otonomi manajemen sekolah. Hal ini mengakibatkan pendidikan di Indonesia (baca pendidikan Islam) terperosok dalam perangkap liberalisme sekuler. Kini pendidikan di Indonesia tidak lagi mampu mencetak para generasi pemimpin masa depan, namun tidak lebih dari pencetak tenaga kerja terampil bagi para kapitalis. Selain itu pendidikan juga hanya melahirkan pribadi yang split personality, kehilangan identitas kemuslimannya, tidak mandiri dan bermental lemah sehingga mudah dijajah oleh bangsa lain.
Kemunduran pendidikan Islam di Indonesia atau diseluruh penjuru negeri-negeri muslim sesungguhnya dimulai sejak runtuhnya zaman keemasan Islam dan perang salib. Sejak itu hingga kini kondisi umat Islam sangat memprihatinkan.Umat Islam sekalipun mayoritas di Indonesia, faktanya tak mampu berbuat apa-apa untuk memperkuat basis sistem kenegaraan dengan sistem Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist. Sebaliknya yang mendominasi justru sistem sekuler kapitalis. Bahkan dalam bidang pendidikanpun sudah terjangkit virus kapitalisme. Dalam konsep Islam mestinya pendidikan adalah tanggungjawab pemerintah, kini justru diswastanisasi hingga biaya pendidikan melangit tak terjangkau.
Jika kini peradaban dan budaya Islam tak lagi mendominasi Indonesia yang mayoritas muslim ini karena pendidikan Islam sudah terkontaminasi pemikiran liberal sekuler. Proses infiltrasi virus-virus sekulerisme inilah telah menyebabkan distorsi yang menganga dalam memahami Islam melalui pendidikan Islam baik secara paradigmatik, politis maupun metodologis. Tantangan Ghozwul Fikri yang mengusung liberalisme sekuler terhadap kebangkitan kembali pendidikan Islam di Indonesia tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Kita mesti berkaca pada sejarah perjuangan para pejuang ulama seperti Muhammad Natsir, HOS Cokroaminoto, Sholeh Iskandar, dan para ulama pejuang lainnya yang dengan gigih memperjuangkan Islam secara kultural maupun politis, sekalipun untuk itu mereka harus dipenjara atau syahid di ujung senjata para penjajah. Mereka berjuang untuk mengusir penjajah dan kini Indonesia sungguh dalam kondisi yang sama : terjajah.
Jika dulu perjuangan fisik lebih menonjol maka kini perjuangan pemikiran mesti lebih dikedepankan untuk di Indonesia. Di Indonesia tentu tidak ada lapangan jihad perang seperti di Palestina. Jika ada seorang muslim yang melakukan pengeboman bunuh diri dengan dalil jihad, maka hal itu tidaklah merepresentasikan Islam. Sebab bom bunuh diri di Indonesia banyak kejanggalan, otak dibalik semua ini juga diduga kuat justru intelijen CIA yang memanfaatkan para pemuda muslim yang dangkal pemahaman Islamnya dengan cara melakukan infiltrasi, radikalisasi, misinformasi, aksi dan stigmatisasi. Jadi ujung dari bom bunuh diri ini sesungguhnya ada motif politis ideologis dari kekuatan kafir untuk menstigmatisasi Islam sebagai pelaku terorisme. Buktinya tidak adanya relevansi antara motivasi dan aksi.
Tugas pendidikan Islam untuk meraih kembali kejayaan Islam sebagai sistem dan peradaban dengan melahirkan para ilmuwan ulama seperti zaman keemasan tidaklah mudah. Sebab tidaklah semua komponen umat Islam sadar akan tantangan pemikiran liberal sekuler yang tengah terjadi dan terus merasuk ke dalam tubuh umat Islam melalui berbagai saluran. Bahkan yang lebih ironis adalah melalui orang-orang muslim sendiri yang telah menjadi antek dan agen orang-orang kafir dengan pendanaan tak terbatas yang kemudian menyebarkannya di tengah masyarakat.

Menawarkan Solusi Komprehensif.
Jika dicermati, maka tampak problem tantangan pendidikan Islam di Indonesia sangat kompleks dan fundamental, karena menyangkut penetrasi ideologi kufur dalam semua ranah pendidikan Islam, karenanya harus ada solusi yang komprehensif untuk mengatasinya. Menurut penulis setidaknya dibutuhkan tiga ranah rekontruksi yakni ranah paradigmatik, ranah politis dan ranah metodologis. Selanjutnya akan dipaparkan satu persatu.
Rekontruksi paradigmatik mengacu kepada pelurusan ulang serta pembersihan ulang keilmuwan Islam dari virus-virus liberalisme sekuler dengan melakukan islamisasi sain. Rekontruksi politis mengacu kepada perjuangan politik agar Islam bisa diterapkan secara sistemik oleh negara, sebagaimana telah dilakukan Rasulullah dan yang telah diperjuangkan oleh generasi Natsir dkk. Rekontruksi metodologis mengacu kepada pembersihan metodologi penggalian dan pengajaran ilmu dari pengaruh metodologi Barat yang destruktif.

Kesimpulan
Tantangan pendidikan Islam di Indonesia tergolong kompleks sebagaimana juga dihadapi oleh negeri-negeri muslim lainnya. Untuk mengatasinya diperlukan sebuah solusi jangka panjang yang lebih fundamental dan menyeluruh. Sebab jika parsial, maka upaya umat Islam untuk mengembalikan kejayaan peradaban melalui sistem pendidikan Islam tidak akan pernah terwujud jika mindset umat masih terpolarisasi pemikiran Barat yang sesat ditambah sistem yang diterapkan oleh negara adalah sistem kenegaraan yang sekuleristik dan liberalistik. Dengan demikian rekontruksi adalah harga mati. Wallahua’lam bishawab.

SUMBER BACAAN


Al Baghdady, Abdurahman. 2002. Refleksi Sejarah Terhadap Dakwah Masa Kini. Bogor : Al Azhar Press.

Al Faruqi. 2000. Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Lontar Utama.

Al Jawi, Muhammad Nawawi Ibnu Umar. 2001. Nashaihul 'Ibad (Nasihat bagi Hamba Allah. Terj.). Surabaya : Al Hidayah

Al Ghazali, Imam Abu Hamid. 2003. Bidayatul Hidayah (Tuntunan Mencapai Hidayah Allah. Terj.) Surabaya : Al Hidayah

--------------------------------------. 1414 H. Al Mushtashfa min 'ilm al Ushul. Edisi 1 Beirut : Darul Kutb al Ilmiyah


Ahmad, Zainal Abidin. 1974. Negara Adil Makmur Menurut Ibnu Siena, Jakarta : Bulan Bintang.

Ahmed, Shabir, Anas Abdul Muntaqim dan Abdul Sattar. 1999. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Bangil : Al Izzah

Ali, Attabik. 2003. Kamus Inggris Indonesia Arab. Yogyakarta : Multi Karya Grafika, Pondok Pesantren Krapyak

Alma, Buchori. 2003. Pemasaran Stratejik Jasa Pendidikan. Bandung : Penerbit Alfabeta

Amin, Mahrus. 2008. Dakwah melalui Pondok Pesantren : Pengalaman Merintis dan Memimpin Darunnajah Jakarta. Jakarta : Penerbit Grup Dana.

Amin, Masyhur. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Indonesia Spirit Fondation.

Anabhani, Taqiuddin. 2001. Thariqul Iman. : Peraturan Hidup dalam Islam. Bogor : Thariqah Izzah.

Anis, Ibrahim dkk, al Mu'jam al Wasith, Majma' al Lughah, Kairo. 1972

Antonio, Muhammad Syafii. 2007. The Super Leader Super Manager. Jakarta : Tazkia Multimedia dan Pro LM

Arcaro, Jerome S. 2006. Pendidikan Berbasis Mutu : Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan. Jakarta : Pustaka Pelajar.

Arep, Ishak dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti.

Armush, Ahmad Ratib. 2006. The Great Leader, Strategi dan Kepemimpinan Muhammad SAW. Jakarta : Embun Publising.

Bacal, Robert. 2002. Performance Management : Memberdayakan Karyawan, meningkatkan Kinerja Melalui Umpan balik, Mengukur Kinerja. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Badi, Jamal dan Mustapha Tajdin. 2007. Islamic Creative Thinking, Berfikir Kreatif berdasarkan Metode Qurani. Bandung : Mizania

DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 1999. Quantum learning : Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Jakarta : Kaifa.

Dubin, R., et.al. 1965. Leadership and Produktivity, Chandler Publising Company.

Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. 2001. Revolusi Cara Belajar. Bagian II : Sekolah Masa Depan. Jakarta : Kaifa

El Saha, M Ishom dan Saiful Hadi. 2004. Profil Ilmuwan Muslim Perintis Ilmu Pengetahuan Modern. Jakarta : Fikri.

Feinberg, Mortimer R, Robert Tanofsky dan John J Tarrant, 1996, Psikologi Manajemen, Jakarta : Mitra Utama

Ghulsyani, Mahdi. 1999. Filsafat saint Menurut Al Qur’an. Jakarta : Penerbit Mizan.

Hafidhuddin, Didin. 2006. Agar layer Tetap Terkembang, Upaya Menyelamatkan Umat. Jakarta : Gema Insani Press.

Hesselbein, Frances. Et al (editor). 2001. The Organization of the Future. Jakarta : Alex Madia Komputindo.

Iqbal, Muhammad. 1966. Membangun Kembali Pemikiran Agama dalam Islam. Jakarta : Tintamas.

Kasali, Rhenald. 2005. Change. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Luth, Thohir. 1999. Mohammad Natsir, Dakwah dan Pemikirannya. Jakarta : Gema Insani Press.

Meier, Dave. 2002. The Accelerated Learning : Handbook, Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Jakarta : Kaifa.

Poster, Cyril. 2000. Gerakan Menciptakan Sekolah Unggulan. Jakarta : Lembaga Adidaya Indonesia.

Rahman, Jamal Abdur. 2005. Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah SAW. Bandung : Irsyad Baitus Salam.

Ramayulis. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia

Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran : untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Jakarta : Alfabeta.

Sallies, Edward. 2006. Total Quality Management in Education : Manajemen Mutu Pendidikan. Jakarta : IRCiSoD

Sukarta, Mad Rodja. 2008. Catatan untuk Para Pejuang : Sebuah Refleksi tentang Pemikiran Pendidikan dan Keagamaan. Bogor : DMgrafika Press.

-------------------------. 2008. Saatnya Umat Islam Bangkit. Bogor : DMgrafika Press

-------------------------. 2009. Menjaga Visi dan Tradisi Pesantren. Bogor : Dmgrafika Press.

Tjakraatmadja, Jann Hidayat dan Donald Crestofel Lantu. 2006. Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajar. Jakarta : School of Bussiness and` Management Institut Teknologi Bandung.

Tilaar, HAR. 1994. Manajemen Pendidikan Nasional : kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Thoha, Anis Malik. 2005. Tren Pluralisme Agama, Tinjauan Kritis. Jakarta : Perspektif.

Uwes, Sanusi. 1999. Manajemen Pengembangan Mutu Dosen. Jakarta : Logos.

Widjajakusuma, M Karebet . 2007. Be The best not be asa. Jakarta : Prestasi/Bisa Insani Press

Ya'qub, Hamzah. 2003. Etos Kerja Islam, Petunjuk Pekerjaan yang Halal dan haram dalam Syariat Islam. Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya

Zarkasyi, Abdullah Syukri. 2005. Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Jakarta : Rajawali Press.

Zarkasyi, Imam. 1975. Materi Khutbatul ‘Arsy. Gontor : Darussalam Press.


Majalah :

Al Wa’ie no 96 tahun VIII 2008.
Hidayatullah April 2005.

1 komentar:

  1. Ketika Rasulullah Saw. menantang berbagai keyakinan bathil dan pemikiran rusak kaum musyrikin Mekkah dengan Islam, Beliau dan para Sahabat ra. menghadapi kesukaran dari tangan-tangan kuffar. Tapi Beliau menjalani berbagai kesulitan itu dengan keteguhan dan meneruskan pekerjaannya.

    BalasHapus